HALO SEMARANG – Adanya kasus satu keluarga ditemukan meninggal dunia di Kampung Poncol, Cirendeu, Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, akibat terjerat pinjaman online, memantik keprihatinan legislator DPR RI.
Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam, menilai pemerintah belum tegas menangani kasus pinjaman online (pinjol).
Akibat ketidaktegasan tersebut, semakin masyarakat Indonesia terjerat kasus terkait pinjol.
Terbukti, sebelumnya, pada Mei 2023, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan total utang pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang berasal dari pinjol mencapai Rp 19 triliun pada Mei 2023.
Lalu, pada Maret 2024, Bank Indonesia melaporkan bahwa kredit pinjol per Maret 2024 sudah melampaui angka Rp 64 triliun.
Baginya, hal ini menunjukkan betapa cepat pertumbuhan pinjol dan mudahnya masyarakat terjerat pada rentenir masa kini tersebut.
Ia pun meminta pemerintah segera menyelesaikan regulasi soal pinjol ini. Dua menegaskan, masalah pinjol sebenarnya mudah diatasi, jika pemerintah tegas dan berpihak pada rakyat.
“Korban Pinjol terus bermunculan karena dianggap sebagai solusi saat membutuhkan uang cepat tanpa ribet. Padahal, justru menyusahkan di kemudian hari dengan bunga yang tinggi dan penagihan yang tidak jelas,” kata Mufti, Rabu (18/12/2024), seperti dirilis dpr.go.id.
Dia mengakui Pemerintah telah menutup sejumlah pinjol ilegal. Tetapi lantaran pengawasan yang tidak ketat, tetap saja membuat pinjol-pinjol baru bermunculan.
“Tanpa pengawasan yang memadai dan sanksi yang tegas, akibatnya korban terus bermunculan. Pemerintah tak berdaya karena pinjol makin merajalela, rakyat menderita,” tuturnya.
Oleh karena itu, Politisi Fraksi PDI Perjuangan itu menilai pemerintah seharusnya secepatnya mengambil langkah yang lebih tegas, terkait pinjol karena semakin banyak masyarakat yang menjadi korban.
Pinjol, berdampak secara signifikan pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat, bahkan pada kasus kriminal.
“Berapa kali kita dengar ada kasus kekerasan bahkan hingga pembunuhan karena utang pinjol. Pemerintah seharusnya bisa melihat masalah pinjol ini merusak sendi-sendi kehidupan karena utang pinjol kerap membutakan nurani manusia,” papar Mufti.
Belum lagi, kasus-kasus yang membuat individu bahkan keluarga putus asa karena terlilit utang pinjol.
Baru-baru ini sekeluarga di Kediri, Jawa Timur, berusaha melakukan percobaan bunuh diri karena terjerat utang pinjol. Ayah, ibu, dan anak sulung selamat, namun anak yang masih balita meninggal dunia.
Sekeluarga bunuh diri karena masalah utang pinjol juga terjadi di Tangerang, Banten, dan bahkan dilakukan oleh beberapa guru.
Mufti menilai upaya peningkatan inklusi keuangan bagi masyarakat yang tidak bankable malah justru menyebabkan rakyat terperosok pada utang yang tidak pernah berhenti.
“Fenomena tersebut marak terjadi lantaran Pemerintah tidak menyediakan akses pinjaman yang baik bagi masyarakat yang sedang kesulitan. Akhirnya rakyat mengambil jalan keluar paling mudah ya ke pinjol,” sebutnya.
“Cukup nomor HP dan KTP maka kredit dengan bunga mencekik bisa diperoleh dengan mudah. Giliran bayar, nggak ada yang bisa dipakai bayar, lalu pinjam ke pinjol lain,” imbuh Mufti.
Tak sedikit masyarakat terjerat pinjol melakukan gali lubang tutup lubang yang membuat hutangnya semakin menumpuk. Mufti menyebut, seharusnya fenomena seperti ini bisa diputus bila ada kebijakan yang mendukung perekonomian rakyat.
“Banyak yang terjerat pinjol gali lubang tutup lubang, sampai pada titik nggak ada lubang yang bisa digali akhirnya menggali lubang untuk diri sendiri (bunuh diri),” tutur Legislator dari Dapil Jawa Timur II itu.
“Rakyat ini sejak pandemi Covid-19 hingga sekarang daya belinya turun, tapi pungutan Pemerintah dalam bentuk pajak terus meningkat. Akibatnya harga barang terus naik yang berdampak beban rakyat makin berat,” sambung Mufti.
“Kami menyesalkan kenapa regulasi mengenai pinjol ini belum juga siap karena masih banyak lubang di sana-sini. Tidak ada perbaikan sama sekali padahal korban sudah banyak, tidak hanya kehilangan harta karena bunga yang mencekik tapi kehilangan nyawa karena tidak sanggup membayar,” urainya.
Menegaskan, dirinya berharap pemerintah semestinya menyelesaikan persoalan dari tingkat dasar. Upaya ini, imbuhnya, menjadi krusial agar masyarakat tidak lagi nekat berhutang dengan bunga tak masuk akal.
“Sekarang ini kita semua menyaksikan banyak rakyat yang frustasi dan sebagian memilih bunuh diri, karena diteror oleh debt collector pinjol. Pemerintah ini seperti membiarkan pinjol tanpa pengawasan yang memadai, yang artinya banyak ruang gelap dan abu-abu yang dimanfaatkan pinjol,” tandas Mufti.
Perkuat Koperasi
Lebih lanjut Mufti Anam juga mengusulkan agar pemerintah mempermudah masyarakat untuk memperoleh layanan pinjaman yang ramah bunga.
Salah satu opsi yang layanan yang dia utarakan adalah peningkatan opsi inklusi keuangan dengan menggalakkan program-program koperasi kerakyatan.
“Dulu koperasi itu sangat membantu perekonomian masyarakat, tapi sekarang makin lama makin surut. Ini harusnya kembali dibumikan oleh pemerintah agar program koperasi kerakyatan kembali menjadi alternatif keuangan di tengah masyarakat,” kata Mufti.
Dia pun mengingatkan supaya pemerintah beserta lembaga terkait saling berkolaborasi untuk membuat peta jalan (roadmap) bersama guna memberantas dampak negatif dari pinjol.
“Tanpa ada pembatasan yang jelas dan roadmap pinjol, maka pinjol itu mati satu tumbuh seribu. Satu ditutup maka seribu pinjol muncul, artinya sama saja menyediakan banyak pilihan racun ke rakyat,” lanjut Mufti.
Dia juga meminta aparat penegak hukum (APH) terlibat aktif menindak secara tegas setiap kasus terkait pinjol, termasuk para pemilik layanan pinjol harus juga dikenai sanksi jika bermasalah.
Dirinya pun mengingatkan pemerintah untuk serius dan menempatkan masalah pinjol sebagai salah satu prioritas utama kerja sektor keuangan.
“Pemerintah harus bisa membatasi pinjol, terapkan aturan yang membatasi jumlah bank dengan aturan kecukupan modal dan lainnya. Jangan hanya operator dan pegawai kelas bawah saja yang diciduk aparat penegak hukum, yang piramida paling atas yaitu pemilik pinjol juga harus dijerat,” kata dia. (HS-08)