HALO SEMARANG – Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip), dr. Yan Wisnu mengakui memang ada tradisi senioritas yang terjadi di lingkungan Program Pendidikan Dokter Sepesialis (PPDS) RSUP Kariadi Kota Semarang.
Wisnu mengatakan, jika tindakan senioritas yang dilakukan bukan seperti pemukulan atau kekerasan dari senior ke junior. Melainkan dipaksa membayar iuran wajib hingga beban jam kerja yang lebih panjang.
Wisnu menjelaskan, iuran yang harus disetorkan ke senior diketahui mencapai Rp 20 hingga 40 juta per bulan selama satu semester. Uang ini digunakan untuk kebutuhan senior seperti makan dan kebutuhan akomodasi lainnya.
“Jadi kalau di Anestesi di semester satu mereka perbulan satu orang 20-40 juta untuk enam bulan pertama. Untuk gotong royong konsumsi, tapi nanti ketika jadi semester dua nanti gantian yang semester satu terus begitu. Jadi semester dua tidak itu lagi. Jadi mereka maksudnya ingin gotong royong bergantian, tapi dilihat di luar tetap tidak adil, majority untuk makan, mungkin 2/3nya mereka loading kerja berat kita makan tiga kali sehari,” ujar dr. Yan Wisnu di Undip, Jumat (13/7/2024).
“(Terkait diminta bayar kredit mobil) mungkin itu kasus di universitas lain, jadi mereka memenuhi kebutuhan manusiawi mereka cukup besar, kalau di sini untuk operasional mereka sewa mobil, menyewa kos dekat RS (rumah sakit) terkait dengan operasional,” lanjutnya.
Dirinya menyebut, ada sekitar 17 mahasiswa kedokteran Undip sudah menyampaikan informasi ini ke tim investigasi. Mereka juga mengeluh beban kerja yang diberikan dari mentornya.
“Jam kerja itu karena terikat pelayanan RS, jadi dokter bekerja kalau ada jadwal pelayanan, tapi masalahnya anestesi melekat di semua layanan operasi di RS. 24 jam, ini harus saya lihat lebih dalam kenapa tidak bisa dibikin sistem shift, kalau jumlah SDM-nya banyak bisa dibikin shif, jadi ini harus dilihat lebih jauh apakah 84 mahasiswa plus 20 dokter itu tidak bisa membagi, itu perlu pendalaman,” imbuhnya. (HS-06)