
HALO SEMARANG – Jelang pelaksanaan Pemilu 2019, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus bersikap hati-hati dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi di Indonesia. Hal itu disampaikan langsung oleh Laode M Syarif, Wakil Ketua KPK saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Optimalisasi Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi di Fakultas Hukum Universitas Semarang, Rabu (10/4/2019).
“Jelang Pemilu ini nangkap siapa saja salah. Susah. Kami harus slow down. Saya berharap 17 April cepat selesai,” katanya disambut tertawa para peserta seminar yang memadati Gedung Auditorium Ir Widjatmoko USM.
Apalagi, katanya, belakangan ini banyak yang mengisukan KPK terkait dengan politik.
“Saya beritahu saja, penyelidikan-penyeledikan itu dilakukan suratnya keluar sudah lama. Jadi ndak ada hubungannya (dengan Pemilu-red). Dan kalau kita lihat, PAN kita tangkap, PDIP kita tangkap, gak ada main-main politiknya itu. Makanya sekarang ini serba salah. Mau melakukan penegakan hukum aja susah,” kata Laode dalam seminar yang juga menghadirkan pembicara lain yaitu Guru Besar Hukum Pidana FH UGM, Edward Omar Sharif, Mantan Menteri Kehakiman, Prof Muladi, dan keynote speaker Rektor Undip, Prof Yos Johan Utama.
Mengawasi korupsi, menurut Laode tidak mudah. Butuh proses panjang dan ketelitian menangani perkara. “Tidak seperti mengamati orang gak pakai helm di jalan raya. Laporannya banyak dan beberapa sebenarnya kasus sudah lama. Kasus yang kami tangani sekarang gak ada hubungannya dengan pemilu. Kalau semua dihubung-hubungkan begitu, kita tidak bisa teken surat perintah,” katanya sambil tertawa.
Sementara terkait persoalan korupsi di Jawa Tengah, menurut Laode Jawa Tengah menjadi salah satu penyumbang kasus korupsi terbanyak di KPK. Dari segi penyumbang perkara Jawa Tengah ada di peringkat empat. Namun bukan berarti hal itu paralel dengan prilaku korupsi masyarakatnya.
“Jawa Tengah sendiri sebenarnya dari segi penyumbang kasus korupsi lumayan banyak. Kayaknya dari penyumbang perkara, Jawa Tengah nomor 4, Jawa Timur paling banyak. Hampir semua provinsi di Indonesia, sumber korupsi berasal dari pengadaan barang dan jasa, perizinan, bantuan sosial, dan pengisian jabatan,” katanya.
Sementara Mantan Menteri Kehakiman yang saat ini menjabat sebagai Ketua Pembina Yayasan Alumni Undip, Prof Muladi memberi masukan dalam penanganan hukum di Indonesia. Menurutnya kultur dan budaya antikorupsi harus dikembangkan di Indonesia.
Penanganannya dicakup dalam dua istilah, preventif dan represif. Maksudnya, upaya pencegahan harus dikembangkan dan selain juga penindakan.
“Tapi jangan melupakan standar hak asasi manusia. Preventif dan represif harus dilakukan bersama-sama. Tidak hanya dengan operasi tangkap tangan. Bagaimana membangunkan budaya antikorupsi di masyarakat, pejabat negara, dan anak-anak melalui pendidikan-pendidikan. Jadi struktur harus diubah, substansi perundang-undangan disesuaikan dengan undang-undang internasional, dan kultur budaya masyarakatnya harus diperbaiki,” katanya.(HS)