in

Nusron Wahid Nilai Penyertaan Modal Negara untuk BNI dan BTN Tidak Tepat

Anggota Komisi VI DPR RI Nusron Wahid. (Foto : DPR.go.id)

 

HALO SEMARANG – Anggota Komisi VI DPR RI Nusron Wahid, menilai upaya Kementerian BUMN yang ingin memberikan penyertaan modal negara (PMN) untuk pengembangan bisnis BNI dan BTN, merupakan kebijakan yang tidak tepat.

Menurutnya, BUMN perbankan merupakan sektor yang paling kokoh dan settle, sehingga pemerintah tidak perlu memberikan PMN kepada perusahaan yang sehat ini.

Hal tersebut diutarakannya, ketika Komisi VI DPR RI melangsungkan rapat dengan Menteri BUMN di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (8/7). Selain itu Nusron juga menilai pemberian PMN tersebut, dengan dalih pengembangan bisnis, sangat tidak sesuai dengan semangat negara saat ini untuk mengatasi pagebluk ini.

“Menurut hemat kami, dalam situasi semacam ini, sangat kurang pas. Melihat BUMN ini tidak pernah ada subsidi dan proteksi apapun itu adalah BUMMN Perbankan. Nah salah satunya adalah BNI dan BTN. Saya paham betul, bagaimana BNI dengan masuknya beberapa orang hebat seperti Komisaris Utama-nya Pak Agus Marto itu, mempunya ambisi dan misi,” kata dia, seperti dirilis DPR.go.id.

Politisi Partai Golkar ini pun, memberi usulan penguatan BNI dan BTN, seperti menempuh jalur right issue dan menahan dividen, yang seharusnya disetorkan kepada pemegang saham. Dana ini kemudian dijadikan rekapitalisasi tambahan Capital Adequacy Ratio (CAR).

Sehingga target Rp 40 triliun dividen Kementerian BUMN tahun depan, harus dikecualikan kepada BNI dan BTN.

“Jadi target Menteri BUMN untuk Rp 40 triliun dividen tahun depan, excluding-kan BTN dan BNI. Genjot saja PLN, Pertamina, Mandiri, dan BRI. Dividen atau keuntungan BNI dan BTN, diberikan untuk kepentingan rekapitalisasi, supaya CAR-nya meningkat. Supaya BNI dan BTN masuk menjadi Bank Tier I Capital, tidak ketinggalan dengan yang lain,” imbuh Nusron.

Kementerian BUMN memang mengusulkan pemberian PMN dalam tujuan sebagai modal pengembangan bisnis hanya kepada BNI dan BTN sebesar Rp 7 triliun kepada BNI dan Rp 2 triliun kepada BTN.

Menurut Nusron, dana itu lebih tepat difokuskan untuk membangun industri farmasi dan rumah sakit dalam negeri.

“Sebagai gantinya uang tujuh triliun dari BNI dan dua triliun dari BTN, jadi ada sembilan triliun. Kami lebih setuju usulan dalam sense of crisis seperti ini ada sinyal politik bahwa kita ingin membesarkan industri farmasi kita, ingin membesarkan rumah sakit kita, terutama yang dimiliki oleh BUMN,” kata Nusron. (HS-08)

Evaluasi PPKM Darurat, Ganjar: Kurangi Pergerakan, Kunci Dari Desa

Pegawai Kemenag Gelar Doa Bersama untuk Keselamatan Bangsa dan Negara