in

Presiden Jokowi Tegaskan Biaya Haji Tahun 2023 Masih Dikaji

Presiden Jokowi meninjau progres pembangunan sodetan Kali Ciliwung ke KBT, Jakarta, Selasa (24/01/2023). (Foto: setkab.go.id)

 

HALO SEMARANG -Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), menegaskan bahwa biaya haji tahun 2023, masih dalam proses kajian.

Hal tersebut disampaikan Kepala Negara, terkait wacana kenaikan biaya haji yang diusulkan Kementerian Agama.

“Biaya haji masih dalam proses kajian,” ujar Presiden Jokowi, dalam keterangannya kepada awak media seusai meninjau proyek sodetan Kali Ciliwung, Jakarta, Selasa (24/01/2023).

Menurut Presiden, biaya haji yang diusulkan oleh Kementerian Agama, masih belum final.

Saat ini, pemerintah masih melakukan proses kajian dan kalkulasi terkait biaya haji tahun 2023.

“Itu belum final, belum final sudah ramai. Masih dalam proses kajian, masih dalam proses kalkulasi,” ucap Presiden, seperti dirilis setkab.go.id.

Untuk diketahui, sebelumnya Kementerian Agama mengusulkan biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) tahun 1444 Hijriah/2023 Masehi sebesar Rp 69.193.733 per orang.

Biaya tersebut lebih tinggi dari BPIH tahun 2022 yang ditetapkan sebesar Rp39.886.009 per orang.

Usul Kemenag

Kementerian Agama RI mengusulkan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) 1444 H/2023 M, rata-rata sebesar Rp 69.193.733,60, sudah mempertimbangkan asas keadilan dan keberlangsungan nilai manfaat secara proporsional.

Hal itu disampaikan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief, terkait pengajuan usulan skema Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji (BPIH) 1444 H/2023 M ke DPR RI.

Komposisi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang ditanggung jemaah dan penggunaan nilai manfaat (NM) dihitung secara lebih proporsional.

“Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar nilai manfaat yang menjadi hak seluruh jemaah haji Indonesia, termasuk yang masih mengantre keberangkatan, tidak tergerus habis,” kata Hilman Latief, di Jakarta, Sabtu (21/1/2023), seperti dirilis kemenag.go.id.

Menurutnya, pemanfaatan dana nilai manfaat sejak 2010 sampai dengan 2022 terus mengalami peningkatan.

Hilman pun menunjukkan perkembangan BPIH 2010-2022, berdasakan paparan BPKH pada Media Briefing, 19 Januari 2023

  1. Tahun 2010: Nilai Manfaat 4,45 juta (13%): Bipih 30,05 juta (87%) = 34,50 juta
  2. Tahun 2011: Nilai Manfaat 7,31 juta (19%): Bipih 32,04 juta (81%) = 39,34 juta
  3. Tahun 2012: Nilai Manfaat 8,77 juta (19%): Bipih 37,16 juta (81%)= 45,93 juta
  4. Tahun 2013: Nilai Manfaat 14,11 juta (25%): Bipih 43 juta (75%)= 57,11 juta
  5. Tahun 2014: Nilai Manfaat 19,24 juta (32%): Bipih 40,03 juta (68%) = 59,27 juta
  6. Tahun 2015: Nilai Manfaat 24,07 juta (39%): Bipih 37,49 juta (61%) = 61,56 juta
  7. Tahun 2016: Nilai Manfaat 25,40 juta (42%): Bipih 34,60 juta (58%) = 60 juta
  8. Tahun 2017: Nilai Manfaat 26,90 juta (44%): Bipih 34,89 juta (56%) = 61,79 juta
  9. Tahun 2018: Nilai Manfaat 33,72 juta (49%): Bipih 35,24 juta (51%) = 68,96 juta
  10. Tahun 2019: Nilai Manfaat 33,92 juta (49%): Bipih 35,24 juta (51%) = 69,16 juta
  11. Tahun 2022: Nilai Manfaat 57,91 juta (59%): Bipih 39,89 juta (41%) = 97,79 juta
  12. Tahun 2023: Nilai Manfaat 29,70 juta (30%): Bipih 69,19 juta (70%) = 98,89 juta (usulan)

Dari data tersebut, lanjut Hilman, diketahui bahwa pada 2010, nilai manfaat dari hasil pengelolaan dana setoran awal yang diberikan ke jemaah hanya Rp 4,45 juta.

Sementara Bipih yang harus dibayar jemaah sebesar Rp 30,05 juta. Komposisi nilai manfaat hanya 13 %, sementara Bipih 87 %.

Dalam perkembangan selanjutnya, komposisi nilai manfaat terus membesar menjadi 19 % (2011 dan 2012), 25 % (2013), 32 % (2014), 39 % (2015), 42% (2016), 44 % (2017), 49 % (2018 dan 2019).

Namun demikian Arab Saudi juga menaikkan biaya layanan masyair secara signifikan, menjelang dimulainya operasional haji 2022. Saat itu jemaah sudah melakukan pelunasan, sehingga penggunaan dan nilai manfaat naik hingga 59%.

“Kondisi ini sudah tidak normal dan harus disikapi dengan bijak,” jelasnya, seperti dirilis kemenag.go.id.

Nilai manfaat, lanjut Hilman, bersumber dari hasil pengelolaan dana haji yang dilakukan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

Adapun nilai manfaat, adalah hak seluruh jemaah haji Indonesia, termasuk lebih dari 5 juta yang masih menunggu antrean berangkat.

Maka dari itu, mulai tahun ini dan seterusnya, nilai manfaat harus digunakan secara berkeadilan guna menjaga keberlanjutan.

Apalagi, kinerja BPKH juga masih belum optimal sehingga belum dapat menghasilkan nilai manfaat ideal.

Jika pengelolaan BPKH tidak kunjung optimal serta komposisi Bipih dan NM masih tidak proporsional, maka nilai manfaat akan terus tergerus dan tidak menutup kemungkinan akan habis pada 2027.

“Jika komposisi Bipih (41%) dan NM (59%), dipertahankan, diperkirakan nilai manfaat habis pada 2027 sehingga jemaah 2028 harus bayar full 100%. Padahal mereka juga berhak atas nilai manfaat simpanan setoran awalnya yang sudah lebih 10 tahun,” urainya.

Untuk itulah, kata Hilman, Pemerintah dalam usulan yang disampaikan Menag RI saat Raker bersama Komisi VIII DPR, mengubah skema menjadi Bipih (70%) dan NM (30%).

“Mungkin usulan ini tidak populer, tapi Gus Men (panggilan akrab Menag RI), melakukan demi melindungi hak nilai manfaat seluruh jemaah haji, sekaligus menjaga keberlanjutannya,” tegasnya.

“Ini usulan pemerintah untuk dibahas bersama Komisi VIII DPR. Kita tunggu kesepakatannya, semoga menghasilkan komposisi paling ideal! Amiin,” tandasnya.

Sebelumnya, anggota DPR Komisi Agama dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Bukhori, menyatakan fraksinya menolak usulan pemerintah untuk menaikkan biaya haji 2023 sebesar Rp 69 juta.

Dia mengatakan fraksinya mengusulkan, agar kenaikan biaya haji berada pada angka Rp 50 jutaan.

Dia pun lebih memilih meminta pemerintah melakukan diplomasi lagi kepada Arab Saudi, untuk menekan biaya haji.(HS-08)

Terkait Masa Jabatan Kades, Presiden: Undang-Undang Membatasi 6 Tahun

Kerja Keras demi Ulang Prestasi