in

Pakar Transportasi Dorong Penyediaan Jalur Sepeda di Kota Semarang yang Nyaman dan Tak Terputus

Foto ilustrasi.

HALO SEMARANG – Sepeda kayuh sejak lama menjadi sarana transportasi masyarakat yang ramah, murah, dan sehat. Namun lambat laun, budaya bersepeda di Indonesia terkikis dengan adanya teknologi kendaraan bermesin. Masyarakat banyak yang beralih menggunakan motor maupun mobil.

Banyaknya penggunaan motor maupun mobil yang tidak terkontrol mengakibatkan berbagai dampak negatif. Mulai dari polusi udara, kemacetan, hingga banyaknya korban nyawa akibat kecelakaan lalu lintas.

Kota yang ramah seperti di Kota Semarang, memang perlu melakukan penataan transportasi sepeda agar menjadi budaya masyarakat sekaligus menanggulangi agar masalah polusi udara, kemacetan, hingga banyaknya korban jiwa akibat kecelakaan lalu lintas bisa berkurang.

Akademisi dari Unika Soegijapranata Semarang, sekaligus pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, secara umum terdapat lima syarat yang harus dipenuhi untuk meningkatkan kualitas dalam menyiapkan jalur sepeda bagi masyarakat. Pertama, harus menarik, yaitu lingkungan sekeliling dirancang menarik, sehingga bisa menimbulkan daya tarik estetika secara positif.

“Kedua, memperhatikan aspek keselamatan. Fasilitas jalur sepeda harus menghasilkan lebih sedikit risiko kecelakaan lalu lintas,” terangnya, Senin (7/10/2019).

Ketiga koherensi, yakni pengguna harus dapat mengakses jalan mereka dengan mudah. Keempat, kenyamanan, fasilitas memiliki kondisi yang membuat perjalanan lebih nyaman (warna, material yang memadai).

“Dan kelima, tidak terputus (berkelanjutan), fasilitas yang disediakan bagi pengguna harus memenuhi kebutuhan akan rute langsung ke tujuan,” bebernya.

Dia berpendapat bahwa selama tidak ada kebijakan untuk membatasi mobilitas sepeda motor, maka jalur sepeda tidak akan efektif digunakan masyarakat.

“Perancangan dapat dilakukan, jalur sepeda dan pejalan kaki disatukan atau ada pembatasan fisik (seperator) jika mengambil sebagian ruas jalan dan harus disertai penegakan hukum. Padahal penegakan hukum di negeri ini adalah hal yang sulit dilakukan,” ujarnya.

Dikatakan, pembangunan infrastruktur transportasi masa lalu lebih mengutamakan atau memprioritaskan kepentingan kendaraan pribadi (car oriented development).

“Saat ini dan ke depan, pembangunan infrastruktur transportasi sudah harus berorientasi bagi mobilitas manusia (people oriented development). Perlindungan (protected) terhadap pesepeda harus diberikan, karena selama ini pesepeda merasa kurang nyaman dan aman berkendara di jalan yang ada,” katanya.

Karena pesepeda harus selalu lebih waspada, lanjut dia, sehingga upaya untuk menjadikan kembali sepeda sebagai alat transportasi kurang mendapat perhatian dan dukungan dari masyarakat.

“Sepeda adalah moda transportasi yang bisa digunakan untuk menjangkau jarak pendek dan medium untuk melengkapi perjalanan. Kemampuan pejalan kaki untuk jarak pendek, yakni paling jauh sekitar 3 kilometer. Jarak perjalanan pesepeda adalah maksimal kisaran 10 kilometer,” terangnya.

Lebih lanjut, sepeda sebagai instrumen transportasi yang melengkapi moda angkutan umum dengan menyediakan konektivitas fasilitas firts mile dan last mile. Yakni, menghubungkan mobilitas ke titik angkutan umum (halte), dan dari titik berangkat angkutan umum menuju ke titik akhir tujuan.

“Jalur sepeda yang dibangun hendaknya tidak terinterupsi oleh parkir kendaraan bermotor dan pedagang yang berjualan di tempat sembarangan,” kata dia.

Sementara, Kepala Dishub Kota Semarang, Endro PM mengatakan, untuk memberikan fasilitas jalur khusus sepeda untuk aktivitas harian di sejumlah jalan protokol, di antaranya Jalan Pandanaran, Jalan Pahlawan, Jalan Dr Cipto, dan Jalan Pemuda untuk saat ini belum bisa dilanjutkan. Karena terkait dengan jumlah rasio volume kendaraan bermotor (KBM) yang tiap tahunnya makin bertambah.

“Pemkot masih butuh ada kajian, pelaksanaan dan evaluasi secara matang,” katanya, baru-baru ini.

Dikatakan, Endro, hal itulah yang menjadi salah satu alasan belum diterapkan kebijakan jalur sepeda di Kota Semarang. Mengingat jumlah volume kendaraan bermotor (KBM) cukup padat, dikhawatirkan malah bisa menimbulkan kemacetan di jalan protokol.

“Sehingga kebijakan pemkot yang menyediakan fasilitas jalur khusus sepeda kayuh belum untuk aktivitas harian. Sedangkan bagi masyarakat yang memilih menggunakan sepeda, sementara baru diberi ruang bersepeda di jalan protokol seperti Jalan Pemuda, Pahlawan, dan kawasan Simpanglima, serta Pandanaran (dari perempatan dekat KFC sampai Simpanglima) pada setiap hari Minggu atau saat event CFD saja. Yakni dari pukul 06.00 sampai 09.00,” terangnya.(HS)

Pernah Ditemukan Kemuncak Candi di Lokasi Sendang Stoom Semarang, Diduga Ada Struktur Bangunan Candi Subuh

Tingkatkan Kualitas Diri, Mahasiswa Fakultas Ekonomi USM Dibekali Wawasan Kebangsaan