HALO SEMARANG – Para pengusaha yang bergerak dalam sektor migas, berharap kesenjangan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi dan nonsubsidi tak terlalu jauh. Karena kesenjangan itu, berpotensi menimbulkan penyiasatan untuk melakukan kecurangan bagi beberapa pengusaha. Misalnya di sektor industri, para pengusaha akan berupaya menggunakan BBM subsidi, meski dengan teknis pembelian yang ilegal. Begitu juga di sektor kelautan, akan banyak pemilik kapal yang akan menyiasati tingginya harga BBM industri dengan menggunakan BBM ilegal. Hal itu dikatakan Nova Widjoyo pemilik PT Dharma Sentanaputra, Minggu (27/1/2019).
Menurut pengusaha sektor minyak dan gas Kota Semarang ini, seandainya harga BBM industri tidak terpaut jauh dengan subsidi, maka perekonomian akan jauh lebih bagus. “Karena banyak sektor yang membutuhkan BBM industri ini, seperti nelayan, perusahaan, dan banyak sekotor riil lainnya,” kata pengusaha kelahiran 1 November 1974 ini.
Dirinya sebenarnya mengapresiasi kebijakan dan regulasi pemerintah tentang migas. Hanya saja perlu ada kebijakan lain yang berpihak pada pengusaha dan demi kesejahteraan masyarakat. Apalagi tahun ini, pemerintah akan membuka dua kilang minyak di Plaju dan Dumai menjadi kilang untuk memproduksi biodiesel dengan 100 persen berasal dari minyak sawit (B100).
Dirinya sangat berharap pada pemerintah, harga BBM industri bisa ditekan, sehingga industri bisa berjalan dan akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
“Dengan kesenjangan harga yang tinggi, malah memicu peredaran BBM ilegal. Ini tentu sangat merugikan negara,” tegasnya.
Sebagai informasi, tahun lalu Pertamina akhirnya meneken kerja sama pembangunan Kilang Bontang dengan Oman dan Jepang. Ini adalah untuk pertama kalinya sejak 20 tahun terakhir terdengar kembali rencana pembangunan kilang di Indonesia.
Pembangunan kilang minyak dengan kapasitas besar terakhir yang dilakukan pemerintah adalah pada tahun 1995, yakni sewaktu membangun Kilang Balongan dengan kapasitas 125 ribu barel per hari.
Resminya, Pertamina kini memiliki 6 kilang yang jika dijumlah kapasitas produksinya hanya mencapai 800 ribuan per hari. Ini jauh di bawah tingkat konsumsi bahan bakar minyak (BBM) nasional yang bisa mencapai 1,3 juta barel per hari.
PT Pertamina (Persero) juga telah menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi mulai Sabtu (5/1/2019). Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, kebijakan ini mengikuti turunnya harga rata-rata minyak mentah di dunia. Penyesuaian harga yang dilakukan Pertamina, diklaim telah sesuai dengan mekanisme dan peraturan yang berlaku.(HS)