HALO BOYOLALI – Dugaan tidak sesuai spek, proyek renovasi kelas di SMPN 3 Juwangi menghambat proses belajar puluhan siswa. Plafon rusak, ambrol. Kepsek tidak berkomentar tentang proyek renovasi ini.
Insiden mengejutkan mengguncang SMPN 3 Juwangi di Boyolali ketika plafon ruang aula ambruk tanpa ada yang mengetahui waktu pastinya. Kejadian ini terungkap pada Jumat, 13 September 2024, saat seorang guru memasuki aula untuk persiapan acara Maulid dan menemukan plafon berserakan di lantai. Beruntung, insiden ini terjadi di luar jam belajar mengajar, sehingga tidak ada korban jiwa. Namun, peristiwa ini menimbulkan kekhawatiran besar mengenai keselamatan siswa dan guru di sekolah tersebut.
SMPN 3 Juwangi menjadi saksi atas masalah serius dalam pengawasan proyek pembangunan. Penjaga sekolah mengungkapkan bahwa insiden serupa pernah terjadi di ruangan yang sama, menunjukkan bahwa masalah ini bukanlah yang pertama kali. Situasi ini menggambarkan buruknya pengelolaan dan supervisi dalam proyek-proyek renovasi yang seharusnya menjamin keamanan bangunan sekolah.
Penjaga Sekolah menceritakan, awalnya ada seorang guru yang melihat plafon sudah ambruk. Ini bukan kali pertama, “Sebelumnya, plafon di ruangan ini juga pernah ambrol, dan kejadian kedua ini menunjukkan bahwa kualitas pekerjaan memang tidak bagus,” katanya.
SMPN 3 Juwangi berdiri dengan sejarah panjang sebagai tempat menimba ilmu bagi generasi muda di Boyolali. Namun, di balik tembok-tembok tua yang menyimpan kenangan, kini tersimpan kecemasan. Ruang aula yang dulunya penuh tawa dan semangat para siswa kini menjadi saksi bisu runtuhnya plafon yang mengejutkan. Dengan hanya dua kelas aktif yang tersisa akibat penurunan jumlah siswa, sekolah ini menghadapi tantangan besar.
Kerugian yang dialami sekolah tidak hanya berupa material yang berserakan di lantai aula, tetapi juga waktu dan semangat yang terbuang. Guru-guru menghadapi hambatan dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di tengah ancaman keselamatan. Nama baik sekolah yang telah dibangun bertahun-tahun juga terancam oleh insiden ini, menambah beban emosional bagi seluruh komunitas sekolah. Kondisi ini menghadirkan keprihatinan mendalam bagi para orang tua yang resah akan keselamatan anak-anak mereka.
Dugaan sementara menunjukkan bahwa material yang digunakan dalam proyek renovasi plafon enam bulan lalu tidak sesuai dengan spesifikasi yang tertulis dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB). Proyek ini dikerjakan oleh kontraktor yang diduga tidak mematuhi standar kualitas, menyebabkan keruntuhan yang sama pernah terjadi sebelumnya di ruangan yang sama. Informasi dari penjaga sekolah mengindikasikan bahwa kualitas bahan dan pengerjaan yang buruk menjadi penyebab utama insiden ini.
Menurut UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung. Kegagalan untuk mematuhi standar ini dapat berakibat pada keruntuhan bangunan dan penegakan hukum terhadap pihak yang bertanggung jawab.
Peraturan terkait proyek renovasi gedung sekolah di Indonesia mencakup berbagai regulasi tentang bangunan gedung dan infrastruktur pendidikan. Salah satunya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021, yang merupakan pelaksanaan dari UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, mengatur aspek keamanan dan kenyamanan dalam renovasi. Peraturan Menteri PUPR Nomor 05-PRT-M-2016 dan Nomor 22/PRT/M/2022 memberikan pedoman umum untuk pembangunan dan renovasi, meskipun tidak spesifik untuk sekolah. Pedoman pelaksanaan renovasi juga diatur dalam peraturan pemerintah dan undang-undang terkait, yang menekankan persyaratan teknis dan keamanan. Semua ketentuan ini harus dipenuhi untuk memastikan renovasi gedung sekolah sesuai standar.
Ketika proyek mengalami kerusakan, sekolah harus segera melaporkan kepada dinas terkait dan kontraktor yang bertanggung jawab untuk melakukan perbaikan. Proses audit teknis oleh insinyur berlisensi mungkin diperlukan untuk menilai penyebab kerusakan dan memastikan perbaikan dilakukan sesuai standar. Namun, hingga kini, pihak sekolah belum mengambil langkah-langkah tersebut.
Hingga berita ini diturunkan, pihak sekolah belum melakukan tindakan preventif atau komunikasi dengan pelaksana proyek terkait insiden ini. Kepala sekolah belum memberikan tanggapan resmi, meskipun dihubungi melalui telepon dan WhatsApp. Anggota komite sekolah mengaku tidak dilibatkan dalam proyek renovasi, menimbulkan pertanyaan tentang pengawasan dan transparansi.
Siapa pelaksana kontrak proyek renovasi ini?
Rehabilitasi ini dikerjakan pada tahun 2023 sebagaimana tertera dalam kontrak di LPSE Kab. Boyolali. Ada ketidakjelasan yang perlu diungkap. Ada 2 proyek berbeda di SMPN 3 Juwangi, yang masing-masing dikerjakan oleh CV Nirwana dan CV Semoga Jaya. Namun, hanya papan nama proyek milik CV Semoga Jaya yang ditemukan di lokasi, sementara papan nama proyek CV Nirwana tidak ada. Proyek ini seakan berjalan di bawah bayang-bayang misteri dan ketidakjelasan.
Kepala sekolah yang dihubungi memilih untuk diam seribu bahasa. Bahkan ketika telepon tersambung, suara kokok ayam terdengar jelas di latar belakang, sementara pertanyaan mengenai insiden plafon yang ambruk dibiarkan tak terjawab. Apakah ini bentuk dari ketidakpedulian atau memang ada sesuatu yang disembunyikan? Sampai saat ini, pertanyaan tersebut masih belum terjawab.
Ketika pihak sekolah tidak segera menanggapi situasi ini, konsekuensinya bisa sangat merugikan. Kepercayaan masyarakat terhadap keamanan dan kualitas pendidikan di sekolah ini dapat menurun drastis. Siswa yang belajar di bawah atap yang tidak aman berisiko mengalami kecelakaan, dan kondisi ini bisa menghambat proses belajar-mengajar. Selain itu, ketidakpastian dan ketidakjelasan proyek dapat menciptakan preseden buruk bagi proyek-proyek sekolah lainnya di masa depan.
Insiden ini menjadi pengingat akan pentingnya integritas dan akuntabilitas dalam pelaksanaan proyek pembangunan infrastruktur pendidikan. Pemerintah dan pihak terkait harus bertindak cepat dan transparan untuk memastikan keselamatan dan kualitas pendidikan tetap terjaga. Jika tidak, anak-anak kita akan terus berada di bawah bayang-bayang ancaman keselamatan yang dapat berdampak pada masa depan mereka.
Komunitas sekolah, termasuk guru, siswa, dan orang tua, berharap agar ada tindakan nyata dalam menyelesaikan masalah ini. Mereka menginginkan jaminan bahwa insiden serupa tidak akan terjadi lagi dan bahwa lingkungan belajar yang aman dan kondusif bisa segera kembali terwujud. [hs]