HALO SEMARANG – Paguyuban Warga Bantaran Sungai Tawangsari (PBST) bertemu dengan Calon Wali Kota-Wakil Wali Kota Semarang Nomor Urut 2, Yoyok Sukawi-Jokos Santoso (Yoyok-Joss) pada Sabtu (12/10/2024) malam.
PBST yang terdiri dari tokoh masyarakat dan aktivis lingkungan dari Kelurahan Tawangsari, Kecamatan Semarang Barat ini mewakili warga Puri Anjasmoro untuk berbicara keluh kesah terkait banjir yang sudah lama tak kunjung teratasi.
Mereka yang juga sudah lama menetap di Puri Anjasmoro memberikan penjelasan terkait kondisi warga yang selalu khawatir ketika hujan turun. Sebab, ketika musim hujan, wilayahnya terendam banjir hingga ketinggian mencapai pinggang orang dewasa.
Infrastruktur yang tidak dibangun secara tepat dinilai memicu terjadinya banjir. Selain itu, warga berpendapat jika sedimentasi di Sungai Madukoro tidak ditangani maksimal oleh Pemkot Semarang hingga memperburuk keadaan banjir di Puri Anjasmoro.
Ketua PBST Sugiarto menduga, jika penyebab utama terjadinya banjir di Puri Anjasmoro diduga karena adanya pembangunan fly over menuju ke bandara. Karena dari pembangunan fly over itu terjadi pendangkalan Sungai Madukoro.
“Yang tadinya Sungai Tawangsari menuju ke Sungai Madukoro bisa mengalir alami hingga ke laut, sekarang ini harus dipompa. Karena Sungai Tawangsari menuju ke Sungai Madukoro ini saat masa kemarau selisih tingginya permukan airnya 70 centimeter. Sehingga tanpa ada pompa atau pintu air, aliran Sungai Madukoro akan masuk ke Tawangsari yang mengakibatkan banjir,” ungkapnya.
Dalam pertemuan itu, warga pun menaruh harapan kepada pasangan calon Yoyok Sukawi-Joko Santoso agar bisa mengatasi masalah banjir di wilayahnya. Sebab, selain membahayakan warga yang rata-rata sudah lansia, banjir di Puri Anjasmoro juga berimbas pada kondisi sosial dan ekonomi.
Banyak rumah-rumah di sana yang terpaksa dijual dengan harga murah karena banjir. Puri Anjasmoro yang dulu dikenal sebagai perumahan bagus, kini hilang wibawanya karena masalah banjir.
“Kita merasa was-was kalau hujan lebat. Dan akibatnya banyak rumah di Puri Anjasmoro yang dijual karena warga tidak nyaman lagi tinggal di sana. Banyak rumah yang dijual tapi sepi peminatnya, anak-anak suruh tinggal di Puri Anjasmoro saja tidak mau. Ini kendala yang terjadi di sini,” terangnya.
Senada, Aktivis Lingkungan dari PBST, Tekno menyayangkan jika banjir di Puri Anjasmoro tak kunjung beres. Padahal wilayah itu menjadi pintu masuk Jawa Tengah melalui Bandara Ahmad Yani.
Ia menyebut jika banjir ini juga diakibatkan karena kurangnya koordinasi antara Pemkot Semarang dengan Pemprov Jateng dalam melaksanakan pembangunan. Dirinya mencontohkan, Sungai Siangker yang harusnya bisa membantu mengatasi persoalan banjir, saat ini pendangkalan sudah sangat parah. Paadahal pengelolaan sungai tersebut merupakan kewenangan pemerintah provinsi.
“Sungai Siangker saat ini sudah kritis, pengendapan tinggi perlu dikeruk. Dan karena pengelolaan di provinsi, nah itu stop. Antara permukan sungai dengan bibir tanggul sungai hanya sekitar 20 centimeter, padahal sungai itu muaranya jauh. Siangker itu muaranya ke laut paling akhir kan,” tambahnya.
Sementara itu, Yoyok Sukawi memastikan, jika penanggulangan banjir juga menjadi prioritas pemerintahannya nanti. Ia menyebut jika penanganan banjir harus dimulai dari pemerintahan yang bersih.
“Kami akan berusaha kolabroasi secara anggaran dan kebijakan, baik dengan pemerintah pusat, provinsi, maupun pemkot. Karena proyek skala nasional dan kita harus berbagi peran dengan provinsi dan pusat,” katanya.
Terkait banjir di wilayah Puri Anjasmoro, Yoyok meyakini jika pompa tidak hanya jadi satu solusi saja. Normalisasi dan revitalisasi sungai juga harus dilakukan secara maksimal, namun dengan satu catatan yakni pemerintah harus bersih dahulu.
“Kita punya misi BKB luas agar bisa menampung air dari atas, sehingga kita koneksi dengan pemprov dan pusat. Di Semarang bayak ahli-ahli, penanganan banjir dari kita sudah aware, kita bikin skala prioritas tapi dengan catatan SDM di pemkot harus bersih,” tandasnya.(HS)