BERAWAL suka membaca dan diskusi, Mariska Bunga Chairunisa kini mewakili Kota Semarang dalam Sekolah Kader Pengawas Partisipasif (SKPP) periode tahun 2021, program inisiasi dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Mariska menceritakan, masih banyak persoalan khususnya pelanggaran dalam penyelenggaran Pemilu di Indonesia, termasuk juga di Kota Semarang. Berangkat dari keprihatinan itu, rasa penasaran dirinya muncul hingga memberanikan diri untuk mendaftarkan sebagai salah satu peserta program SKPP Bawaslu.
“Memang sejak dulu aktif di organisasi kampus dan suka dengan dinamika politik. Ada ketertarikan di politik sendiri. Kedua penyelenggaraan Pemilu, baik KPU maupun Bawaslu masih kerap ada persoalan. Misalnya pada tahun 2019 seperti dugaan pemalsuan tanda tangan, dugaan keberpihakan penyelenggara Pemilu, praktik money politik, hingga hoax atau black campaign yang meresahkan masyakarat. Setidaknya saya tertarik untuk ikut dalam proses pengawasan, guna mengurangi hal-hal negatif dalam penyelenggaran pemilu,” kata Mariska Bunga Chairunisa kepada halosemarang.id, Selasa (21/12/2021).
Alumnus FISIP UNdip Semarang jurusan Ilmu Pemerintahan angkatan tahun 2013 itu juga aktif mengikuti organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia dari tahun 2013 hingga sekarang.
Dara kelahiran Tasikmalaya, 20 Maret 1995 itu mengatakan, dia yakin bahwa perempuan mampu menjalankan bidang apapun yang sama dengan pria. Bahkan di dunia politik, yakni perempuan memiliki peran dalam penentuan kebijakan. Untuk itu, sosok perempuan di bidang politik khususnya Pemilu perlu dihadirkan untuk era sekarang.
“Saya tertarik dengan proses terjadinya pemerintah dalam kepemimpinan. Kedua, pemilu rutin akan mempengaruhi semua aspek. Ini seksi untuk dibahas tentang politik Pemilu yang banyak aspek terlibat,” ujarnya.
Dikatakan, sebelum resmi menjadi kader SKPP, ia harus melewati beberapa tahapan mulai dasar sampai menengah. Mariska membeberkan, saat berproses di SKPP ada banyak perbedaaan pemahaman, hingga kesenjangan pengetahuan antar-peserta satu dengan peserta lainnya.
Meski demikian, Mariska tetap tertarik dengan materi yang disajikan oleh Bawaslu seperti kerelawanan, penyelenggaraan pemilu, sistem pemilu, pengawasan, dan perspektif gender politik.
“Itu fungsi perempuan yang terjun langsung, mungkin sebagai anggota legislatif atau di partai, penyelenggara pemilu baik dari pengawasannya KPU atau Bawaslu. Saya bersama rekan-rekan SKPP membuat rencana tindak lanjut (RTL). Saya yang dari Kota Semarang rencana tindak lanjutnya membuat games yang mengaplikasikan drama Korea Squid Game waktu itu lagi viral,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Mariska menjelaskan, permainan ini yang diterapkan pada pengawasan partisipasif. Sebabnya, kader harus dituntut bisa berpikir kreatif membuat masyarakat tertarik dengan pengawasan Pemilu.
“Cara seperti itu untuk memahami pengawasan partisipasif melalui cara kekinian drama Korea yang banyak ditonton. Apalagi digitalisasi kebanyakan digandrungi anak muda, jika anak muda tidak memiliki pengawasan partisipasif akan bahaya. Karena tidak semua orang punya kesempatan untuk mengawasi Pemilu,” ucapnya.
Ia berharap, anak muda atau kaum milennial harus tetap berkarya di bidang apapun. Jika anak mudanya berkarya, mereka sudah turut andil dalam demokrasi di Indonesia. Khususnya untuk menyeleseksi
pemimpin amanah, jujur, baik dalam melakukan kegiatan politik dengan lurus dan tulus.
“Anak muda sekarang seharusnya tidak kekurangan wahana belajar melakukan apapun sesuai dengan passionnya atau kesukaannya. Misalnya suka bidang seni, dalami bidang tersebut. Atau jangan menguasai satu bidang saja, tapi mungkin lebih dari satu bidang. Karena kita enggak tahu rejeki datang dari mana, kemampuan kita mana yang membawa sukses. Sebaiknya lakukan kegiatan positif selagi masih kuat, sehat, selagi ada kesempatan ambil aja,” paparnya.(HS)