in

Menteri PPPA Ajak Mahasiswa Berani Laporkan Tindak Kekerasan di Kampus

 

HALO SEMARANG – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, mendorong perguruan tinggi di seluruh Indonesia, untuk berkomitmen mewujudkan lingkungan akademik yang inklusif, setara, dan bebas dari kekerasan.

Ajakan itu disampaikan Menteri PPPA Arifah Fauzi, saat memberikan sambutan dalam kegiatan Deklarasi Komitmen Bersama Universitas Trunojoyo Madura (UTM) dan masyarakat Madura bertajuk “Siap Membangun Kampus Anti Kekerasan dan Masyarakat Inklusif, di UTM, Jawa Timur, Minggu (25/10/2025).

Menteri PPPA menyebutkan berdasar survei Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi tahun 2020, tercatat 77 persen dosen menyatakan bahwa kekerasan seksual pernah terjadi di lingkungan kampus, namun 63 persen di antaranya tidak pernah dilaporkan.

Menurut dia, temuan ini harus menjadi alarm bersama bahwa ruang intelektual pun belum sepenuhnya terbebas dari kekerasan dan ketimpangan.

“Kita tidak boleh menutup mata, karena diam berarti membiarkan kekerasan terus hidup di sekitar kita,” kata Arifah Fauzi, Siaran Pers yang dirilis kemenpppa.go.id.

Menteri PPPA minta seluruh civitas academica saling menjaga dan berani melaporkan setiap bentuk kekerasan.

“Terkait penanggulangan kekerasan di kampus, sudah ada regulasinya yakni Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 55 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi. Setiap kampus memiliki Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS),” kata dia.

Dia kemudian menyampaikan terkait Satgas PPKS. Dia menegaskan jika ada yang melihat, mengetahui, atau mengalami kekerasan, Satgas PPKS akan membantu korban mendapatkan perlindungan.

Namun demikian diakuinya masih banyak yang belum berani berbicara atau ragu untuk melapor, ketika mengalami kekerasan.

“Kita harus mendorong masyarakat untuk berani melaporkan kekerasan, karena dengan cara itu kita dapat menyelamatkan para korban sekaligus menegakkan keadilan bagi pelaku,” jelas Menteri PPPA.

Menteri PPPA memberikan apresiasi kepada UTM, yang sejak tahun 2021 telah membentuk Satgas PPKS dan kini telah berkembang menjadi Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (Satgas PPKPT).

Langkah ini merupakan perwujudan moral kampus, dalam melindungi martabat setiap mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan, sekaligus menjadi bukti nyata kolaborasi antara pemerintah dan dunia pendidikan untuk menciptakan ekosistem yang bebas dari kekerasan dan diskriminasi.

Sementara itu, Anggota Komisi VIII DPR RI, Ansari turut menekankan upaya perlindungan kekerasan khususnya di ranah daring.

Ansari menilai berbagai bentuk kekerasan digital seperti pelecehan, penyebaran konten pribadi, grooming, hingga pencurian data, semakin sering terjadi dan menimbulkan trauma serius bagi korban, terutama perempuan dan anak.

“Komisi VIII memiliki peran dan tanggung jawab dalam menjaga ruang digital yang aman dan adil bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama perempuan dan anak,” kata dia.

Pihaknya akan terus bersinergi bersama kementerian/lembaga terkait, termasuk penegak hukum dan Kemen PPPA, agar setiap kasus dapat ditangani dengan cepat dan tuntas sampai ke akar masalah.

“Dari sisi regulasi, kami juga mengawal penyempurnaan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan UU ITE, agar tidak disalahgunakan dan tetap efektif melindungi korban kekerasan di ruang digital,” ujar Ansari.

Bupati Kabupaten Bangkalan, Lukman Hakim yang turut hadir dalam kegiatan ini menyatakan pihaknya melibatkan berbagai lapisan masyarakat untuk pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

“Angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Bangkalan cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun,” kata dia.

Maka dari itu dia mengajak berbagai pihak untuk menyuarakan keadilan, agar perubahan benar-benar terjadi.

Pihaknya juga mendorong organisasi perempuan seperti Muslimat Nadhatul Ulama (NU) untuk mengedukasi masyarakat dan mengajak perempuan berani bicara, jika mengalami kekerasan.

“Kami juga memiliki program Sekolah Orang Tua hebat yang sampai saat ini sudah dilaksanakan di 104 desa. Melalui acara ini kami ingin menegaskan komitmen pemerintah Kabupaten Bangkalan mewujudkan kesetaraan gender dalam seluruh aspek pembangunan daerah,” ungkap Lukman.

Rektor Universitas Trunojoyo Madura, Safi turut menegaskan dukungan UTM terhadap upaya pencegahan kekerasan di lingkungan kampus.

Ia menyatakan bahwa UTM akan terus memperkuat edukasi dan kolaborasi dengan pemerintah pusat maupun daerah untuk mewujudkan kampus yang aman, inklusif, dan bebas kekerasan.

Pada kesempatan ini juga dilakukan penandatangan Nota Kesepahaman tentang Pelaksanaan Tridarma Perguruan Tinggi dalam Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak antara Kemen PPPA dan Universitas Trunojoyo Madura.  Adapun ruang lingkup Nota Kesepahaman yang ditandatangani oleh Sekretaris Kementerian PPPA dan Rektor Universitas Trunojoyo Madura, berisi:

 

  1. pendidikan yang responsif gender dan hak anak;
  2. penelitian terkait pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
  3. pengabdian kepada masyarakat tematik pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
  4. pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak termasuk tindak pidana perdagangan orang; dan

e. kerja sama bidang lain yang disepakati para pihak. (HS-08)

Bahas Perdamaian Dunia, Ribuan Tokoh Dunia Hadiri “Daring Peace” di Roma, dari Indonesia Hadir Nasaruddin Umar dan Jusuf Kalla

Dapat Curhat Warga Soal Banjir Rob di Pemalang, Anggota DPR RI Rizal Bawazier Dorong Pemerintah Bangun Tanggul Laut