UANG saat ini sudah menjadi alat tukar yang penting dalam kehidupan manusia. Uang dipakai sebagai alat pembayaran yang sah. Setiap negara juga memiliki mata uangnya sendiri. Seperti halnya Indonesia dengan mata uang Rupiah.
Tapi tahukah Anda bagaimana sejarah mata uang RI sebelum akhirnya berubah menjadi Rupiah yang kita kenal kini?
Melansir Kemenkeu.go.id, Senin (30/10/2017) lalu, setelah Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Indonesia kala itu belum memiliki mata uang sendiri.
Di seluruh wilayah Indonesia masih beredar mata uang peninggalan Hindia Belanda, uang Jepang dan mata uang De Javasche Bank.
Sekutu yang tergabung dalam Netherlands Indies Civil Administration (NICA) kembali menyerang Indonesia pada 29 September 1945. Mereka juga menerbitkan uang NICA yang memicu inflasi serta mengakibatkan kekacauan ekonomi di Indonesia.
Pemerintah akhirnya mengambil langkah strategis demi mengurangi pengaruh NICA di Tanah Air.
Pada 2 Oktober 1945, pemerintah mengeluarkan Maklumat Pemerintah Republik Indonesia yang menetapkan bahwa uang NICA tidak berlaku di wilayah RI. Pemerintah juga terus mengebut produksi mata uang sendiri yang dinamakan Oeang Republik Indonesia (ORI).
Langkah bersejarah pemerintah mengeluarkan Oeang Republik Indonesia dilakukan saat kondisi politik dan ekonomi yang tidak stabil. Saat itu, Ibu Kota RI tengah dipindah ke Yogyakarta karena Jakarta yang tidak kondusif lagi.
Jakarta tengah dikendalikan tentara asing di bawah kepemimpinan Nederlandsch Indie Civil Administratie (NICA). Dikeluarkannya ORI ini diharapkan bisa mengurangi tekanan politik NICA.
Penduduk Indonesia mendapat pengumuman tentang Oeang Republik Indonesia dari pidato Wakil Presiden Mohammad Hatta yang disiarkan melalui RRI Yogyakarta pada 29 Oktober 1946.
Pidato yang berlangsung sekitar pukul 20.00 menegaskan bahwa ORI mulai berlaku pukul 00.00 tengah malam atau beberapa jam setelah pidatonya.
Uang Jepang dan uang De Javasche Bank yang saat itu beredar sebagai uang yang sah dinyatakan tidak berlaku lagi.
“Dengan ini, tutuplah suatu masa dalam sejarah keuangan Republik Indonesia. Masa yang penuh dengan penderitaan dan kesukaran bagi rakyat kita. Uang sendiri itu adalah tanda kemerdekaan negara,” tutur Bung Hatta dalam pidatonya.
Pada saat itu, ORI emisi 1 terbit dalam delapan seri uang kertas yaitu satu sen, lima sen, sepuluh sen, setengah rupiah, satu rupiah, lima rupiah, sepuluh rupiah, dan seratus rupiah.
ORI ini juga punya sisi depan dan belakang yang bergambar ciri khas Indonesia, yaitu keris yang terhunus dan teks Undang-Undang Dasar 1945. Pada tiap lembar yang beredar, ORI ditandatangani oleh Menteri Keuangan yang menjabat dalam kurun waktu 26 September 1945 – 14 November 1945, AA Maramis.
Proses peredaran ORI ke seluruh pelosok negeri bukan tanpa halangan. Faktor perhubungan dan masalah keamanan yang menjadi faktor utama sulitnya pendistribusian mata uang ini ke masyarakat. Apalagi, sebagian wilayah Indonesia masih berada di bawah kedudukan Belanda.
Kedua hal ini menyebabkan pemerintah Indonesia kesulitan untuk menyatukan Indonesia sebagai satu kesatuan moneter. Bahkan, mulai tahun 1947 pemerintah terpaksa memberikan otoritas kepada daerah-daerah tertentu untuk mengeluarkan uangnya sendiri yang disebut Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA).
Ada beberapa ragam seri ORI lain yang diproduksi yakni ORI II, III, IV dan ORI Baru. ORI II diterbitkan di Yogyakarta pada 1 Januari 1947. Sedangkan ORI III diterbitkan di kota yang sama pada 26 Juli 1947. Sementara ORI Baru terbit pada peringatan Hari Kemerdekaan tahun 1949.
Sayang, keberadaan ORI tidak bertahan lama. Penggunaan ORI terpaksa berhenti pada Seri ORI Baru.
Setelahnya, saat Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS), mata uang RIS resmi diberlakukan pada 1 Januari 1950 menggantikan Seri ORI Baru.
Dari salah satu hasil perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) yang dilakukan pada tanggal 23 Agustus sampai 2 November 1949, Indonesia diakui kedaulatannya oleh Belanda pada 27 Desember 1949.
Sebagai upaya untuk menyeragamkan uang di wilayah Republik Indonesia Serikat, pada 1 Januari 1950 Menteri Keuangan Sjafruddin Prawiranegara mengumumkan bahwa alat pembayaran yang sah adalah uang federal.
Mulai 27 Maret 1950 telah dilakukan penukaran ORI dan ORIDA dengan uang baru yang diterbitkan dan diedarkan oleh De Javasche Bank yaitu Uang Republik Indonesia Serikat (RIS).
Sejalan dengan masa Pemerintah RIS yang berlangsung singkat, masa edar uang kertas RIS juga tidak lama, yaitu hingga 17 Agustus 1950 ketika Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terbentuk kembali.
Pada Desember 1951, De Javasche Bank dinasionalisasi menjadi Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral. Sesuai dengan tanggal berlakunya Undang-Undang Pokok Bank Indonesia tahun 1953, maka tanggal 1 Juli 1953 diperingati sebagai hari lahir Bank Indonesia di mana Bank Indonesia menggantikan De Javasche Bank dan bertindak sebagai bank sentral.
Di saat yang sama, Bank Indonesia juga merilis uang rupiah yang berlaku sebagai alat pembayaran.
Terdapat dua macam uang rupiah yang berlaku sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Republik Indonesia, yaitu uang yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia (Kementerian Keuangan) dan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
Pemerintah RI menerbitkan uang kertas dan logam pecahan di bawah Rp 5, sedangkan Bank Indonesia menerbitkan uang kertas dalam pecahan Rp 5 ke atas.
Di tahun 1952 hingga 1953, Bank Indonesia mulai merilis uang kertas baru, mulai dari 1 Rupiah hingga 100 Rupiah.
Ini menandai periode baru dalam sejarah Rupiah di mana penerbitan dan peredaran uang kertas Rupiah kini menjadi tugas Bank Indonesia.
Sedangkan uang koin masih ditangani oleh pemerintah secara terpisah.
Barulah pada masa Orde Baru, Bank Indonesia diberi wewenang untuk mencetak dan menerbitkan uang, baik dalam bentuk koin ataupun kertas, serta mengatur peredarannya.
Uang inilah yang terus berkembang menjadi alat pembayaran yang diterima hingga kini. Asal nama Rupiah sendiri berasal dari rupee (India) dan rupia (Mongolia) yang berarti perak.
Bank Indonesia pada Desember 2016 mengeluarkan 11 uang rupiah Emisi 2016 dengan gambar pahlawan baru. Peluncuran uang rupiah baru ini dilakukan langsung oleh Presiden RI Joko Widodo.
Uang rupiah baru yang diluncurkan tersebut terdiri atas tujuh pecahan uang rupiah kertas dan empat pecahan uang rupiah logam. Uang rupiah baru ini akan menampilkan 12 gambar pahlawan nasional.
Uang rupiah kertas yang diterbitkan terdiri atas nilai nominal Rp 100 ribu, Rp 50 ribu, Rp 20 ribu, Rp 10 ribu, Rp 5.000, Rp 2.000, dan Rp 1.000. Sedangkan uang rupiah logam terdiri atas pecahan Rp 1.000, Rp 500, Rp 200, dan Rp 100.
Sementara 12 gambar pahlawan yang menjadi latar belakangnya, antara lain Ir Soekarno, Dr (HC) Drs Mohammad Hatta, Dr GSSJ Ratulangi, Ir H Djuanda Kartawidjaja, Frans Kaisiepo, Dr KH Idham Chalid, Mohammad Hoesni Thamrin, Tjut Meutiah, I Gusti Ketut Pudja, Letnan Jenderal TNI (Purn) Tahi Bonar Simatupang, Dr Tjiptomangunkusumo dan Prof Dr Ir Herman Johanes.
Uang rupiah tahun emisi 2016 ini memiliki desain yang simpel dengan perpaduan warna yang yang lebih terang dari cetakan sebelumnya. Pecahan yang baru ini juga memiliki tingkat keamanan yang terbilang cukup tinggi di dunia karena sudah menerapkan 3 level pengamanan.
Uang kertas Rupiah yang diterbitkan BI ini diklaim menjadi salah satu mata uang yang memiliki tingkat pengamanan tertinggi di dunia.(HS)