in

Tingkatkan Hilirisasi Produk Turunan Sawit, Kemenperin Fasilitasi Kerja Sama PTPN dan Koperasi

Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama PalmCo/PTPN IV, dengan Koperasi Produsen Gerak Nusantara (KPGN), di Pabrik Kelapa Sawit Adolina Serdang Bedagai, Sumatera Utara, belum lama ini. (Foto : kemenperin.go.id)

 

HALO SEMARANG – Kementerian Perindustrian RI memfasilitasi penandatanganan Perjanjian Kerja Sama antara PalmCo/PTPN IV, dengan Koperasi Produsen Gerak Nusantara (KPGN), di Pabrik Kelapa Sawit Adolina Serdang Bedagai, Sumatera Utara, belum lama ini.

Upaya ini merupakan bagian dari langkah konkret Kemenperin, dalam rangka meningkatkan hilirisasi produk turunan kelapa sawit.

“Perjanjian Kerja Sama tersebut merupakan dokumen operasional dari Nota Kesepahaman (MoU) yang telah ditandatangani sebelumnya oleh Kemenperin, PalmCo, dan KPGN. Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama saat itu disaksikan oleh pimpinan dan anggota Komisi VII DPR RI sebagai bagian kegiatan Kunjungan Kerja Reses DPR RI ke wilayah Sumatera Utara,” kata Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika dalam keterangan resminya di Jakarta, Senin (14/4/2025) melalui kemenperin.go.id.

Dirjen Industri Agro mengemukakan, dalam masa replanting (peremajaan kebun), batang kelapa sawit sering menjadi barang yang tersisa.

Namun, terdapat peluang besar untuk memanfaatkan sisa barang tersebut sebagai nira.

“Nira sawit dikenal memiliki rasa manis yang dihasilkan dari kandungan gula yang tinggi, dan dapat diolah menjadi gula merah berkualitas,” ungkapnya.

Oleh karena itu, di daerah penghasil kelapa sawit, seperti Kabupaten Serdang Bedagai, jumlah perajin nira terus meningkat.

Hal ini menunjukkan bahwa nira sawit dapat menjadi sumber nilai ekonomi yang signifikan bagi pekebun, terutama di masa peremajaan kebun.

“Untuk memastikan keberlangsungan usaha gula merah sawit pada skala industri kecil dan menengah (IKM), penting bagi petani untuk membangun sistem manajemen yang efisien,” tutur Putu.

Selain itu, petani perlu membangun dan memperkuat sistem manajemen sumber daya manusia, produksi, dan pemasaran.

“Langkah tersebut akan membantu petani dalam mengelola usaha mereka secara lebih efektif. Asalkan didukung oleh pelatihan dan pendampingan dari pengrajin berpengalaman. Ini merupakan langkah penting untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi,” imbuhnya.

Guna meningkatkan efisiensi, pola kemitraan juga dapat diterapkan dengan membentuk kelembagaan yang menghubungkan petani dengan pengrajin gula merah sawit.

“Melalui kerja sama ini, para petani dapat menyediakan bahan baku dari pohon sawit yang mereka tanam sendiri,” ujar Putu.

Meurutnya, investasi untuk memproduksi gula merah dan nira pada skala satu hektare diperkirakan mencapai Rp25 juta, yang mencakup berbagai peralatan. Proses pengolahan nira ini dilakukan secara bertahap.

“Data menunjukkan bahwa rata-rata jumlah nira yang dihasilkan mencapai 6,8 liter per batang per hari. Rincian produksi mencakup 2,7 liter di pagi hari dan 4,5 liter di sore hari, dengan masa penderesan berlangsung antara 1,5 hingga 2 bulan,” sebut Putu.

Jika petani melakukan sendiri proses penderesan dan pengolahan nira, mereka dapat menghasilkan keuntungan bersih antara Rp18 juta hingga Rp 25 juta. Ini berdasarkan survei terhadap beberapa perajin nira.

“Inisiatif pengolahan nira dan pemanfaatan batang kelapa sawit ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal dan nasional, hingga dapat meningkatkan kesejahteraan para pekebun,” kata Putu. (HS-08)

Ajak Warga Tanam Pohon Matoa dan Unggah ke IG, Kemenag Janjikan Suvenir

Badai PHK Melanda, Legislator Ini Minta Pemerintah Lindungi Industri Padat Karya