in

“Malih Dadi Segara”, Pameran Seni Mengkritisi Persoalan Pesisir

Salah satu karya seni mural yang tersaji dalam pameran Penta K Labs IV bertemakan "Malih Dadi Segara" (Berubah Menjadi Laut) di Kampung Nelayan Tambakrejo, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang.

HALO SEMARANG – Puluhan seniman berpartisipasi pada pameran Penta Klabs IV bertemakan “Malih Dadi Segara” (Berubah Menjadi Laut) di Kampung Nelayan Tambakrejo, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang, 17 hingga 21 Desember 2022.. Tema tersebut untuk merespons isu persoalan pesisir, khususnya tentang perubahan tata ruang akibat manusia beserta interaksinya dengan alam serta dampak dari perubahan iklim yang membuat di beberapa daerah di Pantai Utara (Pantura) terendam air.

Tak hanya seniman lokal, beberapa di antara seniman yang terlibat juga berasal dari luar negeri, seperti Meksiko, Australia, dan Hongkong.

Kurator pameran sekaligus Direktur Kolektif Hysteria, A Khairudin menjelaskan, para seniman ditantang untuk menaklukkan ruang-ruang kampung yang berbeda dengan galeri maupun ruang pamer yang mapan. Dengan begitu, mereka harus bernegosiasi dengan pemilik rumah dan warga untuk presentasi karya masing-masing dan muncul kedekatan satu dengan lainnya.

“Kebanyakan karya seni yang dihadirkan merupakan seni mural, dengan merespon ruang yang ada. Namun ada juga seni foto, seni pertunjukan, seni musik, dan lainnya yang tersaji di pameran ini,” katanya, Senin (19/12/2022).

Dikatakan, Penta Klabs merupakan festival dua tahunan Kolektif Hysteria di tempat khusus (sites specific art project biennale) yang melibatkan multistakeholder. Kegiatannya secara umum terdiri dari tiga acara utama: pameran/art project, paralel event, dan symposium.

“Memasuki putaran keempat, Penta Klabs mengangkat tema Malih Dadi Segara (Berubah Menjadi Laut), yang merespon isu perubahan tata ruang akibat manusia beserta interaksinya dengan alam yang membuat beberapa pantai di utara Jawa (Pantura) terendam air pasang maupun terdampak abrasi. Fenomena ini membuat tanah hunian maupun daratan menjadi bagian lautan yang menyebabkan penghuni perlahan menyingkir dan kehilangan tempat tinggal, atau lenyapnya ruang nyaman mereka akibat air yang konsisten hadir menyeruak di halaman-halaman rumah mereka,” katanya.

Penta Klabs sendiri rutin digelar dengan berbagai isu seperti Narasi Kemijen (tentang ketahanan kampung, Kemijen, 2016), Sedulur Banyu (tentang alih fungsi lahan dan ekosistem air, Nongkosawit, 2018), Udan Salah Mongso (tentang perubahan lanskap, iklim, dan ekosistem global, delapan kampung di Semarang, 2020), dan yang terbaru dengan dukungan Kemendikbud melalui Dana Indonesiana dan LPDP tahun ini bertema Malih Dadi Segara (2022) di Tambakrejo, Semarang.

“Term ini diambil dari nama kelompok sadar perubahan iklim dan lingkungan: Koalisi Maleh Segoro yang terbentuk sejak 2020 di Kota Semarang. Koalisi ini berisikan berbagai NGO, akademisi, komunitas, dan individu, yang peduli perubahan ekstrem terutama di pesisir Pantura tersebab kebijakan lokal, global, maupun fenomena alam yang mempercepat proses intrusi laut, penurunan muka tanah, dan juga naiknya permukaan air laut,” tandas Adin, sapaan akrab A Khairudin.(HS)

Jelang Nataru Harga Sembako di Kendal Merangkak Naik

Luncurkan Karya Sekuel Film Cek Toko Sebelah 2, Ernest Prakasa Optimis Capai Target Jumlah Penonton 2,6 Juta