HALO KENDAL – Dalam rangka menurunkan angka pernikahan dini di Kabupaten Kendal, dibutuhkan upaya pencegahan pernikahan dini dengan melibatkan Tim Sinergitas Pentahelix untuk Rujukan, Kampanye, Konseling, dan Edukasi (Gitar Melodi) Pencegahan Pernikahan Dini.
Hal itu disampaikan Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP2PA) Kendal, Albertus Hendri Setyawan, saat membuka Pelatihan Parenting, di Agrowisata Kendal, Rabu (11/9/2024).
Acara pelatihan parenting kepada Tim Gitar Melodi tersebut, dilaksanakan selama dua hari, 11 – 12 September 2024.
“Kasus pernikahan dini dari tahun ke tahun di Kabupaten Kendal, yaitu tahun 2019 ada 102, dan tahun 2020 ada 160. Nah di tahun 2021 saat pandemi melonjak ada 579, kemudian di 2022 ada 256, dan di 2023 ada 169,” beber Hendri.
Untuk itu, melalui kegiatan pelatihan yang diikuti dari unsur pemerintah, unsur vertikal, paguyuban kades, forum sekretaris desa, tokoh masyarakat, tokoh agama, perwakilan berbagai organisasi, akademisi, dan unsur lainnya, bisa mengkampanyekan pencegahan pernikahan dini di Kendal.
“Nantinya bapak dan ibu sekalian dari berbagai unsur yang mengikuti pelatihan parenting ini akan kita ajukan kepada Bapak Bupati, yang kemudian dikeluarkan Surat Keputusan, untuk nantinya akan disahkan dan dilantik oleh Bapak Bupati,” imbuh Hendri.
Pelatihan Parenting menghadirkan nara sumber Dr Arri Handayani, SPsi MSi, selaku Dosen bimbingan dan konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas PGRI
Semarang. Saat ini juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas PGRI Semarang, serta Ketua Satgas PPKS Universitas PGRI Semarang.
Dirinya memaparkan tentang tahap perkembangan hidup manusia, dimulai dari pasangan, lalu memasuki kehidupan berkeluarga, sampai akhirnya menapaki usia lanjut. Selain itu menjelaskan tentang tanggung jawab orang tua dalam mengasuh anak berdasarkan pada konsep berkesadaran, yaitu menjaga pikiran, ucapan dan tingkah laku.
Sementara terkait pencegahan pernikahan usia dini, menurutnya tidak lepas dari peran orang tua dan keluarga si anak. Di mana mereka selalu memberikan pengertian, sebab dan akibat dari pernikahan muda.
“Selain itu, pendidikan dan pemberdayaan pada remaja sangatlah penting untuk menghindari terjadinya pernikahan dini. Selain pemerintah dan tenaga kesehatan, peran orang tua terutama ibu sangatlah penting dalam menyampaikan hal-hal mendasar terkait norma dan informasi kesehatan reproduksi remaja. Jika upaya untuk mengurangi pernikahan dini bisa tercapai, maka angka kematian ibu maupun bayipun akan menurun,” ujar Dr Arri.
Selain itu nara sumber lain, Dr Padmi Dhyah Yulianti SPsi MPsi Psikolog, selaku konsultan psikologis di beberapa instansi pemerintah dan associate psikolog di beberapa biro psikologi. Saat ini bekerja sebagai dosen pada program studi Bimbingan dan Konseling FIP Universitas PGRI Semarang.
Dijelaskan, idealnya, perempuan disarankan menikah di atas umur 21 tahun karena tubuh dan psikologinya dinilai lebih siap. Pasalnya, pernikahan dini akan berdampak pada kesehatan jasmani, kesehatan, sosial hingga psikologis anak-anak perempuan maupun laki-laki.
“Maka dari itu, pencegahan pernikahan dini perlu dilakukan untuk meminimalisir hal negatif yang diakibatkannya. Kesadaran berbagai stakeholder mulai dari orang tua, tokoh masyarakat, dan pemerintah dapat mengubah kasus pernikahan dini dan mengakhirinya,” kata Dr Padmi.(HS)