in

Syaratkan Alkes Punya Sertifikat TKDN, Gakeslab: Produk Alkes Selama Ini Sudah Kantongi NIE

Suasana Pameran Alat-alat kesehatan dan talkshow kemandirian Alkes di Hotel MG Setos Semarang, Senin (27/6/2022).

HALO SEMARANG – Para produsen dan distributor, khususnya alat Kesehatan (Alkes) mengungkapkan masih memiliki kendala terkait keharusan memiliki sertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk produknya dari Kementrian Perindustrian.

Sekjen Perkumpulan Organisasi Perusahaan Alat-Alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) Indonesia, Randy Teguh menjelaskan, selama ini para distributor dan produsen alkes sudah memiliki Nomor Izin Edar (NIE) sesuai amanah UU Kesehatan Nomor 36 tahun 2009.

“NIE ini tentu sudah memenuhi SNI dan standar WHO, karena untuk dapat NIE harus sesuai data teknis standar internasional seperti ISO, ISI terkait produk tersebut,” terangnya di sela acara pameran alat kesehatan dan talk show Kemandirian Alkes: Realisasi atau Ilusi di MG Setos Semarang, Senin (27/6/2022).

Persoalan itu muncul, kata dia, ketika Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mensyaratkan adanya sertifikat TKDN sebagai bentuk penyerapan komponen lokal pada produk alat kesehatan.

Pemerintah hingga saat ini masih menilai kepastian produksi dalam negeri dibuktikan dengan TKDN tersebut.

“Ini menjadi salah kaprah di tingkat user yang menolak menggunakan alkes ber-NIE tapi belum punya TKDN. Padahal mungkin produsen tersebut sedang mengupayakan sertifikasi namun masih dalam proses karena ada kendala lain untuk sertifikasi TKDN,” imbuhnya.

Dia menilai adanya kendala tersebut adalah minimnya lembaga surveyor yang hingga saat ini hanya ada dua, yakni Sucofindo dan Lembaga Survei Indonesia.

“Dengan NIE, sebenarnya keamanan alkes sudah dijamin karena NIE ini sudah sesuai standar kesehatan nasional dimana untuk mendapatkannya juga di bawah pengawasan WHO,” imbuh Randy.

Meski demikian, dia mengakui sudah ada peningkatan penggunaan produk alkes lokal. Sebelum masa pandemi, penggunaan produk impor mencapai 80-90 persen.

“Namun saat ini, seiring dorongan pemerintah untuk menggunakan produk dalam negeri, penggunaan produk impor sudah turun hingga 65 persen,” paparnya.

Seperti diketahui, saat ini sudah ada 79 produk alat kesehatan dalam negeri yang wajib dibeli dan dilarang impor. Meskipun belum semuanya memiliki sertifikat Tingkat Kompenen Dalam Negeri (TKDN). Penerapan sertifikat TKDN ini, Untuk mempercepat kemandirian di bidang alkes.

Ketua Gakeslab Jateng Agus Mardiyanto menegaskan komitmen pihaknya untuk terus mendorong anggotanya berinovasi memproduksi alkes dengan komponen lokal.

Terbukti saat ini sudah ada produsen bed pasien di Kawasan Industri Kendal (KIK). Juga sudah banyak yang memproduksi industri disposable, sepatu dan APD.

“Tujuannya tentu agar bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri serta Jateng bisa menjadi sentra kemandirian produksi alkes,” paparnya.

Sementara, Direktur Produksi Distribusi Alat Kesehatan Kemenkes RI Sodikin Sadek menjelaskan, pihaknya terus mendorong para peneliti dan perguruan tinggi untuk terus melakukan riset dan pengembangan alat-alat kesehatan (alkes) dan inovasi bidang kefarmasian.

Usai riset produk tersebut, Kemenkes masih akan terus mendorong adanya business matching dengan para produsen agar hasil riset bisa dikembangkan.

“Dan usai diproduksi, kami masih akan mendorong mereka mendapatkan Nomor Izin Edar (NIE),” terangnya.

Keberadan NIE, imbuh Sodikin, sesuai amanah UU Kesehatan 36/2009 bahwa alkes yang beredar di Indonesia harus memiliki NIE.
“Baru setelah itu baru boleh dihitung TKDN untuk melihat tingkat komponen dalam negerinya,” imbuhnya.

Usai proses NIE dan TKDN, Kemenkes akan menayangkan produk-produk tersebut secara paralel di e-katalog sektoral.

“Seluruh produsen pemilik NIE bisa ditayangkan e-katalog tanpa negosiasi harga. Negosiasinya ada di tingkat user atau masing-masing RS,” tandasnya.

Adapun RS yang membeli alkes akan dimonitor Kemenkes, dengan harapan mendapatkan besaran prosentase alkes yang berasal dari impor dan juga lokal.
“Ini akan menjadi data bagi user untuk terus mengawal penggunaan produk-produk dalam negeri,” ungkap Sodikin.

Ditegaskan, pemerintah sudah berkomitmen meningkatkan penggunaan produk dalam negeri. Pemerintah pusat akan melakukan evaluasi bertahap terhadap Pemda, Dinkes, atau RS yang masih menggunakan produk impor.

“Jika masih menemukannya kami akan beri sanksi. Kami sudah menggandeng BPKP, Kepolisian dan Kejaksaan, kecuali memang alkes tersebut belum bisa diproduksi di dalam negeri,” pungkasnya. (HS-06)

Podium Pertama dan Pujian Bagnaia

Belajar Tingkatkan Jumlah Wisatawan, PHRI Kendal Studi Banding ke Cirebon dan Kuningan