HALO SEMARANG – Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron meminta Pemerintah untuk memperjelas aturan barang mewah yang dikenai pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen, pada 2025 mendatang.
Dia mengatakan kenaikan PPN menjadi 12 persen ini, adalah amanat dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang sudah diputuskan oleh DPR bersama Pemerintah, pada 2022 lalu.
Pemerintah telah menetapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan mengalami kenaikan, dari 11 persen menjadi 12 persen, per Januari 2025 mendatang.
Usai menemui Presiden Prabowo beberapa waktu lalu, DPR menegaskan bahwa kenaikan PPN ini disasar hanya untuk pembelian barang mewah, dengan tetap mengecualikan layanan dasar bagi masyarakat, seperti sektor kesehatan, pendidikan, perbankan, kebutuhan barang pokok.
Walaupun begitu, Herman tetap mengingatkan adanya potensi dampak negatif terhadap daya beli masyarakat.
Penurunan daya beli ini, akan berimbas terhadap penyerapan sektor produktif, hingga penurunan minat terhadap investasi dan mengoreksi pertumbuhan ekonomi.
Karena itu, dia mendorong agar pemerintah melakukan kajian komprehensif dan mempertimbangkan berbagai aspek sebelum penerapan kebijakan tersebut.
“Meski disebut menyasar kepada pembelian barang mewah saja, saya tetap menanti penjelasan lebih lanjut dari pemerintah yang dikategorikan sebagai barang mewah serta turunannya dan substitusinya agar tidak terjadi kekeliruan,” jelas Politisi Fraksi Partai Demokrat itu, seperti dirilis dpr.go.id, pada Senin (9/12/2024).
Lebih lanjut, ia juga menilai pentingnya pemberlakuan diskresi, berupa pemberian insentif pajak pada sektor-sektor tertentu, seperti sembako, kepada masyarakat.
“Tapi kan belum ada penjelasan sampai hari ini,” kata dia.
Dia juga mengatakan bahwa kenaikan PPN menjadi 12 persen, harus diimbangi dengan insentif pada sektor-sektor tertentu.
Hal ini juga harus dijelaskan kepada publik, sebagai bentuk afirmative action pemerintah terhadap masyarakat.
“Misalkan karena ada kenaikan barang mewah 12 persen, misalkan PPN untuk sektor-sektor yang ini dibutuhkan publik diberikan insentif 3 persen kan bisa turun,” pungkasnya.
Dengan demikian, ia berharap pemerintah dapat mempertimbangkan masukan ini sebagai bentuk dukungan kepada masyarakat. (HS-08)