HALO SEMARANG – Jejak-jejak sejarah penjajahan Belanda di Indonesia, hingga kini masih dapat kita jumpai pada bangunan-bangunan kuno. Salah satunya adalah Benteng Willem I di Kecamatan Ambarawa, di Kabupaten Semarang.
Walaupun plester dindingnya banyak yang sudah mengelupas, namun benteng peninggalan masa penjajahan Belanda di RT 07 RW 03 Desa Lodoyong itu masih berdiri kokoh.
Seperti umumnya benteng-benteng Belanda, terdapat pula lorong-lorong, antara lain seperti yang terlihat dari tempat parkir. Ketua RT 07 Desa Lodoyong Mahmudi menjelaskan, warga sekitar menyebut bangunan itu sebagai ‘beteng pendem’ atau benteng terpendam.
Konon, saat pembangunannya, fondasi Benteng Pendem ditopang oleh balok-balok kayu jati berukuran besar.
“Ceritanya seperti itu, jadi bangunan ini layaknya kapal. Karena berdiri di tengah rawa,” kata dia, seperti dirilis jatengprov.go.id.
Pensiunan sipir Lapas Ambarawa itu menyebut, peruntukan benteng ini berubah seiring zaman. Pada awal pembangunannya, benteng ini sebagai barak, gudang logistik sekaligus penjara. Ketika Jepang menduduki Jawa, bangunan ini dijadikan sebagai tempat tahanan.
Seorang tokoh yang pernah ditahan di sini adalab seorang pejuang sekaligus ulama, yakni Kiai Mahfud Salam. Ia mendiami salah satu blok di Benteng Pendem, hingga akhirnya meninggal dunia dan dikebumikan di luar kompleks benteng.
“Ada kisah lain, saat pertempuran di Ambarawa atau Palagan Ambarawa yang dipimpin Jenderal Besar TNI Soedirman, kawasan ini direbut oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR),” ujar Mahmudi, baru-baru ini.
Kini, kompleks benteng pendem masih digunakan sebagai Lapas IIA Ambarawa, rumah dinas sipir dan tentara, sekaligus tempat wisata. Ada sekitar 77 orang yang menghuni lantai dua benteng pendem. Juga ada ratusan narapidana kriminal dan narkoba yang menghuni lembaga pemasyarakatan.
“Kalau mau ke Benteng Pendem, hanya bayar Rp 5.000 ribu per orang plus ongkos parkir. Setiap hari pasti ada pengunjung. Yang mengelola warga-warga yang tinggal di sini,” paparnya.
Menurut Mahmudi, nama benteng ini diambil dari nama Raja Belanda Willem Frederik Prins Vans Oranje-Nassau (1815-1840). Perlu 11 tahun (1834-1845) dengan ribuan pekerja, untuk menyelesaikan barak sekaligus gudang logistik yang mampu menampung 12.000 prajurit itu.
Keterangan Mahmudi, juga dikuatkan dengan penelitian ilmiah dari Jurnal ‘Ruang’ milik Universitas Diponegoro, pada 2016. Selain menampung serdadu, tempat ini juga untuk menyimpan logistik perang, mulai dari peluru, bedil, meriam, hingga kendaraan berat.
Adapula, kebutuhan makanan bagi ribuan narapidana yang ditahan di benteng itu.
“Bisa dibilang, benteng ini pusatnya logistik. Ada tank, peluru sampai makanan. Akses dari Ambarawa kan gampang jadi bisa kemana-mana dari sini, menggunakan kereta api,” paparnya.
Menurut Mahmudi, Benteng Pendem ramai dikunjungi warga setiap hari. Puncaknya pada libur akhir pekan atau libur nasional. Kebanyakan, mengambil foto diri berlatar gedung kuna.
Untuk menuju lokasi benteng, dapat melalui Pasar Projo Ambarawa Jl. Jend. Sudirman, kemudian ambil arah barat di Jl. Bawen – Ambarawa menuju Jl Dr. Cipto sejauh 400 m. Dari tempat itu kemudian belok sedikit ke kiri menuju Jl. Brigjend Sudiarto sejauh 1,0 km, untuk kemudian belok kiri ke Jl. RA. Kartini melalui Koramil 09/ Ambarawa (di kiri) sejauh 600 m. Dari tempat itu kemudian belok kanan sejauh 53 m, belok kanan lagi sejauh 58 m, dan belok kiri sejauh 260 m.
Lebih lanjut Mahmudi menuturkan, dibalik keelokan Fort Willem I, tersimpan misteri yang hingga kini masih menyelimuti. Bagi mereka yang memiliki indera keenam, tempat itu layaknya kerajaan lelembut.
“Kalau orang yang bisa melihat, di sini itu kerajaannya. Ada penampakan orang dengan luka di sekujur tubuh, merintih dan meminta tolong. Intinya, mereka mau didoakan,” terang Mahmudi.
Hal itu menurutnya, merupakan gambaran dari masa pembangunan Fort Willem yang banyak melibatkan warga sekitar. Saat ini banyak pekerja mengalami kekerasan hingga tewas.
Menurut Mahmudi, jika ada penghuni baru di lingkungan RT 07, selalu saja ada yang ‘memperkenalkan diri’. Bentuk perkenalan itu bermacam-macam, mulai dari dijahili hingga menampakkan wujud.
“Istri saya dulu pernah dilihatkan, seperti ada orang yang masuk menuju rumah saya. Tapi ternyata tidak ada. Bahkan ada yang menyaru jadi salah satu warga, persis sekali. Dulu juga ada yang berkemah kemudian kesurupan,” paparnya.
Kesan horor Benteng Pendem Ambarawa, tak menjadikan pesonanya luntur. Pada 2013 silam, tempat ini pernah dijadikan lokasi syuting film arahan Hanung Bramantyo berjudul ‘Soekarno’. Pertimbangannya, karena struktur bangunan yang masih asli dan kokoh khas negeri Kincir Angin.
Seorang pengunjung Indrawati, mengaku senang berkunjung ke Benteng Pendem. Ia mengaku sudah kali keempat mengunjungi lokasi ini bersama teman-temannya.
“Karena konon ini bersejarah sebagai penjara ketika kita dijajah Belanda. Harapannya, lebih banyak disediakan tempat sampah dan mohon kesadaran dari pengunjung,” ujarnya.
Selain itu pada masa pandemi covid-19 saat ini, setiap orang yang datang ke tempat itu harus menerapkan protokol kesehatan, termasuk dengan tetap memakai masker.(HS-08)