HALO SEMARANG – Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (Kemenko PM) RI terus mendorong pemerintah daerah turut aktif dalam upaya percepatan renovasi dan rekonstruksi bangunan pondok pesantren.
Sebab, dalam hal ini baik pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, memiliki peran yang signifikan, salah satunya dalam percepatan kepemilikan Perizinan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) bagi pesantren.
Hal itu disampaikan, Deputi Bidang Koordinasi Pemberdayaan Masyarakat Desa, Daerah Tertinggal, dan Daerah Tertentu Kemenko PM, Abdul Haris dalam Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) untuk Percepatan Renovasi dan Rekonstruksi Bangunan Pesantren di Provinsi Jawa Tengah, di Hotel Padma Semarang pada Jumat (21/11/2025).
Dalam Rakorda ini juga dihadiri dari kementerian teknis lainnya, seperti Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Agama, dan Kementerian Dalam Negeri, serta Sekretaris Daerah dan Kepala Dinas terkait se-Provinsi Jawa Tengah.
“Pasca peristiwa ambruknya Pondok Pesantren Al Khoziny di Kabupaten Sidoarjo, disusul Pesantren Syafi’iyah Syekh Abdul Qodir Jaelani di Kabupaten Situbondo, pemerintah bergerak cepat untuk memitigasi agar kejadian tersebut tidak berulang lagi dengan melakukan percepatan audit bangunan pesantren yang ditindaklanjuti dengan proses renovasi dan rekonstruksi berdasarkan hasil audit tersebut,” terang Haris.
Haris menambahkan, bahwa Rakorda ini penting untuk menyelaraskan visi dalam pelaksanaan percepatan renovasi dan rekonstruksi bangunan pesantren di daerah.
Saat ini, lebih dari 42 ribu bangunan pondok pesantren (Ponpes) berdiri di seluruh Indonesia. Sedangkan menurut data Education Management Information Systems (EMIS), Provinsi Jawa Tengah memiliki 5.346 pondok pesantren, menempati peringkat ke-4 setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Banten.
Di sisi lain, jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah tercatat sebanyak 3,37 juta orang, terbanyak setelah Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat. “Berdasarkan hal tersebut, sesuai dengan fungsi strategis pesantren dalam pemberdayaan masyarakat, keberadaan pesantren tersebut perlu dioptimalkan dalam penurunan kemiskinan dan penghapusan kemiskinan ekstrem,” ungkap Haris.
Direktur Bina Penataan Bangunan Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, Wahyu Kusumosusanto mengatakan, bahwa PBG dan SLF merupakan instrumen pengendalian pembangunan gedung untuk memastikan pemenuhan standar teknis bangunan sesuai ketentuan tata bangunan dan keandalan bangunan.
“Pemerintah daerah memiliki peran strategis, di mana dengan otoritasnya dalam penerbitan PBG dan SLF, Pemerintah kabupaten/kota dapat melakukan percepatan kepemilikan PBG dan SLF bagi pesantren,” ujar Wahyu.
“Sedangkan audit untuk tahap pertama ini pada 80 bangunan ponpes. Sedangkan di Jawa Tengah, hasil audit sementara baru di 19 ponpes dengan 431 unit bangunan. Termasuk audit pada 4 aspek yakni struktur, arsitektur,MEP (Mekanikal, Elektrikal, dan Plumbing), dan air minum dan sanitasi. Dan dari 19 Ponpes yang diaudit ini baru 6 persen yang memenuhi kaedah struktur,” lanjutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Subdirektorat Wilayah II Direktorat Infrastruktur Dukungan Perekonomian, Peribadatan, Kesehatan, Olahraga, dan Sosial-Budaya Direktorat Jenderal Prasarana Strategis Kementerian Pekerjaan umum, Dendy Kurniadi mengatakan, legalitas badan hukum yayasan dan lahan juga perlu diupayakan untuk memastikan kelancaran proses renovasi dan rekonstruksi bangunan pesantren.
Dikatakan Dendi, adanya hal itu, memudahkan nantinya dalam pelaksanaan pembangunan gedung yang lebih efisien dan tentunya akan menerapkan bangunan ramah lingkungan, dan perawatannya lebih rendah.
Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah II Kementerian Dalam Negeri, Suprayitno juga menekankan, bahwa Kemendagri berperan dalam pembinaan Pemerintah Daerah untuk mendukung penyelenggaraan infrastruktur pesantren, seperti sosialisasi dan fasilitasi pengurusan PBG dan SLF.
Hal ini, senada dengan Kepala Subdirektorat Pendidikan Salafiyah dan Kajian Kitab Kuning Pesantren Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, Yusi Damayanti yang mengatakan, bahwa proses percepatan ini dapat mendukung fungsi pesantren dalam pemberdayaan masyarakat.
“Ini upaya kuta agar ponpes yang ada ikut berkolaborasi dengan masyarakat sekitar membangun ekosistem perekonomian untuk kesejahteraan,” katanya.
Dalam penutupan Rakorda, Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Ekonomi dan Digitalisasi Kemenko PM, Sugeng Bahagijo juga menyampaikan, bahwa komitmen serius pemerintah pusat dalam renovasi dan rekonstruksi bangunan pesantren. Pemerintah daerah harus mengambil peran penting dalam upaya pemberdayaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerahnya.(HS)


