in

Hari Dongeng Sedunia, Pelaku Dongeng Dituntut Adaptasi Pada Kondisi

Kelompok Wayang Lanang Wadon Semarang yang kerap menyajikan dongeng kepada anak-anak.

 

SETIAP tanggal 20 Maret selalu diperingati sebagai Hari Dongeng Sedunia. Di Indonesia, dongeng menjadi cerita yang selalu diceritakan orang tua kepada anak-anak sebagai pengantar tidur.

Pada era digital kali ini, pelaku dongeng dituntut untuk berinovasi. Tak lain sebagai langkah adaptasi pada kondisi pandemi Covid-19.

Hal itu diungkapkan oleh Punggawa Wayang Lanang Wadon Semarang, Ahmad Fauzi kepada halosemarang.id, Sabtu (20/3/2021).

“Dongeng itu sangat penting sebagai sastra yang disampaikan secara tutur (lisan) dan juga bisa melalui media tulis. Di mana di dalam dongeng, ada unsur edukasi tentang sejarah maupun unsur fiksi yang disisipi pesan moral pada anak,” kata Fauzi sapaan akrab Ahmad Fauzi.

Menurutnya, setiap dongeng memiliki pesan yang disampaikan masing-masing penuturnya. Hal itu yang kadang ingin ditanamkan pada anak-anak, khususnya tentang pelajaran budi pekerti. Budaya dongeng, lanjut Fauzi, saat ini memang nampak mulai luntur. Tak banyak orang tua yang memiliki waktu ada pemahaman, akan pentingnya mendidik anak dengan media dongeng.

Maka untuk itu, Fauzi menyampaikan, dirinya telah menawarkan atau bisa dianggap melahirkan sebuah konsep mendongeng kontemporer. Wayang Lanang Wadon hadir sebagai warna bagi dunia dongeng itu sendiri.

Melalui media wayang dengan mengangkat pesan-pesan kekinian yang disampaikan kepada anak-anak, menurutnya memang tidak mudah. Namun, dirinya tetap berusaha untuk tetap mewariskan dan mengenalkan cerita tutur ini kepada generasi penerus, tentunya dengan pesan moral yang sesuai dengan budaya Indonesia.

“Menciptakan teknik dongeng dengan media wayang yang saya lakukan termasuk cara menyampaikan pesan edukasi kepada anak. Dan ini juga bisa dianggap sebagai inovasi baru agar dongeng menjadi menarik, dibandingkan dengan hanya menceritakan,” jelas Fauzi.

“Melalui hari dongeng, diharapkan dapat memantik dan meneruskan kembali tradisi mendongeng terhadap anak,” tambahnya.

Sementara itu, Budayawan Kota Semarang, Widyo Babahe Leksono menyatakan, hadirnya dongeng merupakan kesempatan untuk menyisipkan pesan edukasi kepada anak. Khususnya tentang moralitas, budi pekerti, dan falsafah hidup.

“Dongeng sangat tepat bagi anak, kesempatan itu adalah cara menyisipkan ruang edukasi bagi anak yang masih memiliki daya imajinasi kuat,” katanya ditemui di Sendang Mintalaya Kompleks Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Semarang, Sabtu (20/3/2021).

Pria yang kerap disapa Babahe itu menuturkan, sebelum melenggangnya dunia digital, tidak begitu merepotkan orang tua melakukan penyikapan.

“Sebelum masa ramainya digital dengan kesibukan orang tua yang sedemikian, saya menyikapi dengan membuat buku cerita tujuan pegangan orang tua,” tutur Babahe.

Langkahnya, tidak lain memberikan sebuah pegangan kepada orang tua. Meskipun, akses mencari cerita sangat mudah melalui internet.

“Di era digital ini sangat berpeluang bagi pendongeng atau pelaku dongeng bisa dipakai sebagai bentuk media selain berupa buku,” terangnya.

Babahe menjelaskan, untuk mendongeng pada era sekarang, banyak tantangan yang harus dihadapi.

Kecerdasan berpikir anak, harus diimbangi dengan kemampuan menjelaskan secara nalar bagi si pendongeng. Apalagi di era modern ini banyak anak yang cara berfikirinya sangat kritis.

“Harus ada keseimbangan antara dongeng-dongeng masa lalu dan saat ini,” papar Babahe.

Babahe baru-baru ini menulis cerita dongeng tentang anak nelayan. Dalam buku tersebut adalah bukti salah satu contoh yang dirinya tekankan bahwa cerita dongeng sejatinya membangun imajinasi anak. Akan tetapi, menjadi kewajiban dalam memberikan logika kepada anak.

“Menggiring anak untuk berimajinasi, namun diberikan ruang memainkan logikanya,” jelasnya.

Melalui Hari Dongeng tahun ini, Babahe berharap kepada pelaku dongeng untuk melakukan adaptasi pada keadaan.

“Intinya semua kembali ke penyikapan,” tutup Babahe.(HS)

Ini Pesan Wabup Kendal Kepada Pedagang Pasar Weleri Yang Enggan Direlokasi

Diskusi Nasionalisme, Ustadz Jamaludin : Tak Semua Alumnus Ngruki Fanatik