in

Pemkab Blora Terus Perjuangkan Keadilan Dana Bagi Hasil Migas Blok Cepu

Tim Pemkab Blora, yang dipimpin Plt Bupati Blora, Tri Yuli Setyowati, baru-baru ini menghadiri undangan Kementerian Dalam Negeri, untuk membahas proporsi pembagian pendapatan DBH bagi Blora. (Foto : blorakab.go.id)

 

HALO BLORA – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blora akan terus berupaya memperjuangkan keadilan dalam pembagian Dana Bagi Hasil (DBH) Minyak dan Gas Bumi (Migas) Blok Cepu.

Hal itu disampaikan Plt Bupati Blora, Tri Yuli Setyowati, baru-baru ini ketika bersama jajaran Pemkab Blora,  menghadiri undangan di Kementerian Dalam Negeri untuk membahas proporsi pembagian pendapatan DBH bagi Blora.

Rapat tersebut dipimpin oleh Direktur Fasilitasi Transfer dan Pembiayaan Utang Daerah, Sumule Tumbo, dan dihadiri perwakilan dari Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Pembahasan berfokus pada upaya Pemkab Blora untuk mendapatkan keadilan dalam pembagian DBH sebagaimana yang telah dirintis mulai Juni 2024 oleh Bupati Blora dengan mengacu pada peraturan mengenai Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).

Pemkab Blora menyoroti posisi strategis Blora sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan daerah penghasil Migas di Bojonegoro, serta risiko eksternalitas negatif yang dihadapi Blora sebagai wilayah yang dekat dengan lokasi eksplorasi Migas.

Ini merupakan kali kelima Pemkab Blora melakukan audiensi dan diskusi dengan kementerian terkait untuk mencari solusi terkait pembagian DBH.

Salah satu dasarnya adalah Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2023 yang menyebutkan bahwa alokasi untuk kabupaten/kota yang berbatasan langsung dengan daerah penghasil Migas dihitung berdasarkan tingkat eksternalitas negatif yang dialami.

Gunawan Hendro, praktisi Migas dari Blora, menyampaikan bahwa Kabupaten Blora memiliki jarak perbatasan paling dekat dengan wilayah pengelolaan Migas di Bojonegoro dibandingkan daerah lain di Jawa Timur seperti Tuban, Lamongan, Nganjuk, Jombang, Madiun dan Ngawi.

“Risiko ini berbanding lurus dengan panjang dan kedekatan perbatasan dengan kepala sumur, yang tentunya berdampak pada Blora dalam bentuk eksternalitas negatif, seperti pencemaran udara dan pengurangan volume air Sungai Bengawan Solo,” ujarnya.

Imam Djoko dari Kementerian Keuangan menyatakan bahwa terkait eksternalitas negatif, pihaknya telah menyampaikan kepada Bappenas untuk dikoordinasikan dengan kementerian terkait.

“Kementerian Keuangan akan merumuskan pembagian, namun data teknis mengenai jarak dan eksternalitas negatif akan ditangani oleh kementerian terkait,” jelas Imam.

“Yang perlu kita mulai bahwa yang akan melakukan lead dalam penyediaan data itu siapa, lalu apabila data ini sudah tersedia harus diverifikasi dan validasi oleh kementerian/lembaga,” tambahnya.

Direktur BPKP juga menambahkan bahwa perhitungan terkait eksternalitas negatif membutuhkan peran aktif Kementerian Lingkungan Hidup dalam mengumpulkan dan memverifikasi data yang relevan.

“Yang menjadi concern kita ini yaitu pada perhitungan eksternalitas negatif. Sebenarnya ini mengarah pada Kementerian Lingkungan Hidup. Juga nanti untuk penentuan variabel yang lebih bebas terkait jarak dan lain lain, penting untuk melibatkan Kementerian lingkungan hidup,” ungkapnya.

Sebagai penutup, Sumule Tumbo menegaskan akan dilaksanakan rapat koordinasi lebih lanjut dengan kementerian terkait guna memastikan data dan variabel yang digunakan dalam penentuan persentase DBH Migas untuk Kabupaten Blora. (HS-08).

Mahfud Sodiq Pimpin DPRD Kendal 2024 -2029

Promosikan Produk Kerajinan Ungulan, Disdagperin Boyolali Ikuti Pameran Inacraft 2024