
SELAIN sebagai tempat beribadah, Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) yang ada di Jalan Gajah, Semarang juga menyajikan wisata religi dan memiliki tawaran wisata beragam.
Salah satu bangunan yang menjadi daya tarik pengunjung saat berwisata religi ke Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) adalah Menara Al-Husna.
“Paling ramai biasanya hari libur nasional atau Sabtu-Minggu. Dinamakan menara Al-Husna ini karena ketinggiannya 99, sesuai dengan jumlah Asmaul Husna (Nama-nama Allah yang Maha Indah),” tutur salah satu penjaga scurity di MAJT, Minggu (25/8/2019).
Menara yang memiliki tinggi 99 meter tersebut, memang dibangun dengan ketinggian sama dengan angka Asmaul Husna yang berjumlah 99.
Menara ini tidak hanya dipakai sebagai salah satu lokasi untuk melihat kemunculan hilal yang menandai masuknya 1 Syawal atau Hari Raya Idul Fitri saja, tetapi di dalamnya juga terdapat museum sejarah perkembangan kebudayaan Islam di tanah Jawa, khususnya di Jawa Tengah.
Menara Al-Husna dibangun bersamaan dengan pembangunan masjid yang jadi kebanggaan di provinsi Jawa Tengah sejak tahun 2001, dan selesai pada 2006 lalu.
Arsitektur khas masjid yang menempati areal sekitar 10 hektare ini, yakni memiliki perpaduan antara ciri arsitektur Arab dan Jawa. Masjid sendiri diresmikan oleh Presiden RI Ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 14 November 2006.
Saat halosemarang.id, berkunjung ke MAJT belum lama ini, merasakan betul nuansa Islami di sekitar masjid. Lantunan ayat-ayat suci Alquran terdengar dari toa masjid. Beberapa pengunjung dari berbagai daerah juga berlalu lalang di sekitar masjid, sambil sesekali mengambil gambar dan swafoto di halaman masjid. Tepatnya di sekitar payung ikonik yang ada di depan MAJT.
Tak ketinggalan, para pengunjung ini juga banyak yang mencoba naik di menara Al-Husna yang ada ada di samping kanan bagian depan bangunan masjid.
Sebelum memasuki menara Al-Husna, bagi pengunjung dikenakan biaya tiket masuk sebesar Rp 7.500 per orang. Yang mana pengunjung dengan naik lift menara dapat menikmati pemandangan Kota Semarang dari ketinggian puncak menara. Di lantai 19, pengunjung juga disediakan teropong untuk melihat pemandangan Kota Semarang dari ketinggian. Teropong ini memang hanya bisa digunakan jika kita memasukkan uang koin Rp 1.000 untuk penggunaan sekitar 90 detik.
Dari teropong inilah, pengunjung bisa melihat pemandangan yang jauh, bahkan hingga wilayah pesisir Kota Semarang.

Selain teropong, pemandangan indah dari ketinggian menjadi daya tarik bagi pengunjung untuk berswafoto.
Hembusan angin yang kuat dari banyak sisi menambah nuansa ketinggian menjadi sangat terasa.
Sebelum naik ke lantai 19, pengunjung juga disuguhi berbagai benda kebudayaan Islam yang ditemukan di Jawa Tengah. Koleksi benda-benda beraejarah itu bisa dilihat di lantai 2 dan 3 dalam menara, tepatnya di museum kebudayaan Islam.
Di dalam museum tersebut dipajang sejumlah koleksi benda-benda peninggalan sejarah perkembangan Islam. Seperti keris, mushaf Alquran kuno, Alquran raksasa, mimbar kuno dari Masjid Terboyo, artefak, gamelan, wayang, dan nisan yang asli, serta beberapa benda replika yang lain. Termasuk maket Masjid Agung Jawa Tengah dan menara Masjid Sunan Kudus.
Dan di lantai 3 menara ini, koleksi benda-benda bersejarah pada museum ditata berdasarkan alur cerita yang menggambarkan sejarah perkembangan Islam di Jawa Tengah yang mencakup beberapa periode.
Pertama pada masa pemerintahan Raden Patah sebagai pendiri Kerajaan Islam Demak yang merupakan perkembangan awal Islam di Jawa Tengah. Kedua adalah perkembangan pesantren di tanah Jawa khususnya pesisir pantai utara. Ketiga adalah masa di mana perkembangan Islam di wilayah pedalaman Jawa Tengah menghasilkan dialog Islam dengan budaya lokal.
Salah satu benda peninggalan berupa gamelan, yang mana berfungsi untuk sarana dakwah dalam penyebaran agama Islam, melalui akulturasi kebudayaan lokal yang telah hidup di masyarakat setempat.
Keempat, memasuki era kolonialisme dengan belanda dan dunia pesantren mengisolir diri dari kekuasaan penjajah dengan sikap non-kooperatif. Terakhir dunia modern terdapat kebutuhan untuk meningkatkan fasilitas peribadatan yang representatif antara lain pengembangan Masjid Agung Jawa Tengah seperti yang telah dibangun saat ini.
Lalu di lantai dua menara, juga terdapat koleksi-koleksi yang ditampilkan bercerita tentang awal perkembangan Islam di Jawa Tengah. Beberapa menceritakan tentang perkembangan budaya islam asing yang masuk di pesisir utara, seperti pelabuhan di kawasan pesisir utara Jawa Tengah dan merupakan tempat pertama kalinya terjadi interaksi antara pedagang muslim dari Gujarat, Persia, dan China dengan penduduk lokal Jawa Tengah.
Salah satu pengunjung, Gunawan Wibisono mengatakan, setelah naik di Menara Al-Husna dia mengaku sangat berkesan dan banyak belajar tentang perkembangan kebudayaan Islam di Jawa Tengah.
“Tadinya saya kira menara ini hanya berfungsi untuk mengumandangkan adzan oleh muazin saat shalat saja, tetapi ternyata di dalamnya ada museumnya juga. Saya puas setelah melihat-lihat koleksi yang ada di museum, meski agak takut ketinggian sampe naik lantai 19, tapi asyik,” katanya, Minggu (25/8/2019).(HS)