HALO KLATEN – Masjid kuno bernama Al-Makmur Majasem, di Dusun Majasem, Desa Sumyang, Kecamatan Jogonalan, rupanya tak bisa dipisahkan dari syiar Islam di Kabupaten Klaten dan Jawa bagian tengah.
Berbeda dengan bangunan masjid yang banyak terdapat di Indonesia, Masjid Majasem dibangun dengan arsitektur Jawa kuno, dengan ciri khas atap joglo dan didominasi bahan bangunan kayu.
Sebuah papan hitam dengan tulisan putih di halaman masjid, menunjukkan bahwa tempat ibadah ini merupakan bangunan cagar budaya, yang harus dilestarikan.
Pada bangunan utama, terdapat tembok tebal dari batu bata, berdiri setinggi lebih kurang 1,5 meter, dengan luas 10 meter persegi. Tembok tebal ini langsung menyambung di bagian bawah atap joglo.
Atap yang menjulang tersebut, ditopang empat soko guru atau tiang utama berbahan kayu jati utuh. Total terdapat 16 tiang di dalam bangunan utama. Landasan setiap tiang berbentuk setengah lingkaran dan antartiang menggunakan pengunci dari kayu.
Pada dinding masjid terdapat satu prasasti bertuliskan “Masjid Baitul Makmur 1385 M Majasem tertanggal 6 Januari 2001”.
Namun tak ada penjelasan siapa yang mengeluarkan prasasti itu. Sementara, prasasti lainnya, bertuliskan “Masjid Al-Makmur masjid perdikan yasanipun Sampeyan Dalem Ingkang Sinoehoen Kanjeng Soesoehanan Pakoe Boewono Ing Karaton Surakarta Th 1780 M, katetepaken tgl 2 Mei 2003 dening S I K S Pakoe Boewono XII.”
Prasasti tersebut dilengkapi tanda tangan Paku Buwono XII. Meski begitu belum diketahui adanya naskah sejarah, yang menunjukkan secara pasti, waktu pembangunan masjid tersebut.
Menurut Ketua Takmir Masjid Al-Makmur Majasem, Sugimin, masjid kuno yang konon seabad lebih tua dari Masjid Agung Demak ini, memiliki beberapa nama, yakni Baitul Makmur dan Al Makmur. Walaupun demikian masyarakat lokal biasa menyebut sebagai Masjid Majasem.
Bangunan tempat ibadah ini, berdiri di atas tanah perdikan atau tanah hak milik Keraton Kasunanan Surakarta.
Selain dibuktikan dengan prasasti yang dikeluarkan keraton, di sisi barat masjid terdapat makam, yang diyakini merupakan makam Pangeran Ngurawan, yang merupakan pengageng atau pejabat Keraton Surakarta.
“Hingga saat ini kami masih berusaha mencari bukti empiris pembangunan masjid. Kami juga sempat sowan (menghadap) ke Keraton Surakarta, untuk memastikan sejarah pembangunan masjid ini,” kata Sugimin, Rabu (6/4/2022), seperti dirilis Klatenkab.go.id.
Menurutnya, dari keterangan raja Keraton Surakarta, yang saat itu dipimpin Paku Buwono XII, menyebutkan literasi asli terkait Masjid Majasem, ikut musnah dalam kebakaran Museum Radya Pustaka beberapa tahun silam.
Namun dari cerita tutur, awal mula berdiri masjid itu bernama Langgar Kalimosodo dan digunakan sebagai tempat syiar agama Islam ke berbagai wilayah di Jawa bagian tengah.
Langgar Kalimosodo disebut-sebut dibangun oleh Sunan Kalijaga, yang kemudian diserahkan pengelolaannya kepada muridnya, yakni Ki Ageng Pandanaran, sebelum pindah ke wilayah Bayat.
Sugimin juga menjelaskan, hingga saat ini empat tiang utama yang terbuat dari kayu jati di masjid itu, merupakan peninggalan asli dari tahun 1385 masehi, yang ditatal langsung oleh Sang Wali, seperti halnya saka guru di Masjid Agung Demak.
“Masjid ini sudah mengalami beberapa kali renovasi, namun untuk bagian dalamnya tetap sama seperti awal dibangun,” kata dia. (HS-08)