in

Menengok Masjid Agung Kendal, Masjid Yang Konon Didirikan Keturunan Brawijaya V

Masjid Agung Kendal yang bediri kokoh di pusat Kota Kendal.

MASJID Agung Kendal merupakan masjid tertua dan terbesar di Kabupaten Kendal, yang konon didirikan oleh Raden Suwiryo atau biasa dikenal Wali Joko, sekitar abad 15, yaitu pada zaman Kesultanan Demak.

Wali Joko merupakan salah satu santri Sunan Kalijaga, yang diberi tugas untuk menyebarkan agama Islam di sekitar wilayah Kendal. Wali Joko adalah saudara Sunan Katong, penyebar Islam di wilayah Kaliwungu, Kendal.

Saat menginjak remaja, Wali Joko yang memiliki nama gelar Pangeran Panggung, merupakan putra bungsu Prabu Kertabumi atau Prabu Brawijaya V dengan Permaisuri Dewi Murdaningrum, seorang putri dari Kerajaan Campa.

Wali Joko masih memiliki hubungan darah dengan Raden Patah, raja pertama Kesultanan Demak Bintoro. Di mana, Raden Patah adalah putra Prabu Kertabumi dengan Permaisuri putri Kerajaan Campa, Dewi Kian.

Wali Joko lahir tahun 1463 Masehi adalah murid dari Sunan Kalijaga yang ditugaskan berdakwah di wilayah Kendal, bersamaan dengan Sunan Katong yang ditugaskan berdakwah di wilayah Kaliwungu.

Setelah santrinya semakin bertambah banyak, pada tahun 1493 Masehi, Wali Joko mendirikan masjid supaya menampung santri yang semakin banyak untuk beribadah.

Kala itu usia Wali Joko sekitar 30 tahun. Bangunan masjid yang pertama dengan ukuran 27 x 27 meter persegi, terdiri 16 saka atau tiang dan atapnya bersusun tiga terbuat dari sirap.

Menurut Muslichin, salah satu guru Sejarah yang juga pemerhati seni budaya di Kabupaten Kendal, masjid yang dibangun Wali Joko sudah beberapa kali dilakukan pemugaran, sehingga kini sudah tidak kelihatan bentuk aslinya.

Namun, untuk menjaga keaslian dan melestarikan sejarah, di beberapa bagian bangunan masih ada peninggalan Wali Joko.

Seiring berjalannya waktu, masjid yang berdiri gagah di pusat Kota Kendal ini telah mengalami delapan kali renovasi.

Sejumlah peninggalan asli bangunan dari Wali Joko adalah 16 tiang penyangga masjid dengan masing-masing berdiameter 40 centimeter, yang masih berdiri dengan tegak, meski hanya dimodifikasi. Peninggalan asli lainnya yaitu kusen, jendela, dan daun pintu masjid.

Selain itu adalah mimbar kotbah dan juga Maksuroh (tempat salat bupati saat itu) yang terdapat di sebelah kiri mimbar.

Menurut KH Makmun Amin, seorang ulama dan juga sesepuh Masjid Agung Kendal, semula bagian atas masjid masih berupa mustaka yang sudah dua kali diganti. Seiring berkembangnya zaman, bagian atas Masjid Agung Kendal akhirnya diganti berupa kubah.

Pengurus Takmir Masjid Agung Kendal, Kiai Masruh membenarkan, masjid tersebut memang didirikan oleh Wali Joko yang makamnya berada di depan masjid bagian selatan. Sedangkan Wali Sujak dan Wali Hadi yang makamnya berada di belakang masjid adalah generasi penerusnya.

Wali Joko bersama para santri dan kaum muslimin juga membuka lahan pertanian di Kelurahan Kauman, Karangsari, Langenharjo dan Desa Sukolilan Patebon, yang berjumlah sekitar 49 hektare dan sekarang menjadi bondo masjid dengan status wakaf bersertifikat.

Pembukaan lahan sawah tersebut untuk kebutuhan pemeliharaan masjid dan para santri yang mondok di masjid.

Di bulan suci Ramadan, takmir Masjid Agung Kendal menyediakan makan dan minum untuk berbuka puasa bagi semua lapisan masyarakat. Misalnya, para musafir yang kebetulan singgah di masjid itu.

Selain melestarikan tradisi tersebut, di bulan Ramadan takmir masjid juga menggelar pengajian kitab kuning. Banyak santri kalong atau santri pendatang mengaji di masjid ini setiap malamnya. Mereka datang dari beberapa wilayah di Kendal.

Sedangkan kitab kuning berisi uraian dan penjabaran para ulama yang bersumber dari Al-Quran dan Hadis. Seperti di masjid-masjid umumnya, pada Ramadan juga diisi dengan kegiatan tadarus.(HS)

Setelah Makam Bung Karno, Ganjar Ziarah ke Makam Gus Dur

Program Santunan 10 Ribu Anak Yatim PR Sukun 1443 H Mampir Ke Semarang