in

Wayang Potehi, Seni Pertunjukan Khas Tionghoa yang Eksistensinya Kini Mulai Dilupakan

Peluncuran Wayang Potehi GoPot di gedung Rasa Dharma Pecinan Kelurahan Purwodinatan Semarang Tengah, Kamis (1/10/2020).

 

HALO SEMARANG – Eksistensi Wayang Potehi terus dihidupkan oleh masyarakat Tionghoa, sebagai salah satu hiburan rakyat.

Ketua Pembina Rasa Dharma, Harjanto Halim mengatakan, Wayang Potehi yang merupakan khas kesenian dan budaya Tionghoa siap memenuhi undangan untuk menghibur acara pernikahan, sunatan, syukuran, kegiatan sosial, dan organisasi masyarakat.

“Dalang Wayang Potehi kami siap meluncur untuk menghibur warga Kota Semarang dan Jawa Tengah yang ingin mengundang untuk menghibur masyarakat,” kata Harjanto Halim dalam peluncuran Wayang Potehi GoPot di gedung Rasa Dharma Pecinan Kelurahan Purwodinatan Semarang Tengah, Kamis (1/10/2020).

Peluncuran Wayang Potehi di gedung Rasa Dharma dihadiri Hendrar Prihadi, tokoh masyarakat Kukrit Suryo Wicaksono, dan tokoh-tokoh masyarakat Tionghoa.

Mereka ikut menyaksikan peluncuran Wayang Potehi yang dipentaskan dengan konsep di atas mobil yang telah dimodifikasi.

Dikatakan Harjanto Halim, untuk menanggap Wayang Potehi biayanya relatif murah, hanya Rp 1 juta saja. Durasinya sekitar 35 hingga 50 menit.

“Mobil kami yang membawa perangkat Wayang Potehi bisa diundang hingga sampai di depan rumah untuk pementasan yang bisa untuk hiburan dan pendidikan,” ucapnya.

“Kami ingin menghidupkan kembali kesenian Wayang Potehi ini, tidak hanya di Semarang, Jawa Tengah, tetapi seluruh penjuru nusantara. Kita juga segera menyeberang pulau, seperti tujuan ke Kalimantan,” kata Harjanto Halim.

Sedangkan cerita Wayang Potehi saat pentas, kata CEO PT Marimas Putera Kencana, disesuaikan dengan kondisi dan permintaan pihak pengundang.

“Peluncuran Wayang Potehi ini, kami mengambil cerita dengan kondisi negeri yang sedang dirundung pandemi atau pagebluk. Semoga melalui pementasan Wayang Potehi disertai doa dan ikhtiar, pagebluk yang terjadi di negeri ini segera sirna,” kata Harjanto Halim.

Menurut Harjanto Halim, di Kota Semarang Wayang Potehi tampil sampai tanggal 9 Oktober, selanjutnya keliling lagi ke beberapa daerah.

Sebagai informasi, Wayang Potehi yang merupakan akulturasi budaya Tionghoa dan Jawa ini awalnya ditujukan sebagai sebuah persembahan bagi para dewa di kuil.

Di daerah Jawa Timur seperti di Gudo (Jombang), Blitar, Tulungagung, dan Sidoarjo, wayang potehi masih sering ditanggap (tapsia).

Potehi terdiri dari tiga kata dalam Bahasa Hokkian, Poo berarti kain, Tay berarti kantong, dan Hie berarti pertunjukan. Sehingga Potehi berarti pertunjukan boneka tangan.

Dalam pementasan ini, perkumpulan Boen Hian Tong bekerja sama dengan Perkumpulan Fu He An yang digawangi Toni Harsono yang hingga kini masih terus menghidupkan dan mengembangkan Wayang Potehi dan berpusat di Klenteng Hong San Kiong, Gudo, Jombang.

“Masyarakat kini seakan sudah tidak mengenal dan kurang meminati Wayang Potehi. Potehi sebagai sebuah warisan budaya, harus kita lestarikan bersama,” kata Hendrar Prihadi.(HS)

Pekan Pertama Menjadi Pjs Wali Kota Semarang, Ini Yang Dilakukan Tavip Supriyanto

Ombudsman Jateng Ingatkan ASN Untuk Netral Di Pilkada Serentak 2020