in

Cerita Petugas Coklit Kendal yang Harus Menemui Banyak Warga di Masa Pandemi

Haifanny Hillal bersama Panwas Bandengan, Endro saat melakukan pencocokan data pemilih di Ketua RT 04 RW 01, Kelurahan Bandengan, Kamdi, Sabtu (18/7/2020).

 

HALO KENDAL – Waktu menunjukkan jam 8 pagi, Haifanny Hillal (20) sudah bersiap keluar rumah. Memakai pakaian rapi dia bersiap melaksanakan tugas Panitia Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) atau Petugas Pencocokan dan Penelitian (Coklit) data pemilih di Pilkada Kendal 2020.

Tanda pengenal dan atribut bertuliskan ‘Petugas PPDP’ dipakainya. Tak lupa alat pelindung diri (APD) lengkap seperti pelindung wajah, sarung tangan, hand sanitizer dan topi tak lupa ia kenakan.

Sambil membawa tas berisi sejumlah berkas, Haifanny atau yang akrab disapa Fanny berjalan menuju kantor Kelurahan Bandengan, Kecamatan Kendal untuk mengikuti apel beserta petugas coklit laim.

Kemudian setelah itu, dia datangi rumah warga satu per satu. Melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) data warga RT 1, 3 dan 4 di RW 1, Kelurahan Bandengan.

“Menjadi petugas PPDP atau dikenal dengan petugas coklit baru pertama kali saya lakukan. Sejak Rabu (15/7/2020) saya sudah mulai jalan dan hari ini kegiatan coklit serentak dilaksanakan,” katanya.

Menurutnya, semua petugas coklit sebelum terjun ke lapangan diberi pengarahan di balai atau kantor kelurahan/desa. Banyak hal dibahas. Bukan hanya pengisian data, tetapi hal teknis agar diterima warga saat bertugas.

“Setelah mendapatkan pengarahan, petugas coklit dibekali data Daftar Pemilih Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kendal 2020. Data berasal dari KPU, kemudian data ini disaring berdasarkan kriteria pemilih,” terangnya.

Proses seleksi data inilah tugas para pengecek data atau petugas PPDP, untuk memverifikasi data jumlah pemilih setelah melewati serangkaian proses.

Dari rumah ke rumah, Fanny mencocokkan dan meneliti untuk membandingkan data tersebut dengan temuannya di lapangan.

Dirinya meminta warga menunjukkan kartu keluarga (KK) dan kartu tanda penduduk (KTP). Dari situ dia akan mencocokkan dengan form dimiliki.

“Ada dua kategori dari data setelah dilakukan pencocokan. Data memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat,” ujarnya.

Dijelaskan, data memenuhi syarat yakni memenuhi syarat sebagai pemilih, pemilih tinggal, dan akan memilih di tempat tersebut, serta pernyataan keluarga jika yang bersangkutan tidak bisa ditemui saat proses pencocokan data.

“Sementara data tidak memenuhi syarat yakni, pemilih meninggal, ber-KTP ganda, di bawah umur 17 tahun saat pemilihan, pindah tempat tinggal dan tidak dikenal,” ungkapnya.

Tahapan ini tidak mudah dijalani. Menurutnya, memang hanya mencocokkan data sekitar 463 pemilih. Namun, ini tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat.

Setidaknya, menyelesaikan ini minimal butuh waktu sekitar 20 hari kerja dari 1 bulan tenggat waktu yang diberikan. Setiap rumah didatangi, tak lantas bisa dilakukan pencocokan data.

Ada saja hal membuat dia harus bolak-balik ke rumah yang sama. Mulai dari rumahnya kosong, orang dicari tidak ada, dan sebagainya. Fanny bahkan harus sampai 2-3 kali datang agar bisa bertemu dengan tuan rumah.

Selain itu, dia juga kerap mendapati rumah warga dengan KK lebih dari satu. Ini cukup menguras tenaga, karena harus menunggu atau kembali lagi di lain waktu untuk bisa menemui orang yang dimaksud.

“Jadi petugas coklit enggak susah, cuma harus sabar,” katanya.

Fanny terbilang beruntung. Dia tak pernah mendapatkan penolakan dari warga saat bertugas, apalagi pada masa pandemi ini.

“Alhamdulillah lancar hari ini tanpa ada halangan,” ungkap Fanny.

Dirinya mengaku di lapangan kerap mendapati warga pindah tak lapor. Sehingga dia harus berkali-kali datang ke tempat yang sama dengan hasil yang nihil.

“Yang susah itu kalau ada warga pindah tanpa jejak,” imbuhnya.

Sebab, kata Fanny, dia tidak tahu harus mengonfirmasi kepada siapa jika warga yang dimaksud juga tidak melaporkan kepindahannya kepada aparat setempat. Misalnya RT, RW atau kelurahan setempat.

Setelah melakukan pendataan, dirinya akan menempelkan stiker di tiap pintu rumah. Sebagai tanda rumah tersebut telah dicoklit.

Ini juga mempermudah kerja panwas untuk mengawasi kerja petugas coklit. Sebab, petugas coklit melakukan tugasnya sendiri tanpa didampingi panwas.

“Saya kerja sendiri, kalau panwas ngecek saja. Paling nanti dia tanya kenapa wilayah ini tidak ada stikernya. Saya tinggal bilang belum sampai sana,” kata Fanny mencontohkan.

Dalam menjalankan pencocokan data, Fanny telebih dahulu meminta izin ketua RT di wilayah yang akan didatangi. Hal ini dilakukan sebagai pelaporan kepada pimpinan wilayah setempat untuk mencocokkan data pemilih pilkada.

“Saya minta izin atau kulonuwun (permisi-red), jika akan melakukan pencocokan dan penelitian data pemilih di wilayah RT tersebut,” pungkasnya.

Sementara itu Ketua RT 04 RW 01 Kelurahan Bandengan Kendal, Kamdi mengaku, dirinya ikut membantu kegiatan petugas PPDP yang melakukan pencocokan data di wilayahnya.

“Ya saya ikut membantu pencocokan data pemilih. Karena ada warga yang sudah meninggal dunia dan pindah domisili, tapi namanya masih terdaftar di data,” ujarnya.(HS)

Mensos Juliari Ajak FBR Jadi Agen Perubahan Disiplin Protokol Kesehatan di Era New Normal

Tantangan Dunia Pendidikan di Masa Pandemi, Prof Muladi: Utamakan Kuailitas Pembelajaran