in

Pasar Rejomulyo, Adu Kuat Pedagang Vs Dinas Perdagangan

Karena mangkrak, halaman Pasar Rejomulyo Semarang jadi tempat parkir warga sekitar.

 

TARIK ulur persoalan Pasar Rejomulyo masih berlanjut. Meski telah selesai dibangun sejak tahun 2016 dan menghabiskan anggaran pembangunan sekitar Rp 30 miliar, hingga kini pedagang di Pasar Kobong yang hendak direlokasi masih enggan menempatinya. Hal itu karena mereka merasa, pembangunan pasar dua lantai yang jaraknya sekitar 200 meter deri Pasar Kobong tersebut, perencanaan pembangunannya tak melibatkan pedagang. Sehingga hasilnya tak sesuai dengan kebutuhan pedagang yang notabenya merupakan pedagang grosir sekala besar.

Alhasil, hingga kini pasar megah yang ada di Jalan Pengapon, Kemijen, Kecamatan Semarang Timur tersebut tak berpenghuni dan terancam mangkrak. Berbagai upaya telah dilakukan Pemkot Semarang melalui Dinas Perdagangan Kota untuk merayu pedagang agar bersedia memanfaatkan aset negara itu. Tak hanya rayuan, Dinas Perdagangan juga memberikan ancaman keras, akan memberikan hak penggunaan lapak kios ke pedagang lain di luar pedagang Pasar Rejomulyo. Hal itu jika para pedagang tak segera menempati pasar yang dibangun sejak tahun 2013 lalu itu.

Dampaknya, Mei 2018 lalu, pedagang ikan Pasar Rejomulyo kembali menggugat Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi ke Pengadilan Negeri (PN) Semarang dan tercatat dalam nomor register 168/Pdt.G/2018/PN.SMG. Sebelumnya mereka pernah menempuh jalur hukum menggugat Pemkot dalam persidangan PTUN di Surabaya.

Selain menggugat Wali Kota, pedagang juga menggugat Kepala Dinas Perdagangan Kota Semarang. Inti dari gugatan ke PN Semarang tersebut, Pemkot Semarang dinilai membangun pasar ikan baru dengan tidak melibatkan pedagang. Selain itu pemkot juga dianggap memaksa para pedagang untuk segera masuk ke pasar baru dengan sejumlah iming-iming dan ancaman. Meski digugat, pemkot tetap kekeh untuk segera melakukan relokasi pedagang Pasar Kobong ke Pasar Rejomulyo.

Kepala Dinas Perdagangan Kota Semarang, Fajar Purwoto mengatakan, bagi pedagang yang tidak mau menempati Pasar Rejomulyo Baru, diminta untuk membuat pernyataan tertulis kepada Dinas Perdagangan. Sehingga tempat tersebut nantinya bisa diberikan untuk pedagang lain di luar Pasar Rejomulyo yang benar-benar membutuhkan.

“Jadi supaya pasar ini bisa difungsikan untuk pedagang dari pasar-pasar lain,” ujarnya, di Pasar Rejomulyo Baru, Rabu (13/2/2019).

Fajar menambahkan, dirinya tidak ambil pusing jika pedagang tak bersedia menempati Pasar Rejomulyo Baru. Dia menambahkan, saat ini, dari sejumlah 66 pedagang Pasar Rejomulyo lama, terdapat kurang lebih 30an pedagang yang mau pindah ke Pasar Rejomulyo Baru.

“Makanya, kami meminta mereka segera masuk. Kami juga butuh surat kepastian tertulis dari pedagang yang enggan pindah. Dan silakan meninggalkan Pasar Rejomulyo jika tak mau diatur, karena itu merupakan tanah aset pemkot,” tegasnya.

Bagi yang bersedia masuk ke pasar baru, Fajar menegaskan siap untuk diskusi terkait pemanfaatan bangunan baru. “Silakan mau dibuat apa bangunan ini. Kalau tidak mau menempati, akan dikelola dinas untuk pedagang lain. Kalau gini terus gak ada selesainya. Diundang pun pedagang tidak mau datang. Tolong hargai pemerintah kota. Pedagang yang mau kami persilakan masuk, akan kami fasilitasi. Kalau yang enggak silakan pindah ke tempat lain,” tandasnya.

Pilih Bertahan

Sementara Zaenal Abidin Petir selaku Ketua Advokasi dan Hukum Paguyuban Pedagang dan Jasa Pasar (PPJP) Kota Semarang mempertanyakan komitmen Pemkot Semarang kaitannya dengan penguatan keberadaan pasar rakyat atau pasar tradisional yang diatur dalam Undang Undang No 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan.

“Pemerintah kota harus mampu mencarikan solusi yang tepat atas permasalahan yang dialami para pedagang ikan basah ini. Pedagang jangan dipaksakan untuk pindah dengan fasilitas dan lapak yang tidak memenuhi standar kelayakan sebagai pasar grosir ikan. Jika dipaksakan, lambat laun kondisi perdagangan ikan basah akan mati. Padahal ini merupakan aset Semarang, salah satu pasar ikan terbesar di Jawa Tengah,” ujarnya, Rabu (13/2/2019).

Zaenal mengatakan, sesuai dengan Undang-Undang tentang perdagangan, pemerintah memiliki tanggung jawab memberikan fasilitas dan pembinaan kepada pedagang tradisional. Bukan malah mengancam tidak akan mendapatkan lapak bagi yang tidak mengambil undian, maupun memberikan lapak kepada pedagang lain.

”Mestinya pemkot lebih mementingkan untuk membesarkan pasar tradisional. Apalagi pasar grosir ikan basah ini terbesar di Jateng, mestinya direvitalisasi bukan digusur,” katanya dengan tegas.

Ditambahkan, pedagang menolak pindah dari Pasar Kobong ke Pasar Rejomulyo, karena perencanaan pembangunan pasar yang tidak baik. Sebenarnya, kata dia, pembangunan pasar tersebut bagus, tapi perencanaan yang kurang sesuai dengan kebutuhan pedagang, membuat upaya pemindahan berpotensi mematikan mata pencaharian pedagang.

“Misal penataan parkir dan penataan lapak yang terlalu sempit. Ini pedagang ikan grosir bukan eceran lho. Pedagang sebenarnya siap manut pemerintah, tapi jika potensinya membunuh bisnis mereka, tentu pedagang tidak mau,” tegasnya.

Saat ini, para pedagang masih menunggu putusan pengadilan dari gugatan ke PN Semarang. Sebelum ada putusan pengadilan, pihaknya memutuskan untuk tetap akan bertahan di Pasar Kobong.(HS)

Tiga Wali Kota Semarang Bakal Jadi Saksi Hilangnya Kasda Kota Rp 22,7 Miliar

Heru “Eto’o” Setyawan Resmi Jadi Gelandang Baru PSIS