
HALO SEMARANG – Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), kembali mencatat adanya aktivitas vulkanik Gunung Merapi.
Berdasarkan pantauan visual oleh BPPTKG, Selasa (5/1) pada pukul 18.00-24.00 WIB, terlihat guguran lava pijar, dengan intensitas kecil, sebanyak empat kali dan mengarah ke barat daya, pada posisi alur Kali Krasak, dengan jarak luncur maksimum 400 meter.
Dalam waktu bersamaan, tim BPPTKG juga merekam adanya kegempaan sebanyak 23 kali, dengan amplitudo 3 sampai 41 milimeter berdurasi 11 sampai 127 detik.
Kemudian untuk embusan sebanyak 11 kali, dengan amplitudo 2 sampai 8 milimeter, berdurasi 9 sampai 33 detik.
Selanjutnya gempa hybrid atau fase banyak, terekam dengan jumlah 75 kali, dengan amplitudo 3 sampai 31 milimeter, berdurasi 4 sampai 11 detik.
Berikutnya gempa vulkanik dangkal, yang terekam sejumlah 16 dengan amplitudo 34-75 milimeter berdurasi 12-39 detik.
Adapun gempa tektonik jauh, terekam sebanyak 1 kali dengan amplitudo 4 milimeter dengan durasi 43 detik.
Sebelumnya, aktivitas vulkanik Gunung Merapi juga telah terpantau pada Kamis (31/12) pukul 21.08 WIB, yang mana menurut hasil data visual menunjukkan adanya indikasi kemunculan api diam dan lava pijar.
Menurut Kepala BPPTKG Hanik Humaira, api diam tersebut muncul di dasar lava 1997, sebagaimana berdasarkan hasil pengamatan citra satelit yang dikonfirmasi keberadaan gundukan yang diduga merupakan material baru.
“Ini yang ada di lava 1997,” jelas Hanik dalam Siaran Informasi BPPTKG, seperti dirilis BNPB.go.id, Rabu (6/1).
Dari perkembangan terkini aktivitas Gunung Merapi tersebut, Hanik mengatakan bahwa secara teknis dapat dikatakan saat ini Gunung Merapi sudah memasuki fase erupsi 2021.
Akan tetapi pihaknya menjelaskan bahwa hal itu masih fase awal dari indikasi proses ekstrusi magma yang akan terjadi berdasarkan data seismik dan deformasi yang masih tinggi.
“Secara teknis bisa kita katakan bahwa Gunung Merapi sudah memasuki fase masa erupsi tahun 2021,” kata Hanik.
Berdasarkan hasil pengamatan dan pantauan tersebut, Hanik mengimbau masyarakat untuk meningkatakan kewaspadaan terhadap aktivitas Gunung Merapi.
Masyarakat diharapkan untuk tetap mengikuti arahan dari beberapa instansi terkait seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan pemerintah daerah setempat, serta selalu mengikuti informasi dari sumber yang terpercaya.
“Karena masih ada kemungkinan erupsi efusif, maka rekomendasi kita untuk pemerintah daerah Kabupaten Sleman, Magelang, Boyolali dan Klaten agar selalu menyiapkan segala sesuatu terkait upaya mitigasi letusan Gunung Merapi ini,” kata Hanik.
Terkait dengan kejadian ini, BPPTKG belum merevisi rekomendasi aktivitas Gunung Merapi dimana daerah potensi bahaya masih dalam jarak maksimal 5 kilometer dari puncak Gunung Merapi.
Adapun prakiraan daerah bahaya tersebut meliputi Desa Glagaharjo (Dusun Kalitengah Lor); Desa Kepuharjo (Dusun Kaliadem); Desa Umbulharjo (Dusun Palemsari) di Kecamatan Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta.
Kemudian Desa Ngargomulyo (Dusun Batur Ngisor, Gemer, Ngandong, Karanganyar); Desa Krinjing (Dusun Trayem, Pugeran, Trono); Desa Paten (Babadan 1, Babadan 2) di Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Selanjutnya Desa Tlogolele (Dusun Stabelan, Takeran, Belang); Desa Klakah (Dusun Sumber, Bakalan, Bangunsari, Klakah Nduwur); Desa Jrakah (Dusun Jarak, Sepi) di Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
Berikutnya Desa Tegal Mulyo (Dusun Pajekan, Canguk, Sumur); Desa Sidorejo (Dusun Petung, Kembangan, Deles); Desa Balerante (Dusun Sambungrejo, Ngipiksari, Gondang) di Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten Jawa Tengah. (HS-08)