in

Berantas Rokok Ilegal Demi Jaga Stabilitas Penerimaan Cukai

Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun memimpin kunjungan ke PT Gudang Garam, dalam rangka Kunjungan Kerja Reses, Pasuruan, Jawa Timur, Jumat (11/4/2025). (Foto: dpr.go.id)

 

HALO SEMARANG – Kementerian Keduangan mencatat penerimaan cukai Indonesia, hingga Februari 2025, baru mencapai Rp39,6 triliun, atau menurun 2,7 persen, dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Salah satu penyebab utama penurunan ini adalah menurunnya produksi rokok pada November dan Desember 2024 sebesar 5,2 persen.

Menanggapi kondisi tersebut, Komisi XI DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, untuk meninjau langsung operasional pabrik rokok PT Gudang Garam.

Perusahaan ini selama ini dikenal sebagai salah satu kontributor terbesar dalam penerimaan negara dari sektor cukai.

Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, saat memimpin Kunjungan Kerja Reses ke PT Gudang Garam, Pasuruan, Jawa Timur, belum lama ini mengatakan rokok ilegal merupakan tantangan serius, yang harus segera diatasi oleh Bea Cukai.

“Rokok ilegal jelas merusak penerimaan negara. Kita perlu mempelajari secara mendalam penyebabnya. Umumnya, rokok ilegal muncul karena tingginya tarif cukai dan aturan harga jual eceran (HJE) yang menekan kelas rokok tertentu, sehingga mendorong praktik ilegal,” kata dia, seperti dirilis dpr.go.id.

Ia melanjutkan, persoalan rokok ilegal tidak bisa dianggap sepele.

“Banyak pelaku yang tidak bertanggung jawab memanipulasi klasifikasi produk, bahkan ada yang menjual rokok polos tanpa pita cukai. Ini tidak bisa dibiarkan. Kita harus pikirkan strategi keluar (exit strategy) yang tepat,” tegasnya.

Dalam pertemuan dengan jajaran direksi PT Gudang Garam, terungkap bahwa perusahaan mengalami tren penurunan penjualan, yang salah satu penyebab utamanya adalah maraknya peredaran rokok ilegal.

Misbakhun mengungkapkan, PT Gudang Garam selama ini berkontribusi besar terhadap penerimaan negara, dengan setoran cukai yang mencapai Rp70 triliun per tahun.

Namun, saat ini perusahaan menghadapi tekanan berat akibat praktik-praktik ilegal yang merugikan negara.

Selain masalah rokok ilegal, tantangan lain datang dari kebijakan fiskal yang dinilai kurang ramah terhadap pelaku industri.

“Tarif cukai yang terus meningkat dan aturan HJE yang sangat ketat justru mendorong pelaku industri kecil melakukan praktik-praktik ilegal, mulai dari penggunaan pita cukai palsu, pengklasifikasian produk yang tidak sesuai, hingga produksi rokok polos,” jelas politisi Fraksi Golkar tersebut.

Ia menegaskan bahwa fenomena ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. “Kita tidak boleh mengabaikan akar masalahnya,” kata dia.

Mukhamad Misbakhun juga mengatakan bahwa cukai adalah tulang punggung penerimaan negara, dengan kontribusi lebih dari Rp200 triliun.

“Maka pengawasan dan kebijakan yang adil, sangat diperlukan agar sektor ini tetap sehat dan berkelanjutan,” kata dia.

Sebagai wakil rakyat dari Daerah Pemilihan Jawa Timur II, Misbakhun juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor.

“Pemerintah, pelaku industri, dan seluruh pemangku kepentingan harus duduk bersama mencari solusi. Para pelaku rokok ilegal perlu dibina agar tertib, karena bagaimanapun juga mereka turut menyerap tenaga kerja dan menyediakan alat produksi tembakau,” ucapnya.

“Jika tidak disertai dengan kebijakan yang adil, maka industri kecil akan semakin terdesak dan berpotensi masuk dalam kategori ilegal. Ini tentu tidak kita harapkan,” pungkasnya.

Dengan kunjungan ini, Komisi XI DPR RI berharap dapat memperoleh gambaran menyeluruh serta fakta lapangan yang akan menjadi bahan evaluasi dalam merumuskan kebijakan fiskal di sektor cukai, khususnya dalam menghadapi tantangan praktik rokok ilegal yang kian merajalela. (HS-08)

Aperesiasi Film Qodrat 2 yang Tembus Lebih dari 1,7 Penonton, Menteri Ekraf Dorong Perluasan Distribusi

Lestarikan Budaya Keris, Belasan Ribu Tosan Aji Ditampilkan di Grobogan