in

Hanya Bisa Bertahan, Pengusaha Rumah Makan hingga Wisata Keluhkan Kenaikan Harga LPG

Puluhan tabung LPG di Agrowisata Tirto Arum Baru Kendal ukuran 12 kilogram, yang dalam satu bulan membutuhkan 70 tabung.

HALO KENDAL – Kenaikan harga Liquid Petroleum Gas (LPG) atau biasa disebut dengan “elpiji” nonsubsidi, membuat para pengusaha hotel, restoran, kafe (horeka) dan wisata hanya bisa mengeluh dan mencoba bertahan.

Pasalnya di awal tahun 2022 ini gas non subsidi sudah mengalami kenaikan harga hingga dua kali, dengan kenaikan mencapai Rp 12 ribu per tabung.

Namun untuk gas ukuran tiga kilogram yang bersubsidi sendiri tidak mengalami kenaikan harga.

Kenaikan harga juga terjadi pada isi ulang tabung gas ukuran 5,5 kilogram, yang tadinya cuma Rp 76 ribu kini naik menjadi Rp 88 ribu per tabung.

Sedangkan untuk ukuran12 kilogram mengalamai kenaikan hingga Rp 24 ribu, yang tadinya cuma Rp 163 ribu, kini menjadi Rp 187 per tabung.

Hal tersebut membuat para pengelola hotel dan objek wisata yang menyediakan restoran, rumah makan maupun kafe merasakan dampaknya. Namun mereka mengaku pasrah dan mencoba untuk bertahan.

Seperti diungkapkan General Manager Agrowisata Tirto Arum Baru Kendal, Sri Sarwo Utomo. Menurutnya dampak kenaikan harga gas kali ini memang sangat dirasakan. Pasalnya kenaikan LPG nonsubsidi bersamaan dengan kenaikan harga komoditi lainnya.

“Ya karena bareng dengan kenaikan komoditi lain. Seperti minyak goreng, harga murah tapi barang tidak ada. Kemudian di sembako ada cabe, bawang merah, telur, daging ayam maupun daging sapi semua mengalami kenaikan,” ungkapnya, Jumat (4/3/2022).

Utomo yang juga menjabat pengurus Kadin dan PHRI Kabupaten Kendal tersebut mengaku, para pengusaha saat ini hanya bisa bertahan. Bahkan sudah dua tahun selama pandemi ini mereka juga bertahan.

“Sudah banyak pengusaha kuliner besar di Kabupaten Kendal tidak kuat bertahan dan gulung tikar akibat pandemi. Kita serba salah, mau naikkan harga saat ini tidak mungkin, apalagi mau mengurangi ukuran atau porsi. Solusi kami ya hanya bertahan, sekuat mungkin,” ujarnya.

Utomo menambahkan, saat ini yang bisa dilakukannya adalah mengurangi margin atau keuntungan. Yang mungkin biasanya sepuluh persen, sekarang hanya lima persen saja marginnya.

“Kalau di tempat kami penggunaan gas dalam satu bulan rata-rata 70 tabung isi 12 kilogram. Dengan kenaikan Rp 24 ribu, berarti pengeluaran kami bertambah. Belum lagi adanya kenaikan bahan pokok lainnya,” paparnya.

“Kami berharap pemerintah bisa mengkaji ulang kenaikan harga gas nonsubsidi ini. Syukur-syukur bisa diturunkan,” imbuh Utomo.

Terpisah, Agen LPG PT Kerja Kendal, Budi mengatakan, untuk gas nonsubsidi sudah mengalami kenaikan harga sejak bulan Januari dan Februari 2022.

Hal tersebut yang membuat penjualan LPG nonsubsidi mengalami penurunan. Terutama untuk ukuran 12 kilogram. Sehingga lanjut Budi, di tempatnya untuk stok LPG ukuran tersebut tidak masalah.

“Ya ini sama ketika ada kenaikan kemarin. Namun setelah dua minggu biasanya kembali nomal,” jelasnya.

Sedangkan untuk gas melon (tiga kilogram), imbuh Budi, saat ini tidak ada pengurangan maupun penambahan stok.

“Apalagi rumah makan, hotel resto dan tempat wisata, menggunakan yang 12 kilogram,” lanjut Budi.

Sementara itu, pengelola Resto Mamika Barbeque Weleri, Vira Auliana mengungkapkan, kenaikan harga gas ini usahanya tidak terkena dampak.

Sebab menurutnya, di tempat usahanya tidak mengandalkan gas ukuran besar. Para pembeli memasak sendiri di tungku dengan ukuran gas mini kaleng hi-cook.

“Ya alhamdulillah di tempat kami tidak terdampak kenaikan gas. Karena pembeli disini memasak sendiri dihi-cook, jadi pake gas mini kaleng. Ya terdampaknya mungkin langkanya minyak goreng saja,” ungkap Vira. (HS-06).

Operasi Keselamatan Lalu Lintas, Polres Pekalongan Akselerasi Vaksinasi

Dinkes Kota Semarang: Tren Kasus Menurun, Taat Prokes Masih Jadi Kunci Cegah Covid-19