in

Sejumlah BPD dan BPR di Jawa Tengah Berisiko Tinggi, DPR Minta OJK Awasi Ketat

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fauzi Amro. (Foto : dpr.go.id)

 

HALO SEMARANG – Komisi XI DPR RI menyoroti secara serius tingginya risiko kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL), pada sejumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Jawa Tengah.

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fauzi Amro, menegaskan perlunya pengawasan yang lebih ketat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memastikan kesehatan lembaga keuangan tersebut tetap terjaga.

Fauzi menjelaskan bahwa pengawasan terhadap Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan BPR menjadi salah satu fokus utama kunjungan Komisi XI.

Ia menilai kondisi BPR di Jawa Tengah cukup mengkhawatirkan karena tingkat kredit bermasalahnya berada jauh di atas standar nasional.

Ia juga mengungkapkan bahwa OJK telah mencabut izin 161 BPR di seluruh Indonesia akibat berbagai pelanggaran.

“Kita tahu BPD di Indonesia berjumlah 27, sementara BPR ada 1.416. Namun OJK telah mencabut izin 161 BPR sehingga jumlahnya kini tinggal sekitar seribu tiga ratusan. Pencabutan ini terjadi karena kredit fiktif, fraud, dan manipulasi data antara pihak BPR dan nasabah,” jelas Fauzi, usai kunjungan Komisi XI di Kantor OJK Provinsi Jawa Tengah, Semarang, baru-baru ini.

Tingginya angka NPL menjadi perhatian serius Komisi XI. Di Jawa Tengah, NPL BPR tercatat mencapai 18–19 persen, jauh di atas batas ideal yang seharusnya berada di bawah 5 persen.

Kondisi ini menunjukkan banyak BPR berada dalam kondisi tidak sehat dan memerlukan langkah korektif segera.

“Di Jawa Tengah, NPL-nya cukup tinggi, kurang lebih di angka 18 persen. Padahal secara nasional diharapkan berada di bawah 5 persen. Artinya, ada potensi kredit macet yang cukup besar,” ujar Fauzi, seperti dirilis dpr.go.id.

Untuk mencegah kondisi semakin memburuk, Komisi XI memberikan sejumlah rekomendasi kepada OJK.

Pengawasan intensif menjadi langkah utama untuk mendeteksi dini potensi penyimpangan.

Selain itu, OJK diminta memberikan edukasi kepada pengelola BPR guna meningkatkan pemahaman mengenai tata kelola yang sehat.

“Kami meminta kepada OJK beberapa hal: pertama, melakukan pengawasan lebih ketat terhadap BPR. Kedua, memberikan edukasi dan inklusi bagi para pengelola BPR. Ketiga, menerapkan regulasi yang tegas terkait tata kelola BPR di Jawa Tengah dan DIY,” tegas Fauzi.

Selain pengawasan, Komisi XI juga menyoroti pentingnya memperkuat koordinasi antara BPD, BPR, dan perbankan lain agar operasional mereka berjalan selaras dan tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat.

Fauzi menambahkan bahwa perbaikan sistem pengawasan akan berdampak langsung pada kualitas penyaluran kredit kepada pelaku usaha, termasuk UMKM.

“Harapan kami ke depan, kredit yang diberikan kepada UMKM bisa meningkat, pelaku usaha semakin banyak, UMKM dapat naik kelas, sehingga ekonomi masyarakat makin membaik,” kata dia. (HS-08)

Bencana Bertubi-tubi Landa Indonesia, Puan Maharani Ajak Doa Bersama dan Perkuat Solidaritas Kebangsaan

Kepala BNPB Sebut 303 Orang Meninggal akibat Bencana di Aceh, Sumut dan Sumbar