in

Soal Longsor yang Menelan Korban Jiwa di Tumpang, Ini Kata Hendi

Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi saat meninjau lokasi longsor di Tumpang, Gajahmungkur.

 

HALO SEMARANG – Kejadian tanah longsor di Tumpang I, Kelurahan Gajahmungkur, Kecamatan Gajahmungkur membuat Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi prihatin. Untuk itu dirinya pun secara khusus mengunjungi lokasi tanah longsor tersebut, Senin (11/2). Pagi itu Wali Kota Semarang yang akrab disapa Hendi tersebut datang ke lokasi didampingi Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Semarang, Agus Harmunanto, beserta camat, dan Lurah Gajahmungkur.

“Atas nama Pemerintah Kota Semarang, kami ikut prihatin dan turut berbela sungkawa. Musibah tidak memilih rumah bagus atau rumah jelek. Salah satu contohnya di Perumahan Bukit Sari yang merupakan perumahan elit pun pernah terkena musibah lonsor,” ujar Wali Kota Semarang ini.

Musibah tanah longsor yang terjadi di Tumpang sendiri terjadi pada hari Kamis (7/2/2019). Tanah longsor tersebut menimpa seorang ibu dan anak balitanya yang sedang terlelap dalam kamar. Sang ibu berhasiil dievakuasi dan selamat. Namun naas, anak balitanya tidak dapat diselamatkan. Pascaterjadi musibah longsor, tim gabungan relawan yang terdiri atas BPBD dan Basarnas Kota Semarang, Satgas Kecamatan Gajahmungkur, Kodim 0733 BS/Semarang pun langsung melakukan kerja bakti untuk melakukan penanganan.

Hendi pun meminta kepada camat dan lurah Gajahmungkur untuk dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya bencana di kemudian hari. Hal itu disampaikannya mengingat kontur daerah Kota Semarang yang berbukit-bukit, sehingga memiliki kerawanan terhadap terjadinya bencana longsor saat hujan deras.

“Semuanya saja, mulai dari camat sampai ke lurah-lurahnya untuk perhatikan, kalau memang daerahnya berpotensi longsor, tolong ingatkan warga untuk jangan berada di dekat tebing talud. Musibah itu tidak bisa kita hindari, tapi kalau kita ikhtiar bisa lebih aman,” tegasnya.

Senada dengan Hendi, Kepala Dinas Permukiman Kota Semarang, Ali menjelaskan, jika longsor berpotensi lebih besar terjadi pada talud yang tidak memiliki penguatan beton. “Pembangunan talud dengan ketinggian tertentu tidak dapat hanya menggunakan batu belah sebagai penahan. Dalam pembangunan yang kami lakukan saat ini, sebagai penguatan beton kami beri kolom dan ring balk, tidak lupa dilengkapi juga dengan suling-suling untuk jalur air,” tambahnya.

Sementara Ketua DPRD Kota Semarang, Supriyadi meminta pemerintah mengantisipasi titik-titik rawan bencana di 16 kecamatan di Kota Semarang.

Pemerintah kota diharapkan mempunyai data titik-titik bencana. Titik bencana itu kemudian harus lebih diawasi, diwaspadai, bahkan jika berpotensi membahayakan maka perlu langkah relokasi.

“Kalau memang butuh dana untuk relokasi warga di titik-titik bencana ini, pasti kami dukung untuk bisa menganggarkan terkait pengadaan lahan relokasi,” katanya.

Menurutnya, selain melakukan deteksi daerah rawan bencana, pemerintah juga harus melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait mitigasi bencana.

“Masyarakat juga harus diberi pendidikan mitigasi bencana, terutama warga yang terdeteksi berada di daerah rawan bencana, seperti banjir, tanah longsor, bencana akibat cuaca yang ekstrem. Pendidikan mitigasi ini harus kontinyu diberikan bukan hanya parsial saja,” ujarnya.

Penegakan Peraturan Daerah (Perda) RTRW juga harus dilakukan Pemkot Semarang. “Perda nomor 14 tahun 2011 itu mengamanatkan agar tidak ada pembangunan di wilayah-wilayah bencana, wilayah yang tidak boleh untuk pemukiman ini sudah jelas. Sehingga kami berharap itu bisa ditegakkan untuk rencana tata ruang dan wilayah ini,” katanya.(HS)

Lambannya Proyek Kampung Bahari Dikeluhkan Warga Tambaklorok

Dishub Siapkan Tiga Kantung Parkir untuk Pengunjung Kota Lama