
SELAMA ini, masyarakat banyak yang memandang hutan mangrove Tapak Tugurejo di Kecamatan Tugu sebagai tempat di wilayah pesisir Kota Semarang yang belum tergarap sebagai salah satu potensi wisata pesisir. Kesan kotor, tak terawat, dan banyak sampah masih melekat di benak banyak warga, yang menggambarkan tak terurusnya wilayah pesisir di Kota Semarang.
Namun kesan tersebut tak sepenuhnya benar. Bila menengok lebih dekat, hutan mangrove Tapak Tugurejo, Kecamatan Tugu yang ternyata memiliki sisi lain nan eksotik.
Sebagai informasi, sudah cukup banyak daerah di pesisir Indonesia yang memanfaatkan potensi hutan mangrove untuk dikembangkan menjadi area wisata. Hutan mangrove sendiri adalah hutan bakau di lahan rawa payau yang dipengaruhi oleh pasang-surut air laut.
Hutan mangrove dengan semua keanekaragaman hayatinya terbukti menjadi salah satu bentuk respon nyata terhadap dampak perubahan iklim. Para peneliti ekologis sepakat bahwa hutan mangrove atau bakau berkontribusi sangat besar dalam menyerap karbon dioksida. Selain itu, hutan mangrove terbukti efektif mendukung proteksi pesisir.
Berkunjung ke lokasi wisata hutan mangrove Tapak Tugurejo yang ada di Kelurahan Tugurejo, Kecamatan Tugu, Semarang ini sebaiknya dilakukan pagi atau sore hari. Terlambat agak siang sedikit, maka kita harus berhadapan dengan teriknya sengatan matahari.
Halosemarang.id pun berusaha untuk melihat langsung kawasan hutan mangrove yang kini dikelola masyarakat sekitar tersebut.
Saat memasuki kawasan tersebut, pengunjung untuk masuk ke kawasan tersebut memang dikenakan biaya masuk Rp 2.000.
Di kawasan hutan mangrove, udara pantai bercampur teduhnya tanaman mangrove sangat terasa. Angin yang berhempus, menbawa udara panas khas pesisir yang menerjang kulit. Di sekitar hutan mangrove terdapat sejumlah perahu nelayan yang ditambatkan di hulu sungai menuju ke laut.
Perahu-perahu ini yang bisa disewakan untuk pengunjung dan pemancing yang ingin menikmati pemandangan hutan magrove sampai ke Pantai Tirang.
Suasana teduh dan tenang, meski sesekali bunyi mesin perahu serta gemericik air yang terkena baling-baling perahu terdengar di antara rerimbunan hutan magrove tersebut.
Salah satu warga Tapak, Suwondo mengatakan, pengunjung ataupun pemancing jika ingin menyewa perahu, dikenakan tarif sebesar Rp 150 ribu per perahu, dengan kapasitas 4-5 orang di dalamnya. Mereka akan diantar berkeliling di sekitar hutan mangrove. Bahkan pengunjung juga bisa diantar Pulau Tirang, yang ada di dekat hutang mangrove Tapak Tugurejo. “Kini pulau Tirang sudah rusak kena abrasi dan hanya tinggal separuhnya saja.
Dulu luasnya daratan itu hampir sama dengan luas satu kampung di sini. Dan pengunjung memang banyak yang minta diantar sampai Pulau Tirang,” katanya, Rabu (10/7/2019).
Ditambahkan Suwondo, sekitar tahun 1970-an, di Pulau Tirang tersebut ada sumber air atau sumur, setinggi perut orang dewasa yang airnya tawar. Padahal sumur tersebut dikelilingi air laut.
“Sehingga banyak nelayan atau pemancing yang dulu membersihkan badan sehabis mandi di laut di sumur itu,” imbuhnya.
Tapi kini sumur air tawar tersebut hilang digerus oleh abrasi yang makin parah.
“Harusnya ada tanggul pemecah ombak, di dekat pantai agar pulau tersebut tidak hilang kena abrasi laut. Sedangkan untuk akses jalan menuju hutan mangrove ini memang sudah dibangun dengan konstruksi cor beton. Pembangunannya dilaksanakan empat tahun yang lalu,” terangnya.
Diakuinya, dibanding wisatawan, lebih banyak pemancing yang datang ke hutan mangrove ini setiap harinya. Nyaris setiap hari, jika cuaca bagus kawasan ini jadi jujukan para pengobi mancing, untuk berburu ikan kakap. Istilah beken di wilayah itu “nyeplek”, yaitu memancing ikan kakap. Kawasan pesisir Tugurejo memang banyak didapati ikan kakap, yang hidup liar di sekitar pantai.
Salah satu pemancing yang ditemui, Sunardi mengatakan, sering datang ke pantai Tapak untuk mencari ikan di sekitar hutan mangrove atau menuju laut Pulau Tirang. Tujuanya hanya satu, mencari ikan kakap di pantai atau di rumpon (tempat berkumpul ikan yang dibuat para nelayan di tengah laut).
“Saya naik perahu nelayan untuk antar jemput sekalian mancing. Kalo di rumpon dikenai tarif Rp 10 ribu, nanti di lautnya bayar Rp 10 ribu. Jadi total Rp 20 ribu. Menangkap ikan kakap memang jadi kepuasan tersendiri bagi para penghobi mancing. Karena memang memperolehnya sulit dan butuh usaha keras untuk mendapatkannya,” katanya, yang sedang menyiapkan peralatan pancingnya itu.(HS)