HALO SEMARANG – Bareskrim Polri akan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap kasus Nurhayati, perempuan yang dijadikan tersangka setelah melaporkan dugaan kasus korupsi kepala desa di Cirebon.
Penerbitan SP3 tersebut, setelah Biro Wassidik melakukan gelar perkara dan tidak menemukan bukti yang cukup, agar kasus itu dilanjutkan ke persidangan.
Menurut pakar komunikasi dan politik, Emrus Sihombing, penerbitan SP3 seusai gelar perkara, menunjukkan sikap profesional dan independen Polri. Hal itu karena proses gelar perkara, selalu didasarkan atas data, fakta, bukti yang ditemukan, dan aspek hukum positif yang berlaku.
Menurut dia, penyidik polri akan melakukan proses itu, dengan pertimbangan aspek sosiologi hukum, kemanfaatan hukum, dan mengutamakan restorative justice.
“Sehingga saya berpendapat, penerbitan SP3 sudah tepat karena atas dasar hukum positif, restorative justice, profesional, dan independen,” kata Emrus, Minggu (27/2/2022) seperti dirilis tribratanews.polri.go.id.
Emrus pun meyakini, anggota polisi yang menetapkan Nurhayati sebagai tersangka, juga tidak perlu dihukum. Anggota tersebut pasti tidak memiliki unsur kesengajaan atau berniat menetapkan Nurhayati sebagai tersangka.
Dia mengambil tindakan itu karena berdasarkan data dan fakta objektif yang ditemukan sebelumnya.
“Tetapi setelah dikembangkan gelar perkara, namanya juga gelar perkara, semua dibuka, pasal, data, fakta bukti yang ditemukan. Sehingga atas dasar gelar perkara itu, ditemukan keputusan yang lebih lengkap. Jadi polisi tidak serta merta memproses, karena seiring waktu ditemukan data yang lebih lengkap. Jadi sangat wajar tindakan itu. Aparat juga tidak perlu ditindaklanjuti, karena tidak ada niatan,” ujar Emrus.
Emrus juga menilai, langkah yang diambil Polri bukan sekadar mengakomodasi tuntutan publik atau penguasa. Polri memutuskan sikap tersebut, berdasarkan peraturan hukum yang berlaku.
“Tidak mengakomodasi sekedar tuntutan publik. Saya kira tidak. Kita harus jujur. Kepolisian kalau menduga melanggar hukum pasti diproses. Jadi polisi kita tidak terpengaruh apapun, tidak terpengaruh oleh kekuasaan maupun publik. Kepolisian mengambil sikap berbasis data, fakta, bukti, hukum, dan UU. Hal ini yang menunjukkan independensi dan profesionalitas Polri,” ujar Emrus.
Untuk diketahui Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto, menyampaikan pihaknya akan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap status tersangka Nurhayati.
Penerbitan SP3 tersebut usai Biro Wassidik melakukan gelar perkara. Hasilnya, penyidik menyimpulkan bahwa tidak menemukan bukti yang cukup agar kasus itu dilanjutkan ke persidangan.
“Hasil gelarnya ya tidak cukup bukti sehingga tahap 2 nya tidak dilakukan. Semoga hasil koordinasi Kapolres dan Direskrimsus dengan Aspidsus dan Kejari mengembalikan P21-nya, sehingga kita bisa SP3,” ujar Agus.
Namun, pihaknya juga belum berencana menindak anggotanya, yang menetapkan Nurhayati sebagai tersangka. Penindakan tersebut terkait dugaan adanya pelanggaran prosedur.
“Kan bisa saja saat proses penyidikan kepala desa, ada dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan Nurhayati, sehingga ada petunjuk Jaksa peneliti untuk mendalami peranan Nurhayati,” jelas Agus.
Lebih lanjut, Agus menambahkan pihaknya masih belum menemukan adanya unsur kesengajaan anggotanya untuk menyematkan Nurhayati sebagai tersangka.
“Harus melihat secara utuh apakah karena faktor kesengajaan, adanya petunjuk pada P19 yang minta didalami peranan Nurhayati dari jaksa peneliti, dari diskusi dengan Karowassidik dan Dirtipidkor belum terlihat unsur sengaja mentersangkakan Nurhayati dalam kasus tersebut,” ungkap Agus.
Menurutnya, pihaknya sempat mewacanakan untuk menindak anggotanya tersebut. Namun, hal tersebut diurungkan karena tidak ada unsur kesengajaan anggotanya.
“Sempat ada wacana itu, kan kasihan kalau memang tidak ada unsur kesengajaan dan dikerjakan atas koordinasi atau petunjuk kepada penanganan berkas Kepala Desa,” kata dia. (HS-08)