HALO SEMARANG – AJI Kota Semarang dan Cekfakta.com menggandeng 30 lembaga atau komunitas untuk berkolaborasi melawan disinformasi. Penguatan kolaborasi tersebut bertujuan untuk memutus rantai berita bohong yang menyebabkan langgengnya fitnah, stigma, ujaran kebencian dan impunitas terhadap hukum dan HAM.
Terutama menjelang tahun politik 2024 yang memunculkan ancaman serius terkait penyebaran berita bohong yang semakin meningkat melalui platform digital.
Perwakilan Jemaat Ahmadiyah Cabang Kota Semarang, Yuni Kurniawan menuturkan kolaborasi penting dalam menangkal disinformasi sehingga sesama warga negara tidak beda-bedakan, sebab masing-masing memiliki hak yang sama dalam memperoleh informasi.
“Kolaborasi ini tentu sangat bermanfaat bagi lembaga kami,” ujarnya di lokasi Forum Grup Discussion (FGD) di Kota Semarang beberapa waktu lalu.
Sementara, Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kota Semarang, Lailinur Ilahi Lindafatmawati berharap stigma negatif terhadap rekan-rekan difabel dapat dihilangkan dan lima hak dasar dapat dipenuhi semua melalui persebaran informasi yang benar. “Kita sering mendapatkan stigma yang masih berupa asumsi-asumsi,” tuturnya.
Perwakilan Fatayat Kota Semarang, Yuli Rohmatun mengatakan, dalam penanggulangan berita hoax tidak dapat bekerja sendiri, tetapi memerlukan SDM yang kompeten dan platform yang mendukung untuk mengatasi disinformasi.
“Di internal kami sudah ada tim khusus menanggulangi hal itu, tetapi dari pelatihan ini kita dapat perspektif baru,” ujarnya.
FGD melibatkan 30 organisasi / lembaga yang berasal dari kelompok buruh, lembaga keagamaan, relawan, aktivis, maupun kelompok marjinal seperti disabilitas, waria, dan lainnya di hotel Andelir, Kota Semarang, Sabtu (7/10/2023).
Koordinator Cekfakta.com, Adi Marsiela, mengungkapkan, Kota Semarang termasuk dalam pantauan kerawanan kecurangan pemilu dengan status menengah.
Terlebih Kota Semarang sebagai ibu kota provinsi Jawa Tengah sekaligus wilayah asal salah satu kandidat calon Presiden, membuat Jawa Tengah perlu mendapat perhatian khusus oleh berbagai pihak.
“Maka perlu menjamin kebenaran dan keberimbangan penyebaran informasi yang membutuhkan semangat kolaborasi lintas sektor bersama pemerintah, swasta, lembaga media dan masyarakat sipil,” ucapnya.
Hasil riset membuktikan, kecepatan penyebaran Informasi bohong 6-7 kali lebih cepat daripada pemecahan satu kasus hoaks.
Tak dapat dipungkiri, potensi hoaks yang semakin meningkat utamanya pada momen-momen menjelang pemilu terkait dengan produksi informasi bohong tak sebanding dengan pemecahan kasus yang tengah terjadi.
“Diperlukan pendekatan secara menyeluruh untuk meminimalisir, menanggulangi dan mengidentifikasi disinformasi dengan kerja-kerja kolaboratif bersama pihak-pihak terkait,” imbuhnya yang juga Ketua Divisi Internet AJI Indonesia.
Ia menambahkan, penguatan komunikasi dan jaringan antar lembaga serta organisasi sangat dibutuhkan untuk menciptakan ruang-ruang alternatif sebagai upaya pemberdayaan.
Para kelompok tersebut selepas mengikuti FGD diharapkan dapat menjadi aspirator dan pemroduksi informasi yang akurat, terpercaya dan berdampak positif.
“Semangat kolaboratif yang ada tak ubahnya sebagai bentuk kepedulian atas kondisi yang tengah terjadi,” imbuhnya. (HS-06)