in

Perjalanan Panjang Penandatanganan RCEP

Mendag RI Agus Suparmanto menyampaikan informasi dalam konferensi pers, tentang penandatanganan RCEP oleh para pimpinan 15 negara, yakni 10 negara anggota ASEAN dan Australia, Jepang, Korea Selatan, RRT, dan Selandia Baru, dengan demikian perundingan RCEP telah selesai. Hal ini segera diikuti dengan penandatangan teks Perjanjian RCEP, oleh para menteri dari ke-15 negara tersebut secara virtual. (Foto : kemendag.go.id)

 

HALO SEMARANG – Menteri Perdagangan sepuluh negara ASEAN dan mitranya, yakni Australia, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, dan Tiongkok, telah menandatangani Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP), dengan disaksikan masing-masing Kepala Negara atau Pemerintahan, Minggu (15/11).

Penandatanganan tersebut dilaksanakan pada akhir Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) RCEP ke-4 yang menjadi bagian dari rangkaian KTT ASEAN ke-37.

Menteri Perdagangan RI Agus Suparmanto, menandatangani perjanjian tersebut, disaksikan secara langsung oleh Presiden RI Joko Widodo di Istana Bogor, Jawa Barat, dan disiarkan secara virtual.

Mendag Agus mengatakan penandatanganan ini menandai selesainya perundingan RCEP, yang dimulai pada Mei 2013 dan menumbuhkan harapan baru kemajuan ekonomi bagi kawasan.

“Penandatanganan RCEP hari ini merupakan pencapaian tersendiri bagi Indonesia, di kancah perdagangan internasional. Kita patut berbangga karena RCEP lahir atas gagasan Indonesia pada 2011 dan proses perundingannya hingga selesai sepenuhnya dipimpin salah satu  putra terbaik Indonesia. Apalagi RCEP merupakan kesepakatan  perdagangan regional terbesar di dunia dan diharapkan dapat mendorong percepatan pemulihan ekonomi dunia dari resesi global terparah sejak perang dunia kedua ini,” jelas Mendag Agus .

RCEP menjadi perjanjian perdagangan terbesar di dunia, di luar Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), ditinjau dari cakupan dunia untuk total Produk Domestik Bruto (PDB) (30,2  persen); investasi asing  langsung (FDI) (29,8 persen); penduduk (29,6   persen); dan perdagangan (27,4 persen) yang sedikit di bawah EU-27 yang tercatat 29,8 persen.

Perjalanan Panjang

Gagasan RCEP dicetuskan saat Indonesia memegang kepemimpinan ASEAN pada 2011, dengan  tujuan mengonsolidasikan lima perjanjian perjanjian perdagangan bebas (FTA) yang sudah dimiliki ASEAN dengan enam mitra dagangnya.

Konsep RCEP kemudian disepakati negara anggota ASEAN pada akhir 2011 di Bali, Indonesia. Baru pada akhir 2012 setelah“menjual” konsep ini kepada enam  negara mitra FTA ASEAN, para Kepala Negara / Pemerintahan dari 16 negara pun sepakat meluncurkan perundingan RCEP pada 12 November 2012 di Phnom  Penh, Kamboja.

Pada awal 2013, para Menteri Perdagangan ASEAN sepakat menunjuk Indonesia sebagai Koordinator ASEAN untuk Perundingan RCEP.

Kesepakatan ini bahkan diperluas oleh 16 menteri negara peserta  perundingan  dengan menunjuk Indonesia sebagai  Ketua   Komite    Perundingan Perdagangan (Trade Negotiating Committee/TNC) RCEP.

Pada perundingan pertama tahun 2013, pertemuan TNC dihadiri tidak  lebih dari 80 orang anggota delegasi, dari 16 negara peserta. Namun mulai akhir tahun ketiga, jumlah anggota delegasi yang terlibat langsung  dalam  perundingan terus meningkat. Puncaknya  terjadi pada tahun   2017-2018,   di  mana   Ketua  TNC memberikan  arahan dan target  pencapaian kepada lebih dari 800 anggota delegasi yang terbagi ke dalam berbagai kelompok kerja dan subkelompok kerja.

Perundingan RCEP berlangsung bukan tanpa  kendala. Mendag Agus mengungkapkan, perbedaan tingkat kesiapan ekonomi negara peserta   RCEP memberikan tantangan tersendiri karena ambisi dan sensitivitas  yang berbeda antara negara maju, negara berkembang, dan negara   kurang berkembang membuat perundingan sering memanas.

“Dalam situasi seperti itu, dituntut pemahaman isu secara mendalam, penguasaan seni berunding secara plurilateral, kesabaran, dan bahkan sense of humor dari Ketua TNC, yang akhirnya mampu mempertahankan jalannya  perundingan secara produktif. Praktis selama lebih dari delapan tahun berunding, tidak satu  kali pun ada negara yang melakukan ‘walk-out’ dari perundingan,”  ujar Mendag Agus.

Perjanjian RCEP dapat  dikatakan  sangat komprehensif, meskipun tidak  selengkap dan sedalam perjanjian regional lainnya, seperti Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CP-TPP).

Namun dalam merespons dampak ekonomi dari Covid-19, seorang pengamat ekonomi dari Hinrich Foundation, Stephen Olson, menyatakan, dalam  beberapa tahun ke depan, rantai nilai (value chain) akan   cenderung lebih  pendek, memanfaatkan kedekatan geografis, dan   menghindari rantai nilai lintas samudra. Dalam konteks ini, RCEP yang secara geografis menyatukan Asia Timur, Asia Tenggara,  Australia,  dan   Selandia  Baru akan  lebih  cepat tumbuh dan   menguat dibandingkan  CP-TPP atau Perjanjian Trans-Atlantik yang sementara     ini dihentikan perundingannya.

Mendag  Agus menegaskan, RCEP akan mendorong Indonesia lebih jauh ke dalam rantai pasok global (global supply chain), dengan memanfaatkan backward linkage, yakni memenuhi kebutuhan bahan baku atau bahan penolong yang lebih kompetitif dari negara RCEP lainnya;  dan forward linkage,  yakni dengan memasok bahan baku atau bahan penolong ke negara RCEP lainnya. Mendag Agus yakin hal tersebut akan mengubah RCEP menjadi sebuah regional power house’.

“Indonesia harus memanfaatkan arah perkembangan ini dengan segera memperbaiki iklim investasi, mewujudkan kemudahan lalu-lintas barang dan jasa, meningkatkan daya saing infrastruktur  dan suprastruktur  ekonomi, dan terus mengamati  serta  merespons  tren   konsumen dunia,” kata Mendag Agus. (HS-08)

Pemkab Kendal Berjanji, Pedagang Pasar Weleri Segera Direlokasi

Pemerintah Prioritaskan Pengembangan Usaha Mikro