
HALO SEMARANG – Sampah merupakan permasalahan bagi kota besar di Indonesia, termasuk di Kota Semarang. Pembahasan sampah dikupas dalam seminar Manajemen Sampah Kota, Menuju Langit Biru Kota Semarang, yang diadakan di Hotel Grasia Semarang, Selasa (24/09/2019).
Seminar ini mendatangkan narasumber Harjanto Kusuma Halim Direktur PT Marimas Putera Kencana, Sapto Adi Sugihartono Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang, Ika Yudha Bank Sampah Resik Becik dan Wijanto Hadipuro Pengamat Lingkungan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang, Sapto Adi Nugroho menyampaikan, bahwa sampah merupakan tantangan dan peluang untuk dapat dimanfaatkan dengan baik.
“Pengelolaan sampah dimulai sejak dari sumbernya dari rumah tangga, kemudian di TPS juga menjadi TPS terpadu di mana ada pemilahan dan pengelolaannya. Terakhir di TPA juga dikelola,” kata Sapto.
Pemkot Semarang, lanjut Sapto, juga sudah membuat aturan atau Peraturan Wali Kota (Perwal) Nomor 27 Tahun 2019, tentang Pengendalian Penggunaan Plastik, terutama plastik yang sekali pakai, tas kresek, sedotan plastik, dan penggunaan streofoam. Tujuannya tidak lain adalah untuk mengurangi sampah plastik.
“Sehingga untuk memperbaiki kualitas lingkungan hidup,” imbuhnya.
Tahun 2019 ini, pihaknya sedang gencar melakukan sosialisasi ke masyarakat, terutama yang menjadi target adalah toko-toko retail, agar tidak lagi menggunakan tas kresek sebagai alat belanja. Lalu di restoran juga tidak menggunakan sedotan plastik.
“Kami masih komunikasi dengan Kadin mulai kami intensifkan agar Perwal ini nantinya berjalan dengan baik. Memang awalnya akan ada resistensi dari para pengguna di tingkat produsen, karena memandang plastik adalah sebagai sarana pembungkus yang paling higienis. Ini tantangan, tapi kita harapkan, secara bertahap adanya kebijakan yang baru ini, akan ada upaya untuk beralih,” paparnya.
Begitu juga di pasar pasar tradisional, pihaknya mendorong masyarakat untuk mengurangi penggunaan plastik saat berbelanja. Harapannya masyarakat beralih menggunakan tas kain yang dibawa dari rumah.
“Target kami sampah di Kota Semarang harus berkurang per tahunnya sebesar 30 persen, dan sisanya 70 persen bisa dikelola. Pada tahun 2018 lalu, pengurangan sampah di Kota Semarang sudah mencapai 20 persen. Dari biasanya 1200 ton per hari, sekarang menjadi 950 ton per hari. Salah satunya karena sampah sudah dikelola di bank sampah oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dan dipilah antara sampah organik dan anorganik. Sehingga volume sampah yang ditampung di TPA Jatibarang makin berkurang,” katanya.
Ika Yudha yang mewakili Bank Sampah Kota Semarang menyampaikan, seharusnya Bank Sampah itu berorientasi pada permasalahan lingkungan bukan diutamakan pada bisnis semata.
“Butuh keseriusan dan gerakan bersama untuk mengatasi permasalahan sampah dan perubahan perilaku ini tidak mudah, butuh proses panjang untuk memahamkan masyarakat,” ujar Ika.
Sementara itu, Direktur PT Marimas Putera Kencana, Harjanto Halim menyampaikan, pihaknya bergerak di ecobricks bukan sekadar sebagai penyaluran Corporate Social Responsibility (CSR) saja. Tetapi lebih pada menggugah kesadaran masyarakat mengenai bagaimana plastik sebenarnya bisa dikelola dan tidak berceceran kemana mana.
“Jika berhubungan dengan sampah harus tegas, dengan hukum yang tegas dapat merubah perilaku masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan,” tegas Harjanto.
Harjanto menambahkan, bahwa masing-masing individu dapat bergerak sesuai dengan kapasitas masing-masing untuk menyelamatkan lingkungan. Salah satunya, mulai dari lingkungan rumah, dengan melatih anak untuk mengelola sampah plastik. Misalnya menjadi kerajinan ecobricks.
“Sehingga jika dilatih cara mengelola sampah, maka otomatis mereka akan sadar, bahwa plastik berbahaya bagi lingkungan jika dibuang sembarangan. Sedangkan jenis sampah organik bisa ditanam dalam tanah, nanti akan menjadi pupuk kompos dengan sendirinya,” terangnya, Selasa (24/9/2019).(HS)