in

Terima SK Pengelolaan Hutan, Pemprov Jateng Siap Dampingi Petani

Acara penyerahan Surat Keputusan (SK) Pengelolaan Hutan Sosial, Hutan Adat dan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), oleh Presiden Joko Widodo, kepada para gubernur secara daring. (Foto : Jatengprov.go.id)

 

HALO SEMARANG – Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, memerintahkan jajarannya untuk mendampingi para kelompok petani hutan (KPH). Petani nantinya berhak mengelola hutan sosial selama 35 tahun.

Pernyataan Ganjar tersebut, disampaikan seusai acara penyerahan Surat Keputusan (SK) Pengelolaan Hutan Sosial, Hutan Adat dan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), oleh Presiden Joko Widodo, kepada para gubernur secara daring, Kamis (7/1).

Lebih lanjut Ganjar Pranowo mengatakan agar lahan-lahan tersebut ditanami dengan tanaman produktif, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.

“Tolong dari dinas didampingi. Tanami dengan tanaman produktif, varietas baru dengan teknologi mutakhir, yang mempunyai nilai ekonomis tinggi,” kata Ganjar.

Selain hal itu, Ganjar juga berpesan kepada para penerima SK kehutanan, untuk menjaga protokol kesehatan.

“Kalau ke hutan tidak usah gandengan, gandengan sama pacul saja. Dedhe (berjemur matahari), tingkatkan imun, dan pakai masker,” pesannya.

Sebelumnya, Presiden menyerahkan 2.929 SK kehutanan sosial seluruh Indonesia, dengan luas lahan 3.442.000 hektare, untuk 651.000 keluarga. Selain itu, diserahkan pula 35 SK hutan adat seluas 37.500 hektare dan sebanyak 58 SK TORA, seluas 72 ribu hektare di 17 provinsi.

Khusus untuk Provinsi Jawa Tengah, menerima 86 SK, dengan luas 37.270,06 hektare, bagi 19.257 keluarga, dan 64 hektare hutan adat di Kabupaten Brebes.

Dalam arahannya, Presiden Joko Widodo, berharap masyarakat dapat memanfaatkan akses pengelolaan hutan, untuk peningkatan ekonomi. Dia juga mewanti-wanti, agar penerima tidak memindah kepemilikan SK yang telah diberi.

“Manfaatkan, untuk menanam  tanaman produktif, setiap daerah berbeda-beda. Tak hanya agroforestry tapi ecowisata juga bisa berikan hasil agrosilvapastura, bisnis bioenergi, dan bisnis hasil hutan bukan kayu,” ujarnya.

Sementara itu Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Widi Hartanto, mengatakan kawasan hutan sosial paling banyak tersebar di Blora, Grobogan, Batang, Sragen, Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Pemalang, Kendal, Brebes, Pati, dan Kudus.

Adapun, syarat pengelolaan hutan sosial dirumuskan dalam dua skema. Yakni, IPHPS atau Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial dan Kulin KK (Pengakuan Perlindungan Kemitraan Kehutanan).

Pada skema IPHPS, warga wajib menanam tanaman sesuai yang dipersyaratkan. Di antaranya 50 persen tanaman keras, 30 persen MPTS (Multy Purpose Tree Species), dan 20 persen tanaman semusim. Sementara, untuk Kulin KK, bergantung pada naskah kesepakatan bersama dengan Perhutani.

“Pengawasannya, kami bersinergi dengan pemerintah pusat. Kita bimbing melalui penyuluh kehutanan, sesuai wilayah kerjanya memberikan penyuluhan hutan ini untuk kelola supaya hutan lestari ekonomi meningkat,” ujarnya.

Dia menyebut, pemanfaatan hutan sosial di Jateng sudah dimanfaatkan hasilnya. Widi mencontohkan, di Grobogan ada kelompok tani hutan yang memanfaatkan lahan untuk menanam kayu putih.

“Selain kayu putih, ada juga di Pemalang sebagai ecowisata. Ya, harapannya konservasi terjaga, ekonomi meningkat,” kata Widi. (HS-08)

Upayakan Integrasi JDIH, Kebumen Terima Kunjungan Biro Hukum Provinsi Jateng

Gerindra Dianugrahi Penghargaan Partai Paling Informatif dari Komisi Informasi