HALO SEMARANG – Ribuan warga di Provinsi Jawa Tengah menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Rata-rata korban ini dipaksa untuk kerja menjadi penipu online.
Kanit 2 Subdit 4 Ditreskrimum Polda Jateng
Kompol Supriyadi mengatakan, total ada 1.609 korban yang ditangani sejak Juni hingga 11 September 2023. Mereka diperkerjakan dalam sindikat penipuan online atau online scam di luar negeri mulai dari Thailand hingga Myanmar.
“Jumlah tersangka ada 59 orang dan korban 1.609 orang. Sebanyak 1.258 sudah diberangkatkan ke luar negeri dan 351 belum diberangkatkan,” ujarnya saat rapat koordinasi dan diskusi publik pencegahan TPPO di Kantor BPSDMD Jateng, Jumat (15/9/2023).
Ia menerangkan, modus para tersangka merekrut kaum muda dengan iming-iming upah yang besar. Tetapi mereka malah dijadikan pelaku penipuan online dan judi online.
“Jadi modus barunya banyak menargetkan anak muda dalam kasus TPPO. Tidak hanya yang miskin tapi yang berpendidikan tinggi juga,” terangnya.
Sementara itu, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekda Provinsi Jawa Tengah Ema Rachmawat menyebut, para korban TPPO banyak yang tergiur iklan di medsos. Korban diiming-imingi gaji tinggi dengan persyaratan kerja yang mudah.
“Tipologi online scam itu menawarkan gaji tinggi, bisa sampai 1.200 dolar AS (Rp18 juta). Selain itu, juga dijanjikan bonus hingga miliaran rupiah. Nah, dari situ mereka tertarik. Ini juga menyasar warga berpendidikan tinggi,” paparnya.
Ia menyebut, tindak kriminal tersebut mulai marak sejak tiga tahun terakhir. Adapun, korban biasanya ditempatkan di negara-negara seperti Filipina, Myanmar, Laos, Kamboja, dan Vietnam.
“Banyak modus TPPO, mulai dari penjualan organ, bayi, dan online scam. Dalam hal modus online scam, WNI yang direkrut diberi tugas untuk menipu orang lain lewat sarana media sosial, telepon, dan sebagainya,” sebutnya.
Untuk itu, ia meminta masyarakat berhati-hati dengan modus-modus seperti ini. Masyarakat juga diminta untuk tidak terpengaruh dengan gaya hidup hedonis dan flexing yang membuat banyak warga tergiur kerja di luar negeri dengan jalur tak resmi.
“Pencegahannya, kita ajak kepala desa untuk mengidentifikasi jika ada warganya kerja ke luar negeri. Juga kita terus sosialisasikan kalau mau kerja ke luar negeri melalui Disnaker atau BP2MI. Jangan sampai tergiur lewat media sosial,” bebernya.
Di sisi lain, seorang korban TPPO bernama Mawar (bukan nama sebenarnya), mengaku sempat terjebak sindikat TPPO. Bermimpi kerja di Dubai, ia malah diterbangkan ke Myanmar untuk melakukan online scam.
“Saya diiming-imingi gaji 800 dolar AS (Rp12 juta). Ternyata saya diterbangkan ke Thailand dan malah disekap selama sembilan bulan di Myanmar. Dijaga oleh pemberontak bersenjata,” imbuhnya.
Dia disuruh mencari korban melalui aplikasi dating seperti Tan-tan atau Mi-chat. Dari situ dia diminta menipu orang-orang Indonesia. Namun, Mawar justru menolak bekerja, dan akhirnya dipulangkan setelah menghubungi KBRI setempat. (HS-06)