HALO KENDAL – Tak dipungkiri, penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berdampak besar pada sektor ekonomi. Hal ini juga diperparah dengan kebijakan pemerintah dalam membuat aturan terkadang membingungkan pengusaha kecil.
Salah satu contoh, warga dilarang berkerumun dan usaha yang dibatasi waktu operasionalnya.
Aturan ini dinilai membingungkan bagi masyarakat.
Seperti yang dirasakan oleh Sutomo, salah satu pelaku usaha konveksi pakaian khusus wanita di Desa Gempolsewu, Kecamatan Rowosari, Kendal.
Sutomo atau yang akrab disapa Tomo mengaku, dalam kondisi sekarang ini omzet yang ia dapat turun drastis. Mencapai 50 persen dibanding sebelum pandemi.
“Sebelum pandemi omzet dalam seminggu rata-rata mencapai Rp 40 juta hingga Rp 45 juta. Namun sekarang, omzet maksimal hanya sekitar Rp 20 jutaan, bahkan, kadang cuma Rp 15 jutaan perminggu. Ini akibat pangsa pasar di Thamrin dan Pasar Tanah Abang Jakarta kesulitan armada pengangkutan di tengah pandemi,” terang Tomo kepada halosemarang.id, Rabu (27/1/2021).
Namun demikian, dirinya mengaku masih tertolong dengan adanya penjualan online. Karena menurutnya, saat ini untuk penjualan lebih banyak melalui online daripada offline.
“Saat ini kami hanya fokus membuat pakaian wanita, dengan mengikuti tren. Karena untuk fashion wanita masih banyak laku di pasaran. Baik untuk anak-anak remaja maupun dewasa,” ungkap Tomo.
Untuk itu dirnya berharap, pemerintah bisa memberikan kebijaksanaan jika ingin perekonomian di Indonesia bangkit kembali.
Dengan cara memperlunak aturan bagi pelaku usaha. Namun, urusan protokol kesehatan terus dijalankan.
“Saat ini, usaha seperti kami, masih bisa bertahan saja sudah untung. Artinya masih bisa memberdayakan masyarakat untuk kerja. Karyawan kami ada 30, kalau sampai usaha saya berhenti, maka ada 30 orang yang kehilangan pekerjaan dan pendapatan, belum lagi anak dan istrinya,” pungkasnya.(HS)