
HALO SEMARANG – Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu) Kota Semarang menghentikan kasus dugaan penggelembungan suara di internal partai Gerindra dalam rapat Gakumdu di sekretariat Bawaslu Kota Semarang, Rabu (22/5/2019).
Kasus ini sebelumnya bermula dari laporan Abdul Majid dengan register 17/LP/PL/KOT/14.01/V/2019 ke Bawaslu Kota Semarang, terkait dugaan penggeseran/pengglembungan perolehan suara di internal partai Gerindra di Kecamatan Semarang Selatan yang masuk dalam dapil 6 Kota Semarang.
Menurut Naya Amin Zaini, Kordiv Penanganan Pelanggaran Bawaslu Kota Semarang, kasus itu sudah di tindaklanjuti Bawaslu termasuk proses ke Gakumdu untuk unsur pidananya.
“Pelaku DW merupakan ketua PPS sekaligus operator panel rekapitulasi di Kecamatan Semarang Selatan. DW diduga mengubah hasil perolehan suara internal partai Gerindra dari DA1 Plano ke DA1,” ujar Naya
Lanjut Naya, bahwa dalam rapat pembahasan kedua Bawaslu masih berkeyakinan bahwa unsur sangkaan masih bisa diangkat ke tingkat yang lebih tinggi, berdasarkan alat bukti dan keterangan yang didapat selama proses klarifikasi.
“Namun ada perbedaan pandangan dalam kasus ini sehingga dihentikan unsur pidanannya oleh Gakumdu,” lanjut Naya
Menurut Sugeng Suprijanto, anggota Gakumdu dari unsur kepolisian, merujuk pada pasal yang diterapkan unsur subjek terduga pelaku dan unsur kesengajaan dari terduga pelaku memang terbukti. Akan tetapi, unsur perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih tidak bernilai, tidak terpenuhi.
“Karena perolehan suara caleg dan partai yang diduga diubah terduga pelaku seperti rekomendasi Bawaslu Kota Semarang, sudah dilakukan perbaikan pada rekapitulasi tingkat kota. Sehingga tidak mengakibatkan unsur yang berkelanjutan,” jelasnya.
Pendapat ini sejalan dengan unsur Kejaksaan Negeri kota Semarang, yang diwakili Supinto Priyono, SH. pada rapat pembahasan kedua Gakumdu, menyatakan kasus ini tidak secara utuh memenuhi delik materiil dari unsur pasal yang disangkakan, sebagaimana unsur dalam pasal 532 UU 7 Tahun 2017 soal unsur perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih tidak bernilai. “Jika dikaitkan dengan kasus posisi maka diketahui adanya percobaan, sedangkan pada UU No 7 tahun 2017 tidak dikenal adanya percobaan pidana,” tuturnya.
Pendapat kedua instansi ini sangat disayangkan oleh Bawaslu Kota Semarang, karena berdasarkan kajian hukum, pengakuan dari terduga pelaku pada saat klarifikasi dan saksi-saksi terkait serta alat bukti, telah memberikan petunjuk yang jelas posisi kasus penggelembungan perolahan suara.
“Unsur perbuatan dalam kasus ini sudah sempurna dilakukan oleh pelaku, dan bukan merupakan unsur percobaan pidana, melainkan suatu perbuatan yang konkret yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain dan menguntungkan untuk caleg tertentu,” terang Naya.
Lebih lanjut Naya menambahkan, jika masih ada perdebatan interpretasi terkait hal ini, sebenarnya Gakkumdu bisa meminta pendapat dari saksi ahli hukum pidana yang telah ditunjuk sehingga posisi kasus ini menjadi lebih jelas dan bukan memilih sikap untuk menghentikan kasus yang dimaksud.(HS)