HALO SEMARANG – Seorang mahasiswi Universitas Pelita Harapan (UPH) Jakarta, Vena Meylinda, resmi melaporkan dua rekannya ke Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah, atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta pencemaran nama baik.
Laporan yang diajukan pada Kamis (13/3/2025) ini didampingi oleh tim kuasa hukum dari Law Firm Hendra Wijaya yang berlokasi di Jalan Erlangga Raya No. 41 B-C, Kota Semarang.
Dua terlapor dalam kasus ini, adalah Aurelia Friscilla Polak dan Julia Clarissa Noya, yang juga merupakan mahasiswi UPH Jakarta.
Ketiganya diketahui tengah menjalani program magang di sebuah sekolah di Kota Semarang.
Kuasa hukum Vena, Walden Van Houten menjelaskan bahwa kliennya merasa dirugikan, setelah kedua terlapor merekam video secara diam-diam saat kliennya berada di kamar kost bersama pacarnya.
Video tersebut kemudian dikirimkan ke pihak kampus tanpa sepengetahuan kliennya, yang berujung pada pencabutan beasiswa serta pengeluaran diri Vena dari UPH Jakarta.
Walden mengungkapkan bahwa dampak dari tersebarnya video tersebut sangat besar terhadap masa depan kliennya.
Tidak hanya kehilangan beasiswa, kliennya juga diharuskan mengembalikan seluruh dana bantuan pendidikan sebesar Rp 250 juta.
“Tidak hanya pencabutan beasiswa, klien kami juga diwajibkan mengembalikan seluruh beasiswa yang telah diterima selama kuliah,” kata Walden, saat ditemui di Kedai Kopi Law, Jalan Seroja III, Kota Semarang.
Lebih lanjut, pihak kampus UPH Jakarta bahkan mengambil langkah lebih jauh dengan mengeluarkan Vena dari universitas.
Keputusan ini membuat Vena tidak dapat mengikuti wisuda yang dijadwalkan pada Mei 2025 mendatang.
“Masa depan klien kami benar-benar terancam. Tanpa gelar sarjana dan dengan catatan akademik yang tercoreng, tentu akan sulit baginya untuk mencari pekerjaan di masa depan,” tambahnya.
Kronologi Kejadian
Kasus ini bermula pada 18 Februari 2025, ketika Vena sedang menjalani aktivitas magang di sekolah seperti biasanya.
Ia tiba-tiba dipanggil oleh kepala sekolah dan diberitahu mengenai tuduhan asusila berdasarkan video yang direkam secara diam-diam.
Menurut Walden, dalam video tersebut hanya terlihat pacar Vena yang juga pemilik kost masuk ke dalam kamar. Tidak ada adegan yang menunjukkan aktivitas yang melanggar norma atau asusila.
“Hanya dari video itu, klien kami langsung dituduh melakukan tindakan asusila. Padahal, dalam rekaman itu tidak ada bukti kuat yang menunjukkan hal tersebut,” tegasnya.
Sayangnya, pihak kampus yang menerima video itu langsung mengambil tindakan tegas tanpa melakukan klarifikasi lebih lanjut. Keputusan sepihak ini dinilai sangat merugikan Vena, baik secara materiil maupun immateriil.
Sementara itu, Vena mengaku keberatan atas tindakan kedua temannya yang merekam dirinya secara diam-diam tanpa izin.
Ia merasa hak privasinya telah dilanggar dan berharap kasus ini bisa membawa keadilan bagi dirinya.
“Saya merasa dirugikan dan keberatan karena ini menyangkut privasi saya. Terlebih, tuduhan yang mereka buat tidak pernah dikonfirmasi langsung kepada saya,” ungkapnya.
Dengan laporan yang telah diajukan ke pihak kepolisian, Vena berharap status mahasiswanya dapat dikembalikan, termasuk haknya sebagai penerima beasiswa.
Ia juga menginginkan agar kasus ini dapat menjadi pelajaran agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan. (HS-08)