HALO SEMARANG – Pemkot Semarang dituntut terbuka soal keberadaan klaster baru di tiga perusahaan yang ada di Kota Semarang. Hal itu disampaikan Zainal Abidin Petir, Wakil Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Jateng, Rabu (8/7/2020).
Menurutnya, sesuai UU 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, bahwa wabah penyakit merupakan informasi berkala. Artinya, kata Zainal Petir, pemerintah atau badan publik wajib menyampaikan informasi kepada masyarakat secara berkala perkembangan penyakit tersebut kepada publik.
“Pemkot Semarang harus terbuka dan transparan kaitan ditemukan klaster baru atas wabah virus corona (Covid-19) di tiga perusahaan besar. Wali Kota Semarang harus terbuka dan memyampaikan ke publik tiga nama perusahaan itu. Kalau ditutup-tutupi malah melanggar UU,” ungkap Zainal Abidin Petir, yang juga Komisioner Komisi Informasi Jateng.
Dikatakan, aturan itu diperkuat pasal 154 UU 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Yang isinya, pemerintah secara berkala menetapkan dan memgumumkan jenis dan persebaran penyakit yang berpotensi menular dan/atau menyebar dalam waktu singkat.
Serta menyebutkan daerah yang dapat menjadi sumber penularan.
“Jadi tidak ada alasan Wali Kota Semarang untuk tidak menyampaikan ke publik. Termasuk Pemerintah Provinsi, mestinya juga menyampaikan, perusahaan apa dan alamatnya mana. Jangan hanya getol pasar rakyat saja yang diumumkan,” kata Zainal Petir.
Sebagai informasi, klaster tiga perusahaan menjadi penyumbang kasus Covid-19 yang cukup besar di Kota Semarang. Hingga saat ini ada sekitar 300 orang yang terkonfirmasi positif dari klaster tersebut.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, Moh Abdul Hakam mengatakan, jumlah itu merupakan kasus di tiga perusahaan ditambah sebagian hasil tracking, atau penelusuran yang telah dilakukan petugas Dinkes.
Pihaknya masih terus melakukan tracking hingga ke rumah ataupun rumah kos dan lingkungan sekitarnya.
“Total dari perusahaan sekitar 300 orang. Itu dari tiga perusahaan dan sebagian hasil tracking,” ungkap Hakam, Rabu (8/7/2020).
Dia menceritakan, munculnya klaster perusahaan bermula dari adanya karyawan di tiga perusahaan tersebut masuk pasien dalam pengawasan (PDP) di rumah sakit.
Ternyata, mereka bekerja di pabrik. Kemudian petugas Dinkes melakukan penelusuran hingga akhirnya menemukan klaster baru di perusahaan.
“Jadi awal-awalnya penularan dari rumah atau kos-kosan. Kemudian dia kerja di pabrik menularkan yang lain. Ada yang sebagian PDP, cuma hampir 99 persen orang tanpa gejala (OTG),” ucapnya.
Lebih lanjut, Hakam menambahkan, mereka yang masuk dalam OTG mayoritas melakukan isolasi mandiri difasilitasi oleh perusahaan masing-masing. Sebagian ada yang melakukan isolasi di rumah dinas Wali Kota Semarang.
Adapun karyawan yang dinyatakan positif dari klaster perusahaan ini, sambung Hakam, tidak seluruhnya warga Kota Semarang.
“Di Perusahaan A sebetulnya banyak luar kota, tapi yang di perusahaan C paling banyak dari Kota Semarang,” bebernya.
Sementara, berdasarkan data Pemerintah Kota Semarang di laman siagacorona.semarangkota.go.id, total kasus positif Covid-19 di Kota Semarang sejak awal pandemi hingga Rabu (8/7/2020) siang, ada 2.218 orang dengan rincian 984 orang positif masih dalam perawatan dan perbaikan klinis, 1.019 orang telah sembuh, dan 215 orang meninggal.(HS)