in

Wujudkan Ketahanan Pangan Hadapi Resesi, Warga Purwoyoso Panen Perdana Enam Kuintal Lele

Camat Ngaliyan, Muljanto saat memanen perdana lele di kolam bersama warga RW 12, Kelurahan Purwoyoso, Ngaliyan, baru-baru ini.

AGAR bisa mandiri pangan di wilayahnya sendiri, ada banyak cara yang dilakukan oleh warga masyarakat. Seperti yang dilakukan oleh warga RW 12 Kelurahan Purwoyoso, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang ini. Mereka memiliki inisiatif untuk belajar membuat kolam untuk budidaya lele.

Meski hanya dengan lahan kolam yang tidak terlalu luas, memanfaatkan salah satu lahan milik warga yang tidak digunakan, namun hasil panen perdana budidaya lele di wilayah RW 12 Purowoyoso ini bisa berhasil memanen sebanyak enam kuintal lele. Adapun pembuatan kolam ikan, pendampingan dan pelatihannya dibantu oleh Inisiatif Zakat Indonesia (IZI) Jateng dan CSR dari PT. Paragon Technology and Innivation (Paragon Corp).

Dengan bantuan tersebut warga dapat pelatihan intensif dari IZI Jateng. Setelah pelatihan, dan dipraktikan dalam waktu dua setengah bulan, ternyata berhasil panen sebanyak enam kuintal lele. Meskipun di cuaca yang beberapa waktu lalu tidak menentu.

Camat Ngaliyan Muljanto mengatakan, bahwa budidaya ini berawal dari inisitif warga yang ingin wilayahnya mandiri pangan, dengan budidaya lele. Sehingga pemenuhan gizi terjaga dari masyarakat sendiri, dengan lebih murah.

“Apalagi tahun 2023 akan terjadi resesi global. Tentunya akan mendorong warga bisa memiliki kekuatan untuk pemenuhan lauk dan pangan keluarga. Sehingga ketahanan pangan di wilayah terjaga, tidak perlu mengeluarkan belanja mahal, karena bisa dicukupi dari warga sendiri,” katanya, Kamis (27/10/2022.

Harapannya, ke depan hasil panen tidak hanya dijual mentah, namun bisa diolah menjadi produk makanan lain berbahan dari lele, seperti abon dan keripik.

“Harapannya setiap RT/RW sama-sama belajar dan akhirnya juga tertarik untuk budidaya lele. Saat ini budidaya lele atas nama RW, kalau ada kelompok lain ada yang membuat kolam lele, atau budidaya secara mandiri. Ini dikelola secara bersama, pengurusnya saat ini ada 20 orang,” paparnya.

Saat pelatihan, lanjut dia, baru lima orang warga yang dilatih, harapannya bisa menularkan ilmunya yang didapat kepada RT/RW lainnya yang ingin mengikuti jejak budidaya lele.
“Hasil panen lele perdana, beberapa waktu lalu totalnya ada sebanyak enam kuintal, sudah terserap semuanya, baik dibeli dari warga sendiri maupun warga luar wilayah. Dan hasil penjualan tersebut sebagian kembali ke modal, pembibitan, baru keuntungannya untuk menambah jumlah kolam dan bibit sehingga kapasitasnya lebih besar,” ungkapnya.

Pihak kecamatan berharap budidaya lele ini bisa tersebar ke semua RW, dengan memberikan fasilitas dari kelurahan dan dinas perikanan untuk pendampingan dan bantuan bibit.

“Semoga kedepan ada pelatihan dari dinas perikanan untuk memberikan sosialisasi atau pelatihan untuk pengolahan produk dari bahan lele, nantinya agar tidak dijual mentah saja. Namun punya nilai jual tinggi bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kota Semarang, Bambang Pramushinto mengatakan, ada sebanyak empat Kelurahan di Kota Semarang akan dijadikan Pilot Project atau model percontohan sebagai kelurahan Mandiri Pangan, guna mengantisipasi resesi global, salah-satunya dampaknya menipisnya stok komoditas bahan pangan. Adapun empat kelurahan tersebut yaitu Kelurahan Tanjung Mas (Kecamatan Semarang Utara), kelurahan Mugassari (Semarang Selatan), kelurahan Mangunsari (Gunungpati) dan Purwosari (Mijen).

“Pemilihan kelurahan Mandiri Pangan sendiri, memang wilayah tersebut telah dipetakan masuk dalam kategori kelurahan tangguh pangan dan cukup tangguh pangan.
“Kenapa kita ambil level agak tinggi, harapannya jika model ini sudah jadi, diterapkan di kelurahan yang lain, sehingga nantinya bila ada fasilitas yang perlu dibenahi, bisa dilakukan,” terangnya.

Dikatakan Bambang, empat kelurahan ini, nantinya masing-masing ada karekternya sendiri, mewakili kecamatan pinggiran, pesisir, dan kota.

“Nanti kalau di pesisir lebih banyak mandiri pangan berbasis bahan ikan, dan karekter wilayah lainnya juga. Sehingga diharapkan warga di kelurahan mandiri pangan ini banyak yang bisa digarap, termasuk penanganan stunting, dan jangan sampai ibu hamil tidak tercukupi gizinya dan warga harus ikut memperhatikan dengan bahan pangan di wilayahnya, karena pemenuhan gizi tidak harus dengan daging, tapi bisa digantikan dengan ternak lele, dan tanaman sayur-mayur,” imbuhnya.

Sedangkan, lanjut Bambang, menurut peta kerawanan pangan di Kota Semarang terdapat satu wilayah, yakni di Jabungan, kecamatan Banyumanik.

“Ada 14 indikator suatu wilayah bisa dianggap rawan pangan, salah satunya di wilayah ini, akses pasar yang jauh dan kondisi sarana dan prasarananya,” pungkasnya. (HS-06)

Antisipasi Banjir, Pemkot Semarang Pastikan Proyek Normalisasi Sungai Beringin dan Sheet Pale Tambak Lorok Tahun Ini Bisa Rampung

Heri Pudyatmoko: Badan Kehormatan DPRD Menjaga Marwah Dan Kredibiltas Anggota Dewan