
HALO SEMARANG – Di Kota Semarang ada tradisi unik dan hanya dilakukan pada momen Lebaran saja. Tradisi itu yakni bagi-bagi kupat jembut atau kupat rambut kepada anak-anak di Kampung Jaten Cilik, Kelurahan Pedurungan Tengah, Kota Semarang yang dihelat satu pekan setelah Lebaran 1440 H, atau dikenal dengan Syawalan. Tradisi ini sudah ada di kampung itu, sejak puluhan tahun silam dan terus dilestarikan warga hingga sekarang.
Menurut warga sekitar, tradisi ini awal mulanya diinisiasi oleh dua sesepuh di kampung tersebut. Salah satunya Mbah Sutimah, yang pada tahun 1950-an pulang ke Kampung Jaten Cilik, usai hijrah dari Mranggen.
Untuk memeriahkan peringatan Syawalan di kampungnya, Mbah Sutimah membuat ketupat berisi tauge dan sambal kelapa parut. Mereka juga mengiris bagian tengah ketupat untuk menyisipkan tauge, sehingga dinamakan ketupat jembut. Lalu ketupat tersebut dibagikan buat warga kampung.
Salah satu warga Pedurungan, Irawan mengatakan, tradisi bagi-bagi kupat jembut itu kepada anak-anak saat Syawalan sudah jadi kebiasaan di daerahnya. Lebaran tahun ini, tradisi tersebut dilaksanakan Rabu (12/6/2019), sehabis shalat Subuh dan dihelat di depan mushala kampung.
“Tradisi ini banyak diikuti anak-anak yang tertarik karena diselipkan uang di tengahnya dan sekaligus untuk memeriahkan tradisi Syawalan di daerah tersebut,” katanya, Selasa (11/6/2019).
Kupat tersebut lalu dibagikan setelah dipanjatkan doa bersama yang dipimpin oleh imam setempat setelah shalat Subuh. Setelah itu, para remaja masjid dan warga memberikan pertanda bunyi-bunyian seperti beduk atau tiang listrik dan kembang api sebagai tanda dilakukannya pembagian kupat.
Sedangkan makna dengan memberikan ketupat rambut yang dibelah tengahnya, merupakan simbol bersalaman yang menandakan sudah saling memaafkan antara warga setempat. Namun seiring dengan perkembangan waktu, ketupat rambut itu dimodivikasi oleh warga dengan memberikan selongsong ketupat yang diisi uang dengan harapan menarik warga, terutama anak-anak agar mau mengikuti kegiatan tersebut.
Syawalan Kendal
Sementara itu, Tradisi Syawalan setelah Lebaran di Kecamatan Kaliwungu Selatan, Kendal menjadi magnet tersendiri bagi masyarakat Kendal dan sekitarnya. Di mana, banyak lapak penjual musiman yang berjejer di tepi jalan untuk berjualan. Seperti mainan dari tanah liat, hiasan bunga, perabotan, pakaian, kuliner, aksesori, sepatu, jam tangan, dan sebagainya.
Para pedagang ini memenuhi di beberapa titik lokasi. Seperti di pusat keramaian di Alun-alun Kaliwungu, Masjid Al-Muttaqin, di sepanjang Jalan KH Asyari dan Jalan Pangeran Djuminah, sampai di Pasar Sore atau Gladak. Sehingga untuk sementara jalan tersebut ditutup, untuk kegiatan tersebut. Dan gang-gang kecil di sepanjang jalan digunakan oleh masyarakat sekitar untuk menyediakan jasa tempat parkir kendaraan pengunjung.
Lalu titik keramaian lainnya, juga tampak di sekitar lokasi makam Desa Kutoharjo, Kaliwungu sebagai tempat wisata religi. Karena banyak peziarah yang datang, selain dari wilayah Kendal, dan berbagai daerah di Jawa Tengah, juga dari kota besar lainnya di Indonesia.
Para peziarah berduyun-duyun datang untuk melakukan wisata reliji di beberapa makam para ulama dan tokoh agama. Salah-satunya makam Kiai Asyari, atau Kiai Guru, seorang tokoh agama dan penyebar agama Islam di Kaliwungu, Kendal dan sekitarnya. Ribuan peziarah pun memadati komplek Makam Kiai Guru dan makam wali lainnya.
Seperti diketahui, tradisi Syawalan sebenarnya adalah haul Kiai Asyari. Kiai Asyari adalah penyebar agama Islam, setelah Sunan Katong.
Keramaian pengunjung di Pasar Tradisi Syawalan tersebut terlihat bertambah ramai, setelah dibuka resmi oleh Bupati Kendal, Mirna, pada Senin (10/6/2019) sore. Kepadatan pengunjung masih terjadi sampai sepekan setelah Lebaran.
Salah satu penjual makanan, Yono mengatakan, setiap tahun dirinya berjualan di Pasar Tradisi Syawalan di Kaliwungu. Karena sudah menjadi tradisi tahunan, setelah Lebaran selama satu minggu ada pasar Syawalan di sini.
“Biasanya bertambah ramai orang saat sore sampai malam hari,” katanya, Selasa (11/6/2019).(HS)