HALO SEMARANG – Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB), pada sidang terakhir 29 Desember 2020, mengesahkan secara konsensus Resolusi 2560, mengenai perbaikan metode kerja Komite Sanksi 1267, yang diprakarsai oleh Indonesia dan Amerika Serikat (AS).
Komite Sanksi 1267 adalah badan subsider DK PBB, yang bertanggung jawab menetapkan dan mengawasi implementasi sanksi terhadap individu dan entitas, yang berafiliasi dengan kelompok ISIL/Da’esh (ISIS) dan Al-Qaeda.
“Melalui adopsi Resolusi ini, Indonesia menjadi negara anggota tidak tetap DK PBB pertama, yang berhasil mendorong pengesahan Resolusi terkait Komite Sanksi DK PBB, dalam bidang penanggulangan terorisme,” demikian disampaikan Menteri Luar Negeri Retno L.P. Marsudi dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (30/12), seperti dirilis Setkab.go.id.
Adapun beberapa poin inti dari Resolusi 2560 ini, antara mendorong peningkatan keadilan, serta efektivitas fungsi dan metode kerja Komite Sanksi mengenai terorisme; menekankan pentingnya mekanisme sanksi sebagai bagian dari upaya penanggulangan terorisme; dan mendorong negara untuk terus mengimplementasikan Sanksi serta memutakhirkan Daftar Sanksi.
Selain itu juga menggarisbawahi pentingnya pembangunan, menjaga keamanan, dan penghormatan terhadap HAM, dalam upaya penanggulangan terorisme secara komprehensif; menekankan pentingnya penghormatan terhadap Piagam PBB dan Hukum Internasional dalam upaya penanggulangan terorisme; dan menugaskan tim monitoring Komite 1267, untuk mempersiapkan rekomendasi yang nantinya akan digunakan memperbaiki salah satu aspek rules dan procedures di Komite Sanksi.
Dukungan dari seluruh negara anggota DK PBB, merupakan refleksi kepercayaan dan pengakuan terhadap pengalaman dan rekam jejak Indonesia dalam penanggulangan terorisme, khususnya sebagai Ketua Komite Sanksi 1.267 selama dua tahun terakhir ini.
Resolusi ini juga sekaligus menutup keanggotaan tidak tetap Indonesia pada DK PBB untuk periode 2019-2020.
Selama dua tahun keanggotaan Tidak Tetap di DK PBB, Indonesia mendapat kepercayaan untuk memimpin tiga Badan Subsider DK PBB yaitu Komite Sanksi 1.267, Komite Sanksi Afghanistan (1988), dan Komite Non-Proliferasi Senjata Massal (1540).
Kepemimpinan Indonesia di ketiga Komite Sanksi tersebut, memperoleh apresiasi tidak hanya dari anggota DK PBB, namun juga dari negara anggota dan badan-badan PBB terkait.
Melalui kepemimpinan Indonesia, Komite Sanksi telah berhasil meningkatkan profilnya serta menjaga kredibilitas dan kesatuan anggotanya. Hal ini tidak terlepas dari peran signifikan Indonesia yang selalu memfasilitasi dan menjembatani berbagai perbedaan, termasuk mendorong konsensus dalam berbagai pengambilan keputusan sulit.
Selama keanggotaan tidak tetap di DK PBB periode 2019-2020, Indonesia telah memprakarsai dua resolusi penting DK PBB yaitu: resolusi 2538 terkait perempuan dalam misi perdamaian PBB dan resolusi 2560 terkait dengan perbaikan metode kerja Komite Sanksi 1267.
“Pengesahan resolusi ini merupakan kado akhir tahun diplomasi Indonesia sekaligus menandai berakhirnya keanggotaan Indonesia di DK PBB sejak tahun 2019”, tutup Retno. (HS-08)