HALO BLORA – Beragam pesan kehidupan, termasuk tentang falsafah Pancasila, bisa disisipkan lewat kesenian, seperti kentrung.
Itu pula yang dilakukan Seniman Kentrung Blora, Zaenuri Sutrisno, ketika tampil pada pembukaan Pameran Seni bertajuk “Calligraphy Art Exhibition”, yang digelar Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia dengan tema “Warna dan Huruf, Lesbumi Blora Reborn” di Blora Creative Space atau Eks Gedung Nasional Indonesia (GNI), Jumat (25/10/2024).
Lelaki kelahiran 1963 itu masih menunjukkan kemahirannya. Matanya terpejam, mulutnya merapalkan kisah yang dilagukan.
Tangan kirinya memegang terbang berdiameter 40 sentimeter yang berdiri berlandaskan paha kiri.
Sedangkan tangan kanannya menabuh terbang menyesuaikan ritme kisah yang dilantunkan.
Salah satu sisipan syair yang disampaikan adalah mengingatkan kepada manusia, untuk tetap berpegangan dan menjalankan lima aturan dalam menjalankan kehidupan, yaitu Pancasila, dan bagi umat Islam melaksanakan dengan tertib ibadah salat lima waktu.
“Jangan sampai menghilangkan Pancasila sebagai dasar negara, dan jangan sampai meninggalkan kewajiban menjalakan ibadah salat lima waktu, atau menurut agama masing-masing,” tuturnya, seperti dirilis blorakab.go.id.
Seni kentrung, menurut pandangan Zaenuri, dinilai mengandung filosofi kehidupan, yakni manusia itu harus berpegang pada lima hal.
Jika ingin selamat dunia dan akhirat, kelima hal itu tidak boleh ditinggalkan. Dia menafsirkan, kelima hal itu adalah Rukun Islam dan lima pengobat hati (tombo ati).
Zanuri Sutrisno juga menyisipkan beberapa lirik parikan yang menggelitik dan memantik tawa penonton saat ngentrung.
“Pasar Blora pasare gedhe, sesuk akeh sing bakul tempe, mangke malih kula dugekake, leren sedhela permisi ngombe,” ucapnya dalam parikan berbahasa Jawa Tengah.
Seniman Kentrung asal Desa Sendang Gayam RT 05/RW I Kecamatan Banjarejo mengaku dalam dua tahun terakhir tidak lebih dari 10 tanggapan dan berharap dirinya dibantu untuk mempromosikan.
“Mbok saya ini dibantu promosi agar laku dan ada yang nanggap kentrung. Biar tetap lestari dan dikenal generasi sekarang, saya juga perlu generasi penerus agar seni kentrung Blora tetap ada,” ujar lelaki dengan nama lengkap Muhammad Zaenuri Sutrisno.
Suami Wasi itu mengungkapkan seperangkat peralatan dan ilmu seni vokal bertutur yang digelutinya merupakan warisan dari almarhum bapaknya yang bernama Sutrisno.
Kemudian merasa terpanggil dan memiliki bakat Kentrung, maka sejak tahun 2003 dirinya mempromosikan sebagai seniman kentrung Blora.
“Sejatinya cerita yang dimainkan adalah kisah dan sejarah para nabi seperti Nabi Muhammad atau kisah Nabi Ibrahim, kemudian diselingi dengan cengkok parikan agar lebih menarik,” ujarnya.
Biasanya disuguhkan pada acara pupakan puser bayi, khitanan, tingkeban, mantenan atau acara tertentu.
“Tergantung siapa yang menanggap dan acara apa saja, tapi ini sedang sepi tanggapan, ” kata dia.
Sementara itu Vidia Bella Pradipta, siswa SMK Muhammadiyah Blora mengaku sangat kagum dan baru pertama kali melihat seni kentrung.
“Ini baru pertama kali, kagum pada Mbah Zaenuri, semoga seni kentrung tetap lestari di era teknologi, tadi saya juga buat dokumentasi akan saya tunjukkan pada teman-teman, bahkan saya bersyukur dapat kesempatan berfoto dengan Mbah Zaenuri,” kata siswa jurusan DKV yang melaksanakan PKL di Dinkominfo Blora itu. (HS-08).