in

Menlu Retno : Penemuan Vaksin Bukan Akhir Tantangan, Indonesia Dorong PBB Pastikan Vaksin Untuk Semua

Menlu Retno Marsudi pada Sesi Khusus Sidang Majelis Umum PBB untuk menanggapi Pandemi Covid-19 yang diselenggarakan secara virtual dari New York tanggal 3-4 Desember 2020. (Sumber: Kemlu.go.id)

 

HALO SEMARANG – Penemuan vaksin oleh berbagai negara, bukan akhir dari tantangan menghadapi pandemi Covid-19. Setelah ditemukan dan diproduksi, tantangan selanjutnya adalah memastikan vaksin tersebut bisa diakses oleh semua negara, terutama yang masuk kategori miskin dan berkembang.

“Ditemukannya vaksin bukanlah akhir dari tantangan. Tugas kita berikutnya adalah memastikan vaksin dapat diakses dan didistribusikan dengan adil bagi semua,” tegas Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi, pada Sesi Khusus Sidang Majelis Umum PBB, untuk menanggapi pandemi Covid-19, yang diselenggarakan secara virtual dari New York, seperti dirilis Setkab.go.id.

Sesi Khusus ini diselenggarakan untuk memperkuat langkah kolektif masyarakat dunia, bagi penanganan pandemi. Beberapa isu khusus yang dibahas. terkait penyediaan vaksin, pemulihan dunia pasca pandemi, serta memastikan ketahanan kesehatan global di masa mendatang.

Indonesia telah memainkan peranan kepemimpinan internasional sejak awal fase penanganan pandemi, antara lain dengan menjadi salah satu inisiator Resolusi pertama PBB mengenai penanganan Covid -19, Resolusi 74/270 “Solidaritas Global untuk Memerangi Covid -19″ yang disahkan secara aklamasi tanggal 2 April 2020.

Lanjut Menlu Retno, banyak negara, utamanya negara berkembang, memiliki keterbatasan kapasitas dalam memproduksi dan mendistribusikan vaksin. Karena itu PBB harus membantu memastikan distribusi vaksin untuk semua.

“PBB harus mampu membantu negara-negara anggotanya meningkatkan kapasitas distribusi vaksin, baik terkait infrastruktur maupun kapasitas sumber daya manusia,” ujar Menlu.

Dalam pertemuan ini, Menlu Retno juga mengutarakan tiga hal yang perlu dilakukan oleh dunia internasional.

Pertama, menerjemahkan komitmen politik ke dalam langkah nyata. Salah satu yang paling mendesak, adalah dukungan terhadap upaya multilateral untuk vaksin, seperti COVAX AMC dan ACT Accelerator; dan dukungan terhadap kapasitas distribusi dan sumber daya manusia di seluruh negara.

Kedua, memperkuat kapasitas industri kesehatan di setiap negara. Saat ini terdapat kesenjangan infrastruktur kesehatan antara negara maju dan negara berkembang, hal ini perlu ditangani, di antaranya melalui penciptaan ekosistem untuk riset dan pengembangan, transfer teknologi, dan kerja sama industri.

Ketiga, terus memperkuat tata kesehatan global. Menurut Retno, WHO tidak sempurna, tetapi tetap merupakan pilihan terbaik yang dunia punya, untuk mengoordinasikan upaya melawan pandemi.

Seluruh negara harus membantu penguatan kapasitas WHO. Mekanisme multilateral yang telah dibentuk di masa pandemi juga harus dilanjutkan setelah pandemi berakhir. Pool akses terhadap teknologi, tools accelerator, dan COVAX facility harus menjadi mekanisme yang terus digunakan di masa datang.

Seruan yang sama, disampaikan oleh Presiden Majelis Umum PBB, Volkan Bozkir. “Kami memahami bahwa dunia sangat mengharapkan kepemimpinan PBB, dalam penanganan krisis ini. PBB harus tampil ke depan, mengambil langkah nyata, dan meningkatkan kepercayaan dunia,” ujarnya.

Sementara itu Sekjen PBB Antonio Guterres, menyoroti dampak pandemi yang paling dirasakan oleh kelompok masyarakat yang paling rentan.

“Penduduk miskin, kaum lanjut usia, perempuan dan anak-anak, adalah mereka yang paling terdampak,” demikian diutarakan oleh Sekjen PBB.

Karenanya, kesempatan pemulihan pasca pandemi harus dimanfaatkan untuk mengubah dunia menjadi dunia yang lebih berkeadilan. (HS-08)

Dicalonkan September, Dubes Indonesia Terpilih Jadi Deputi Dirjen Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia

Pembelajaran Tatap Muka, Bupati Pati : Jangan Sampai Muncul Klaster Baru