THE PENNY-FARTHING, juga dikenal sebagai roda yang tinggi, adalah mesin pertama yang disebut sepeda. Sepeda ini populer di tahun 1870-an dan 1880-an, dengan roda depan yang besar memberikan kecepatan tinggi.
Namun dengan perkembangan sepeda modern, yang memberikan keamanan, kecepatan, dan kenyamanan lebih, sejak tahun 1880an, sepeda jenis penny-farthing sudah ditinggalkan.
Tapi di Kota Semarang, sad satu tempat usaha perakitan jenis sepeda ini. Bahkan produk yang dihasilkan, diburu oleh kolektor hingga Eropa.
Ardyan Dhimas Pratama (17), adalah pemuda pembuatan sepeda penny farthing di Kota Semarang tersebut. Sebelumnya usaha itu dipegang oleh ayahnya bernama Daronjin, namun pria berumur 50 tahun itu telah meninggal dan Dhimas lah yang akan meneruskanya.
Terlihat di rumah yang berada di Perumahan Sedayu Cluster No 11 Kelurahan Bangetayu Wetan, Kecamatan Genuk, Kota Semarang, penuh dengan peralatan untuk merakit sepeda, termasuk beberapa rangka penny farthing yang belum dirakit.
Pasalnya di tempat seluas 6×5 meter itu, selain jadi tempat tinggal juga digunakan untuk tempat produksi sepeda penny farthing khas Eropa. Sepeda buatannya itu, kini diburu kolektor dari berbagai negara hingga Italia dan Spanyol.
Yang membuat sepeda itu diburu adalah keunikanya, terlihat ban depan lebih besar dibandingkan dengan ukuran ban pada umumnya.
“Selain ke Eropa, pembeli juga ada yang dari Jogja, Medan, Gorontalo, Bandung, Surabaya, dan Jakarta,” jelasnya, Minggu (13/6/2021).
Dhimas menerangkan, sepeda yang ia produksi itu mulai dari ukuran 40 inchi dengan tinggi roda 102 centimeter, dan ukuran 44 inchi dengan tinggi roda 112 centimeter. Lalu ada juga sepeda dengan ukuran 48 inchi mempunyai tinggi roda 122 centimeter.
“Ada pula ukuran 62 inchi, dengan tinggi roda 160 centimeter. Tapi rata-rata konsumen memesan dengan ukuran 40 inchi sampai 48 inchi,” terangnya.
Untuk harga sepeda buatannya dibandrol mulai Rp 10 juta hingga Rp 40 juta tergantung kualitasnya.
“Untuk ragangan sepeda dibiarkan tanpa dicat, sehingga warnanya terlihat kusam dan mbladus. Padahal sepeda itu pembuatannya baru, tetapi tanpa dicat, sehingga terlihat koleksi lama. Sedangkan sepeda penny fathing yang diproduksi baru oleh produsen Eropa, dicat dengan warna yang mencolok,” ungkapnya.
Selain ukuran sepeda yang besar, roda belakang dan depan sepeda tidak perlu di pompa layaknya ban sepeda pada umumnya. Karena roda tersebut tidak perlu memerlukan angin.
Sedangkan rem sepeda Panny Farthing hanya depan saja yang dilapisi dengan kulit.
“Sehingga ketika ditarik remnya, roda akan melambat, dan berhenti,” ucapnya.
Sekali produksi biasanya dia menghabiskan beberapa bulan untuk satu sepeda. Menurutnya bagian yang paling sulit adalah ketika pemasangan ban ke pelek.
“Peleknya kan cukup besar, jadi bannya harus benar-benar rapat,” imbuhnya.
Dalam satu bulan biasanya dia bisa mendapatkan omzet hingga puluhan juta dari produksi sepeda Penny Farthing. Rata-rata yang membeli sepeda kepada harus bayar DP 50 persen lebih dulu. “Dalam satu bulan omzetnya bisa sampai Rp60 juta,” imbuhnya.(HS)