
BERBAGAI bentuk kepedulian terhadap sampah telah banyak dilakukan oleh masyarakat. Salah satunya menjadikan sampah yang tak berharga dikreasikan menjadi produk yang bernilai.
Saat orang lain tidak memperhatikan sampah, dengan dibuang begitu saja, justru terbalik yang dilakukan Ika Yudha, warga Kelurahan Krobokan, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang.
Ia menepis anggapan buruk masyarakat tentang sampah selama ini. Direktur Utama Bank Sampah Resik Becik Semarang ini membuktikan bahwa sampah dapat dikelola menjadi suatu produk yang memiliki kualitas.
“Kami berupaya untuk menambah nilai, dari seluruh sampah yang diasumsikan bahwa sampah itu sudah tidak berharga. Kami kreasikan sampah menjadi produk yang layak pakai. Jadi yang semula dianggap tidak berharga, kemudian bisa naik derajatnya,” katanya, saat ditemui halosemarang.id di rumahnya Jalan Cokrokembang, Kelurahan Krobokan, Sabtu (17/7/2021).
Bersama ibu-ibu di sekitarnya, ia memiliki kesamaan dalam hal bakat membuat keterampilan. Selanjutnya, tercetuslah Bank Sampah Resik Becik pada 15 Januari 2012 silam.
Dikatakannya, tujuan didirikan bank sampah tersebut merupakan salah satu upaya mengurangi tumpukan sampah di lingkungan sekitar, hingga sebagai tempat menyuplai bahan baku sampah untuk dikreasikan.
“Dibentuk bank sampah yaitu untuk mengurangi tumpukan sampah. Akhirnya kami ajak masyarakat untuk menabung sampahnya ke sini,” katanya sembari menunjukkan produk olahan sampah.
Diungkapkannya, tercatat sebanyak 500 orang tergabung menjadi anggota nasabah. Terdiri dari nasabah aktif yang sering menabung, dan nasabah pasif yang hanya beberapa saat menabung atau baru sekali.
“Sekitar 25 persen nasabah yang masih aktif. Sisanya adalah nasabah pasif. Tiap bulan dapat terkumpul 300 kg hingga 500 kg sampah, baik organik dan non organik,” ungkap Ika sambil memilah sampah yang akan dikreasikan menjadi tas.
Ia tidak membatasi waktu pencairan tabungan sampah. Nasabah dapat mencairkan menjadi uang setiap saat.
“Bervariasi, paling cepat satu bulan hingga paling lama setahun baru dicairkan,” ujarnya.
Bentuk produk kreasi Bank Sampah Resik Becik, sambungnya, telah mencapai sekitar 50 jenis. Bahkan, tiap bulan selalu ada variasi produk baru.
“Kami terus belajar mengembangkan kreasi, variasi selalu ada tiap bulannya walau sekadar modifikasi,” ucapnya.
Seringkali ia memasarkan hasil kreasi olahan sampah tersebut ketika ada suatu event. Beragam jenis yang ditawarkan, mulai dari harga Rp 3.500, sampai Rp 750 ribu.
Untuk saat ini, Ika sedang mengembangkan kreasi olahan dari bahan-bahan organik. Seperti pembuatan eco enzyme atau jenis fermentasi limbah organik dapur seperti ampas buah dan sayuran, dan mendaur ulang minyak jelantah menjadi sabun cuci.
Tujuan lain dari berdirinya Bank Sampah Resik Becik adalah mengajak masyarakat untuk cinta terhadap lingkungan. Baginya, minimal mengapresiasi produk olahan dari sampah.
“Kesadaran terhadap lingkungan itu penting bagi keberlangsungan kehidupan. Mungkin dengan mengapresiasi produk kami itu salah satu caranya,” terangnya.
Ia menyebut, penamaan Bank Sampah Resik Becik memiliki arti yang diambil dari Bahasa Jawa, yaitu resik adalah bersih, dan becik berarti baik.
“Resik becik makna kepanjangannya yaitu gerakan bersih dan kreatif, bersama ciptakan kemakmuran,” paparnya.(HS)